-015-

270 42 14
                                    

Nayeon menunggu Himchan sambil memainkan ponselnya. Membaca kumpulan pesan antara dirinya dengan Gongchan. Baru beberapa hari setelah kembalinya Gongchan ke Jepang, Nayeon rasanya sudah ingin bersua. Dia merasa tidak benar-benar mampu menempatkan pikirannya harus seperti apa sekarang.

Nayeon duduk di bangku tepat di deretan tengah di sebuah kafe yang terkemuka di Korea, Caffe Bene. Dengan menghadap tepat ke pengunjung lain yang sepertinya sedang berkencan manis dengan pasangannya.

Caffe Bene ini di desain sedemikian rupa dengan multi-budaya yang menawarkan kombinasi kopi, wafel, dan gelato. Dan kafe ini adalah salah satu kafe yang sudah membuka cabang pertamanya di New York.

"Ya! Gongchan oppa.. apa kau tidak akan kembali ke Seoul untuk merayakan ulang tahunku? Sampai kapan kita harus bertoleransi dengan jarak?" gerutu Nayeon yang sekarang sedang memandangi foto dirinya dengan Gongchan di layar ponsel.

Tidak lama setelahnya, Nayeon memasukkan ponsel kembali ke dalam handbagnya dan menopang dagu dengan kedua tangannya. Melirik kesana-kemari dan matanya mengarah pada pria yang berjalan masuk melewati pintu kafe.

Himchan akhirnya datang dengan mengenakan celana bahan cotton berwarna hijau army dan jaket hitam kulit, mendekati tempat dimana Nayeon sudah menunggu.

"Chansung hyung bilang kau ingin bertemu denganku."

"Ne," jawab Nayeon singkat.

Himchan duduk berhadapan dengan Nayeon. Dia memperhatikan wajah Nayeon seperti menelaah, kenapa gadis ini memiliki tatapan yang hangat? Di pertemuannya dengan Nayeon kali ini, Himchan merasa jika apapun yang menyangkut tentang dirinya dengan gadis ini, itu bukanlah sebuah kebetulan.

"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?" Himchan membuka pembicaraan.

"Aku ingin menjelaskan sesuatu," kata Nayeon yang berusaha mengatur napasnya agar tidak terlihat gugup. "Sesuatu tentang ... kita."

"Kau–"

"Himchan-ah ... aku adalah gadis di mimpimu itu. Dan semua mimpi yang kau alami adalah benar. Itu adalah cerita dimana saat kita menjadi sepasang kekasih." Jari jemari Nayeon mulai sedikit gemetaran. "Ya, kita pernah menjadi sepasang kekasih."

"Nayeon?"

Himchan seperti merasa semua bekerja dalam otaknya. Membongkar satu per satu kotak memorinya bersama Nayeon dua tahun lalu. Dan hal itu membuat dirinya berkeringat dingin, serta jantung yang tidak berhenti berdegup dengan kencang dan cepat.

"Lalu ... kenapa kau tidak mencariku? Selama ini, kenangan tentangmu dan kita, tidak pernah muncul sebelum akhirnya aku berada di Seoul." Himchan menghelas napas panjang.

"Aku tidak tahu bahwa kau kecelakaan saat itu. Mendadak kau begitu saja pergi dari hidupku. Himchan ... beberapa bulan belakangan ini, rasanya aku lelah menuntun masa depan sendirian, tanpa kehadiran siapapun di dalamnya. Kemudian, aku bertemu Jinyoung. Dan perlahan, dia menggantikan peranmu." Nayeon menjelaskan dengan rileks sekarang.

"Kenapa? Kenapa kau tidak menungguku saja?"

"Bagaimana rasanya menunggu seseorang yang kita saja tidak tahu bahwa dia meninggalkan kita bukan karena keinginannya?" Mata Nayeon mulai berkaca-kaca. Sebisa mungkin dia menahan air matanya agar tidak jatuh.

"Saat itu yang kupikirkan adalah ... kau sudah tidak lagi ingin menemuiku. Sejak malam itu, kau bahkan tidak menjawab semua panggilan masuk dan juga pesan yang kukirim. Apa yang bisa kulakukan, Himchan?" lanjutnya.

"Kita tidak seharusnya berpisah dengan cara seperti ini, Nayeon .." Himchan mulai meraih tangan Nayeon yang masih gemetar dan menggenggamnya. Rasa itu masih sama, Nayeon perlahan mulai menenangkan dirinya.

"Aku–"

"Kau tahu? Sejak aku kehilangan ingatan, aku sudah jelas yakin bahwa ada yang salah. Sepanjang hari yang kurasakan hanya dinginnya malam dengan kenyataan bahwa sampai kapanpun aku tidak akan bisa mengingatnya. Aku menyesal .. aku menyesal, bahwa kecelakaan itu pernah membuatku melupakanmu, Nayeon."

Nayeon membalas genggaman Himchan. Kini, air matanya tumpah berurai membasahi meja kayu Caffe Bene. Nayeon terus menatap kebawah, seolah-olah dia takut jika dia memandang Himchan, dia tidak akan mampu menahan perasaan sayang yang muncul kembali di hadapannya.

Himchan beranjak, dan memindahkan posisinya menjadi tepat berada di samping Nayeon. Himchan menghela napas lega dicampur dengan perasaan mengganjal lainnya. Lengan tangan Himchan dibukanya lebar-lebar agar dirinya bisa mendekap Nayeon yang selama ini terlepas darinya.

"Kau masih menyediakan tempat untukku di hidupmu?"

"Himchan-ah ..."

"Aku ingin membuat segalanya kembali baik. Aku tahu, kau adalah orang yang paling cocok denganku. Separuh hati milikku yang kuberikan padamu, masih kau simpan, kan? Iya, kan .. Nayeon?" Himchan tidak melonggarkan pelukannya.

Yang melepaskan pelukan itu adalah Nayeon. Nayeon sengaja melepasnya, dan memberanikan diri agar bisa menatap Himchan dengan biasa saja.

"Tidak bisa. Mianhae, jeongmal." Nayeon mengelus pipi Himchan dengan lembut.

"Wae? Waeyo?! Apa karena Jinyoung sudah menggantikannya? Padahal kau tahu bahwa tidak ada kesengajaan saat aku meninggalkanmu," jelas Himchan dengan suara yang mulai terdengar parau.

"Aku tidak pernah bermaksud ingin mengujimu dengan cara menungguku tanpa kabar selama itu. Aku hanya–"

Sebelum Himchan bisa menyelesaikan penjelasannya, Nayeon menyerbu Himchan dengan ciuman. Ciuman ini ... rasa itu terpatri di otak Himchan.

Kali ini bedanya, mereka bukan lagi sepasang kekasih. Tidak perlu ditanya juga bahwa Himchan benar-benar menyesali keadaan dimana dia siap kembali ke kehidupan Nayeon, tapi Nayeon sudah menutup pintunya rapat-rapat.

"Joesonghabnida."

Nayeon meraih handbagnya dan mulai pergi. Tangisannya semakin menjadi-jadi seusai dia meninggalkan Himchan di kafe itu. Nayeon bahkan sampai meremas dadanya yang entah akan terasa sesak sampai kapan. Di satu sisi Nayeon merasa bahwa kembalinya Himchan adalah sesuatu yang dia nanti-nantikan selama ini, tapi di lain sisi Nayeon tidak ingin hubungannya dengan Jinyoung berakhir begitu saja.

Di Caffe Bene, Himchan akhirnya beranjak dan berusaha menghapus air mata yang sempat membasahi pipinya.

'Kutitipkan dia padamu, Jinyoung.'

****

Ini malam yang dingin. Kota Seoul terancam beku. Himchan terbaring di atas ranjang milik Chansung. Dia menatap ke arah langit-langit seolah meraba lagi api kenangan antara dia dan Nayeon.

"Kita saling tertawa dan menjahili, kadang kau marah lalu aku redakan. Namun sekarang saat yang berat. Aku bahkan tidak akan merasakan itu lagi bersamamu, Nayeon-ah."

Chansung pun kembali dengan membawa makan malam untuk disantapnya bersama Himchan. Ditambah lagi, Chansung ingin menanyakan sedikit tentang pertemuan Himchan dengan Nayeon siang tadi.

Sambil menghidangkan makanannya, Chansung pun mulai bertanya. "Bagaimana dengan Nayeon?"

Himchan tidak menjawab pertanyaan Chansung. Dia langsung meraih porsi makan malamnya dan mulai melahapnya sedikit demi sedikit.

"Dia tidak akan kembali padamu karena Jinyoung, kan?"

Apa yang dikatakan Chansung barusan membuat Himchan menatapnya lekat. "Jangan membahas nama itu, hyung."

"Ah, jadi aku benar. Nayeon tidak akan meninggalkan Jinyoung begitu saja."

Himchan menggenggam sendoknya erat dengan perasaan kesal dan campur aduk lainnya. Bahkan seketika itu juga, Himchan tidak berkeinginan untuk melanjutkan makan malamnya.

Dia meninggalkan meja dan pergi masuk ke dalam kamar. Himchan mengunci kamarnya, dan berseru dari dalam, "Malam ini aku akan tidur di kamarmu, hyung."

Chansung menghela napas, dan hanya bergumam, "Lakukan apa saja sesukamu, Himchan."

****

U GOT ME [FanFiction]Where stories live. Discover now