"Ai, kemeja biru saya disimpan di mana?"
"Di lemari gantung sebelah kanan."
"Celana hitamnya?"
"Di sebelah kirinya."
"Kaus putih yang biasa saya pakai?"
"Di lemari bagian khusus atasan."
"Dasi yang garis-garis putih biru di mana?"
"Saya gantung bareng kemeja biru."
"Celana dalam saya?"
"Di—"
Airin ternganga, mengerjap sesaat, kemudian melotot sebal. Melemparkan serbet dengan kasar, perempuan itu berjingkat meninggalkan dapur. Ia manderap menuju kamar dan mendapati Raidan berdiri di pinggir tempat tidur hanya dengan selembar handuk menutupi pinggang sampai lutut. Buliran air menetes-netes dari rambutnya yang basah, mengalir pelan melewati tulang selangka, kemudian menghilang di simpul handuk yang membelit pinggang.
Seketika Airin membuang pandangan, wajahnya memanas. Walau bukan pertama kalinya melihat Raidan dengan penampilan seusai mandi, tetap saja Airin merasa rikuh. Ia belum terbiasa dan entah kapan akan terbiasa. Sebab menemukan lelaki itu hanya dengan selembar handuk menutupi tubuh membuat jantungnya berdebar kencang dan pipinya menghangat.
Sejenak Airin menunduk dalam seraya memejamkan mata, diam-diam mengatur detak jantung yang serasa mengajak berkelahi, kemudian mengangkat pandangan dan berdeham. Ia berjalan ke arah lemari setelah mengembuskan napas keras, lalu melenggang melewati Raidan tanpa melirik sedikit pun.
"Bapak mau pakai baju apa hari ini?" tanya Airin, berdiri di depan lemari yang terbuka. Kedua tangannya sibuk mencari setelan yang diinginkan Raidan dengan cekatan.
"Hm... saya sih pengin nuansa biru, tapi..." Raidan mendekat, dengan sengaja berdiri tepat di belakang Airin sampai dadanya melekat di punggung perempuan itu. "... tapi putih juga boleh. Menurut kamu gimana?" tanyanya tepat di samping telinga Airin.
Airin membeku sesaat dengan mata melotot lebar. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dan tangannya berkeringat. Ia berdeham dan berusaha mengennyahkan gugup dengan terus mencari setelan yang diinginkan Raidan.
Di belakang Airin, diam-diam sudut bibir Raidan tertarik tipis. Ekor matanya memerhatikan bagaimana reaksi perempuan itu dan nyaris tergelak saat menemukan wajah istrinya merona hebat.
Menyeringai jahil, Raidan berseru. "Oh, sebentar. Saya mau pakai ini aja."
Tanpa permisi, kedua tangan Raidan terangkat, menelusup ke bawah lengan Airin dan mengangkat setelan berwarna putih dengan motif taburan konfeti warna-warni.
Airin menarik napas tajam seketika, tatapannya membola. Tanpa sadar ia menahan napas dan nyaris tak bergerak selama beberapa detik. Posisi ini membuat Raidan seolah memeluknya dari belakang.
Raidan mengulum senyum geli, lalu dengan sengaja menumpukkan dagunya di pundak Airin. "Menurut kamu gimana kalau saya pakai ini? Nggak berlebihan, kan?" tanyanya, menunjukkan setelan yang tadi dipilihnya.
Tidak ada sahutan dari Airin. Perempuan itu melongo hebat di posisinya.
Raidan menyeringai. Dengan sengaja ia melirik Airin dari samping dan wajah perempuan itu semakin merah padam.
"Ai?"
Airin berjengit samar. Napas Raidan menggelitik cuping telinga, membuat tubuhnya meremang. "I-itu bagus," jawab Airin terbata. Napasnya memberat dan tangannya gemetar. Udara di sekitarnya mulai terasa panas dan Airin butuh melarikan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
PINK WEDDING
RomanceKehidupan Airin yang biasa-biasa aja, normal, lurus kayak kali deres, mendadak berguncang seratus delapan puluh derajat setelah kepulangan kedua orangtuanya dari Yogyakarta. Kepulangan yang semula ditunggu dengan segudang rindu, mendadak amblas tak...