The Ruins

561 51 9
                                    

A/N: Mungkin kalian udah tau tentang ini karna sebelumnya udah saya umumin di part Flowey the Flower, tapi saya mau ngulang lagi aja. Part ini dan part-part yang mendatang adalah spoiler dari game asli. Kalo kalian penasaran sama game aslinya dan pengen mainin, ada baiknya mainin dulu aja biar tambah ngerti. Kalo kalian ga mau dan bodo amat yaudah ga usah dipaksain. Kalo kalian yang fans Undertale?? Yaudah baca aja :v. Welp, kepanjangan A/N-nya. b0i-b0i~

***

"Ruv," panggil Leana pada kakaknya yang tengah menikmati panorama matahari terbenam. "Aku mau kau percaya padaku."

Ruvana menoleh kearahnya memberi tatapan tak mengerti. Tak lama, Leana membuka kancing bajunya satu persatu dan menarik kerahnya kebawah, menampilkan pundak kanan Leana yang putih bersih beserta bekas luka disana. "Kau terluka?!" Ruvana mendesah kaget. "Dengar perjanjianku barusan, kan? Kau harus percaya bahwa luka ini..." Leana mengambil buku dongeng yang tergeletak di sampingnya, lalu menunjukan cover buku tersebut kepada Ruvana. Leana mengarahkan jari telunjuknya pada gambar bunga disana. "Dia yang melakukannya,"

Ruvana terdiam sejenak. Kemudian ia melempar tatapan pada Leana. Ruvana mengeluarkan napasnya lewat mulut sekali. Terlihat benar-benar frustasi sekarang. "Lea," panggilnya penuh lemah lembut. Ia mengelus rambut Leana. "Aku tahu akhir-akhir ini banyak masalah yang menimpamu. Tapi kumohon, kembalilah seperti kau yang dulu. Pulang nanti, kau harus melupakan semuanya, okay?" jelas Ruvana.

"Kau..tidak mempercayaiku?"

"Bukan begitu. Aku hanyaㅡ"

Plak.

Leana mendorong pelan tangan Ruvana menggunakan lengannya. Ia merapikan bajunya dan kembali ke posisinya semula. "Uh..Lea.."

"Lupakan." Leana menenggelamkan kepalanya di antara kedua lututnya yang ditekuk. "Lupakan apa yang barusan kukatakan. Anggap saja kau tidak pernah mendengarnya," ujarnya. "Lea.." lirih Ruvana.

Kemudian hening. Mereka berdua hanyut dalam kesunyian yang hanya ditemani oleh suara kicauan burung dan embusan angin sore.

'Aku tahu sampai kapanpun..tidak akan ada yang mau mempercayaiku.'

***

Leana berbaring nyaman di atas tempat tidurnya. Ia merentangkan kedua tangannya, menghirup udara kemudian menghembuskannya. Pundak kanannya ia raba sekali lagi. Leana meringis sakit kala tangannya menyentuh bekas luka tersebut. 'Apapun yang akan terjadi selanjutnya..aku belum siap.'

Leana menatap kosong langit-langit kamarnya. 'Bawah tanah..gunung Ebott..anjing putih..'

'bunga emas.' 

'...'

'!' 

Leana bergegas bangkit dari posisinya dan segera menghampiri buku berjudul Undertale itu yang berada di atas meja belajarnya. Bisikan-bisikan itu kembali melayang-layang di kepala Leana. Seolah memaksanya untuk kembali kedalam cerita tersebut. Kembali terpaut pada dunia antah-berantah itu. Pandangannya belum beralih kemanapun. Masih tertuju pada buku yang ia pinjam di perpustakaan Ellin beberapa hari yang lalu.

Tunggu apa lagi, hm?

Leana mendesah kaget saat suara yang sama lagi-lagi menghantuinya.

UndertaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang