Chapter 2 is up! Hehehe
PINK WEDDING memang saya buat dengan jadwal slow update, jadi updatenya nggak kayak cerita saya sebelumnya yang publish runtun beberapa part sekaligus, kecuali kalo ide lagi banyak hihihi fiksi ini juga genrenya ringan, kok... jadi selamat menikmatiiii ^^
Terima kasih sambutannya untuk chapter pembuka kemarin ^^
Happy reading ya...
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ayunan langkah Airin dibuat lebar-lebar, menapaki setiap undakan anak tangga menuju ruang dosen. Napasnya terputus-putus dan dadanya naik turun. Sekilas, ia melirik jam di pergelangan tangan, kemudian tersenyum lebar. Baru jam enam lebih lima belas menit, pikirnya, lalu bergegas memasuki ruang dosen.
Tatapan Airin memendar ke seisi ruang dosen yang masih sepi, menyapa ramah pada ibu-ibu office girl yang sedang meletakkan teh hangat di setiap meja dosen, kemudian tersenyum lebar menuju meja Raidan. Ah, akhirnya, bisa juga dia mendului dosen nyebelin itu, pikirnya sumringah.
Airin tercengir lebar. Dengan penuh percaya diri, ia meletakkan kumpulan tugas yang diberikan padanya di atas meja. Walau belum selesai, seenggaknya dia udah menang karena bisa mendului Raidan. "Emangnya yang bisa bangun pagi dia doang," cibirnya sambil terkikik menang.
Tetapi, gerak tangan Airin refleks berhenti saat seseorang tiba-tiba saja nongol dari bawah meja. "Hiih! Pak Raidan!" pekik Airin sambil melotot horor. Saking kagetnya sampai berjengit selangkah ke belakang. "Kenapa Bapak udah dateng?" serunya tak percaya.
Sebelah alis Raidan terangkat tinggi, menatap Airin dengan sorot datar sambil melirik jam di pergelangan tangan. "Harusnya itu pertanyaan saya—kenapa jam segini kamu baru datang? Bukannya saya suruh kamu datang sebelum saya?" sahutnya, tanpa intonasi.
"Tapi, kan ini baru jam enam lebih lima belas menit, Pak—masih pagi, dan perkuliahan baru dimulai sekitar satu jam lagi," balas Airin, tak mau kalah.
"Terus?" timpal Raidan, ekspresinya minta ditendang. "Pagi kamu berbeda dengan pagi saya, Airin, harusnya kamu bisa menganilisis itu," katanya, dengan sok.
Sudut bibir Airin berkedut-kedut sebal mendengar jawaban dosen di depannya, tapi langsung mingkem saat Raidan melirik buku serta kumpulan folio dalam dekapannya. "Itu tugas dari saya, kan? Sini," cetusnya, menadahkan tangan di hadapan Airin.
Buru-buru, Airin mendekap tugasnya makin erat, kemudian tercengir-cengir gugup. "Hm, begini, Pak... kemarin kan saya banyak kerjaan, jadi tugasnya belum selesai. Boleh nggak saya minta waktu tambahan? Kemarin saya—"
"Sini, kasih ke saya dulu tugasnya," penggal Raidan.
"Tapi, ini belum—"
"Kasih ke saya dulu, Airin," putus Raidan, tak mau dibantah.
Airin bersungut-sungut jengkel, meski akhirnya tetap mengangsurkan tugasnya dengan ogah-ogahan. Dalam hati, ia merengut kesal dan menyiapkan telinga baik-baik, takut-takut sahutan lebih pedas menyerang indra pendengarnya. Dan benar saja, belum genap lima detik ia mengumpat, helaan napas kasar dosen di depannya sudah menguar ke mana-mana.
"Saya suruh kamu datang sebelum saya, tapi kamu malah terlambat. Dan saya minta kamu menyalin buku manajemen ini sampai akhir, tapi kamu baru mengerjakan sampai halaman 3. Halaman 3, Ai? Sebenarnya kamu paham nggak, sih, apa yang saya suruh?" kata Raidan kesal, seraya membanting hasil tugas Airin ke atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
PINK WEDDING
RomanceKehidupan Airin yang biasa-biasa aja, normal, lurus kayak kali deres, mendadak berguncang seratus delapan puluh derajat setelah kepulangan kedua orangtuanya dari Yogyakarta. Kepulangan yang semula ditunggu dengan segudang rindu, mendadak amblas tak...