Perlahan si pengemudi Agusta itu menghentikan kendaraan yang ia gunakan, membuka helm yang membungkus kepalanya. Menggoyangkan kepala hingga rambut hitam panjangnya terurai sempurna, mata hijaunya terlihat hidup saat ia tersenyum kala melihat mama dan papanya yang saat itu keluar dari rumah utama untuk menyambutnya.
"Audrey sayang. Mama sungguh rindu padamu," sambut Eryna. Saat menerima pelukan putri kesayangannya.
"Aku juga, mam. Tidak bertemu mama selama satu bulan rasanya seperti satu tahun. Aku tidak peduli Rafa, mengejekku anak mami. Aku ingin memelukmu seharian. Untuk mengobati kerinduanku," balas Audrey, dengan menenggelamkan wajahnya di pundak mamanya.
"Kau, memang anak mama, Audrey. Kenapa Rafa harus mengejekmu seperti itu?" Tanya Eryna dengan tangan mengelus punggung Audrey.
"Tanyakan saja padanya."
"Tidak inginkah kau memeluk papamu juga, little girl," ujar Andreas yang saat itu berada disamping mereka.
"Jangan panggil aku little girl lagi, pap. Aku sudah besar," ujar Audrey, tapi ia tetap menghambur ke peluka Papanya.
"Benar juga, bukan lagi little girl, karena sekarang kau sudah berhasil melumpuhkan hati seorang FBI."
"Matt?" tanya Audrey.
"Ya, dimana dia? Apa dia terlalu pengecut. Untuk bertemu denganku!" ujar Andreas dengan kedua tangan menangkup wajah putrinya lalu mendaratkan sebuah ciuman di kening Audrey.
"Dia sedang menangani sebuah kasus penyelundupan amunisi dari Russia. Aku sudah memintanya menemaniku tapi, urusannya lebih penting mengingat kasusnya mengancam keamanan negara," jelas Audrey dengan menampakkan raut wajah kecewa.
"Untuk itulah. Grandma Jesy tidak menyetujui hubunganmu dengan FBI itu. Profesinya terlalu berbahanya dan mengancam jiwanya," balas Andreas.
"Grandma sudah di surga, pap. Dia tidak bisa mengaturku lagi saat ini," gerutu Audrey dan ia pun kembali menenggelamkan wajahnya di dada papanya.
"Wah, anak mami sudah datang rupanya?"
Terdengar suara Rafael, yang kini berjalan mendekati mereka dengan Alice disampingnya.
"Aku memang anak mami, Rafa. Karena mama dalah mamiku yang melahirkanku ke dunia ini. Apa kau bukan anak mami heh, sehingga selalu mengejekku seperti itu? Lalu dari mana kau keluar? Dari batu?" balas Audrey. Sementara matanya menatap Rafael dan Alice bergantian.
Rafael hanya terkekeh dia sangat suka menggoda dan membuat Audrey marah.
"Hallo Audrey, apa kabar?" sapa Alice dengan senyum mengembang.
Audrey memandang Alice lekat dan sedikit menyelidik.
"Senang bisa bertemu denganmu lagi, Alice. Rasanya baru kemarin aku merusak boneka beruangmu, tapi seminggu lagi kau akan menjadi kakak iparku." ujar Audrey, dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Waktu berjalan begitu cepat, Audrey." balas Alice tanpa menghilangkan senyum di wajahnya.
"Oya, teman-teman kuliah kita akan tiba tiga hari lagi bersamaan dengan teman-teman Rafael. Semua yang hadir di bridal shower sebulan yang lalu akan datang semua ke sini. Termasuk hadiah yang aku berikan padamu dibpesta lajangmu yang aku rayakan di New York saat itu," ujar Audrey. Dengan mata menyipit memandang wajah Alice yang berusaha menyembunyikan ketidaknyamanannya atas perkataan Audrey.
"Untuk hadiahnya, sepertinya tidak perlu, Audrey," balas Alice.
"Oh, kenapa? Sayang sekali, padahal aku sangat susah payah mendapatkannya!" timpal Audrey dengan wajah yang ia buat sekecewa mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wedding
RomanceCover: By. @HatersOfWorld *** Sequel mandiri dari cerita yang berjudul 'Love' *** "Aku akan membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin." (Rafael Verghese) *** "Ruang dan waktu tidak merubah niatku untuk menunggumu, tapi keadaan merubah niatk...