4

4.6K 260 0
                                    

***

Reza pov

"Kamu mau jadi pacar aku?" kataku sambil menatap matanya.

Dia diam, hanya menatap ku tidak percaya. Dia masih menutup mulutnya sambil memandangku. Gue tahu ini salah. Tapi gue gak bisa terus tahan perasaan ini kan? Apa gue salah ungkapin perasaan selama ini yang ada di hati. Persetan dengan gengsi, gue gak perduli dia mandang gue kayak gimana. Yang jelas gue udah lega bilang ini ke Viara.

"Vi, kamu di kamar kan? Di bawah ada tante Ara dan om Ivan, ada Rizky sama Rizaldi juga Vi. Ayo turun," kata tante Lala dari luar kamar. Kurasakan saat ini wajah Vi pucat dan tegang saat tau siapa yang datang. Aku kembali memeluknya dan mengelus pungungnya. "Lo gak harus jawab sekarang Vi. Aku tunggu sampai lo siap suka sama gue." kataku menyemangatinya.

"Vi. Mama tunggu di bawah ya"

"Iya ma, nanti Vi turun." jawab Vi. "Gue di sini aja ya Vi, kalo ada apa-apa gue disini" kataku sambil tersenyum. Vi mengangguk "yaudah, gue mandi dulu ya Za." aku mengangguk, lalu dia masuk ke dalam kamar mandi.

Aku merebahkan badanku di atas karpet. Kalian pasti mikir kan kenapa gue gak tiduran di kasur aja. Yang benar aja, gue tidur di ranjangnya Vi. Selama gue sahabatan dengan Vi, gue gak pernah yang namanya tidur di ranjangnya Vi. Aku memejamkan mata sebentar. Lega sudah selesai mengatakan cinta sama Vi. Hanya saja masih ada yang mengganjal. Aku masih saja terus teringat mama dan papa memaksaku bertunangan dengan cewek cabe kayak gitu. Cowok mana yang suka sama cewek ber make-up tebal, lipstick merah kayak cabe beneran dan rambut nya yang di warna coca-cola. Amit-amit dah masa depan gue kayak gitu.

Merasa pipiku ada yang menyentuh, gue ngebuka mata "Za,gue turun ya. Ntar gue balik lagi, gak lama kok." katanya sambil tersenyum. Aku pun membalas senyumannya. Aku membenarkan posisi dudukku. Bermain game mungkin bisa hilangin bosen. Aku membuka ponsel dan mencari game.

Get Rich

Aku bermain dengan teman sebangku. Namanya Aditya, teman sehidup semati gue kalo lagi main get rich haha.

°°°

Gak berapa lama Vi masuk dan membawa kue kering dan jus jeruk. "Eh Vi, udah selesai?" tanyaku. "Belum, gue males gabung sama mereka. Ujung-ujungnya gue di jodohin," ucap Vi sambil merengut. Aku mendengar itu sontak terkejut karena, ya. Yang benar saja dia jodohkan. "Apa! Lo gak bercanda Vi?" kataku yang di balas gelengan darinya.

Aku menghela napas. Lalu dia duduk di sampingku dan memeluk lenganku. Aku melepaskan tangannya lalu merangkul bahunya. "Za," Aku berdehem. "Gue dijodohin sama Rizaldi," seketika aku menegang. Lalu aku mengelus rambut Vi sayang. "Terus kenapa sedih, hm? Bukannya lo suka sama dia?" kataku dengan nada seadanya. "Gimana gue bisa suka sama dia? Kalo dia gak ngerespon gue." ucap Vi dengan nada bergetar sambil memelukku. "Sstt..jangan nangis Vi. Kan masih ada aku yang sayang sama kamu." kataku tulus sambil mengecup keningnya. Untungnya dia tidak marah saat aku menciumnya. Entah apa yang buat aku bisa begitu sayang dengannya. Batinku.

"Za,"

"Hm,"

"Gue jahat ya?" tanya Vi sambil mendongak menatapku. "Ngomong apaan sih kamu? Ya kamu jelas baik lah, emang siapa yang bilang kamu jahat? Hm?" kataku sambil mengelus pipinya. Dia memejamkan matanya lalu membuka matanya sambil tersenyum. "Za, gue mau jadi pacar lo" ucapnya serak seperti ingin menangis. Aku terkejut sama yang baru aja di bilang Vi. Ini beneran? Atau jebakan doang? Dia nerima gue apa karena di jodohkan? Aku melepaskan rangkulanku tadi dan menatap kearah matanya.

"Vi, kamu gak bercanda kan?" tanyaku masih menatap matanya. Dia menggeleng. "Lo nerima gue bukan karena gak mau dijodohkan sama Rizaldi kan? Jujur Vi. Gue gak mau kalo lo nerima gue karena ngehindar dari dia. Gue tetap tunggu lo sampai lo bisa terima gue Vi." jelasku.

"Nggak Za. Hiks. Plis bantu gue buat lupa sama cowok brengsek kayak dia. Hiks. Gue nerima lo. Hiks. karena gue mau coba buka pintu hati gue buat lo dan nutup pintu hati gue untuk Rizaldi. Plis bantu gue Za. Hiks." aku tersenyum lembut kearahnya lalu memelukknya dan mengelus rambutnya.

"Jangan nangis Vi. Gue gak maksa lo harus jadi pacar gue ,tapi gue pasti bantu lo buat lupa sama dia. Udah jangan nangis ya, baju gue ntar basah gara-gara lo nangis" candaku supaya dia gak nangis lagi. "Makasih ya Za. Seenggaknya kasih gue waktu buat gue suka sama lo." katanya sambil menghapus air matanya.

Aku tersenyum, lalu membantunya ngehapus air matanya. "Jangan nangis ih, jelek banget lo kalo nangis. Ingus lo kelur masuk iss." kataku sambil menunjuk hidungnya. "Rezaa!! Gue gak ingusan yaa!!" ucapnya sambil memukul kepalaku. "Awww..sakit Vi" kataku sambil mengelus kepala yang di pukul Vi. "Hahaa rasain lo"

"Nah, gitu dong senyum." kataku sambil memcubit pipinya.

***

Via pov

'Gue tau ini salah. Tapi apa salahnya kalo gue coba buka pintu hati gue untuk Reza. Tapi,apa gue bisa?'

Reza udah gue anggap abang gue ,tapi gue gatau juga bisa atau gak suka sama dia. Dengan seiring berjalannya waktu pasti gue bisa lup sama cowok brengsek itu. Batinku menyemangat. "Za, peluk gue lagi dong." kataku sambil menjulurkan tanganku ke depan dan tersenyum. "Manja banget sih. Belum juga jadi pacar, eh manja nya malah pake banget. Sini." katanya sambil memelukku. Kalian tau apa yang aku rasain saat ini. Nyaman. Gatau itu nyaman sebagai apa. Yang jelas gue nyaman banget di peluk sama dia. Gue nyaman sebagai teman, ingat hanya teman.

Arrogant Boy [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang