"Nggak usah gelisah begitu, deh. Baru juga ketemuan." Faye mendumal gemas melihat tingkah Airin yang sejak tadi tidak bisa diam.
Airin mendesah berat, mendudukkan diri di pinggir tempat tidur sambil melirik jam dengan cemas. "Gue nggak gelisah, Fay, gue deg-degan," jawabnya.
"Apa bedanya?" tembak Faye.
"Ya beda lah," balas Airin.
Faye mengedik bahu. "Ya ya ya, terserah lo aja. Tapi kalo lo nggak bisa diam begitu, hasil karya gue bisa berantakan," ucapnya.
Airin menarik cermin kecil di pinggir meja. "Nggak kok, Fay, karya lo masih oke," katanya, menatap riasan wajahnya di dalam cermin. Pertama kali melihat, ia merasa bayangan di cermin itu bukan dirinya. Bukan karena benar-benar cantik, tetapi berbeda. Airin sampai harus bertanya dua kali jika bayangan di cermin benar-benar dia. "Eh, tapi make up gue nggak ketebalan kan? Nggak menor kayak mau ngelenong?"
"Nggak lah, tenang aja. Gue sengaja bikin senatural mungkin, biar nggak lebay," balas Faye.
Tepat ketika itu, deru mesin mobil memasuki pelataran rumah. Airin dan Faye berdiri serentak dan saling tatap waspada. Lalu, Faye menderap ke jendela, mengintip dari balik gorden. "Kayaknya itu keluarga calon lo, deh. Ayo, kita keluar," ajaknya.
"Bentar!" Airin menatap penampilannya sekali lagi di depan cermin, menghirup udara banyak-banyak, lalu mengangguk. Oke. Dia gugup parah dan Faye menangkap jelas kegugupannya.
"Lo udah oke, kali." Faye tertawa.
Airin nyengir. "Gue nggak mau pihak keluarganya dia ngebatalin lamaran karena gue nggak kelihatan oke."
Faye mendengus senyum. "Lo mikir kejauhan," ucapnya. "Ini cuma pertemuan santai sambil ngenalin lo sama calon lo. Kalian kan belum pernah ketemu."
"Iya juga, sih." Airin menghela napas. "Tapi gue udah beneran keliatan oke, kan? Nggak bakal malu-maluin?"
Faye memindai penampilannya, lalu mengangguk. "Lo cuma masih gugup."
Airin menarik napas lagi, lebih dalam, lalu mengembuskannya panjang. "Gila, Fay, gue gemetaran," cetusnya, meremas kedua tangan.
Faye memutar bola mata. "Coba sekarang lo hitung kambingnya Pak Mansur," katanya.
Kening Airin mengerut naik. "Pak Mansur siapa?"
Faye tertawa. "Ternyata lo masih fokus. Berarti lo oke."
Airin mendengus tawa, kelihatan lebih santai.
"Udah, yuk, turun. Kasian cowok seganteng Hangeng Oppa didiemin lama-lama."
Airin tertawa sambil mengamit lengan Faye, lalu mengambil napas dalam sebelum keluar kamar.
-------------------------------------------
Ketika sampai di ruang tamu, kening Airin mengernyit dalam. Bukan seorang laki-laki seperti Hangeng yang ia lihat, melainkan Raidan serta keluarganya. Airin menyikut Faye sambil berjalan mendekati Bapak dan Ibu.
"Kok ada Raidan sama keluarganya, Fay?" bisik Airin.
Faye menepuk tangan Airin pelan. "Udah lo duduk aja dulu," ucapnya, cepat-cepat menyeret Airin dan mendudukannya di antara kedua orangtuanya, sementara ia sendiri duduk di samping Angga.
KAMU SEDANG MEMBACA
PINK WEDDING
RomanceKehidupan Airin yang biasa-biasa aja, normal, lurus kayak kali deres, mendadak berguncang seratus delapan puluh derajat setelah kepulangan kedua orangtuanya dari Yogyakarta. Kepulangan yang semula ditunggu dengan segudang rindu, mendadak amblas tak...