Sinar matahari yang masuk melalui sela-sela jendela kamar membangunkanku dari tidurku. Ku lirik jam yang bertengger manis di atas meja belajarku.
Masih jam 6. Aku memutuskan untuk mencuci muka, menyikat gigi lalu keluar dari kamar. Joging di minggu pagi yang cerah mungkin hal bagus untuk mengawali hari ini.
Aku berjalan menuju ke taman kompleks yang letaknya nggak jauh dari rumahku. Aku menyukai taman ini, terlihat asri dan tenang.
Saat sedang berjalan di pinggir danau buatan yang ada di taman itu, mataku nggak sengaja menangkap siluet seseorang yang sangat ku kenal sedang duduk di dermaga kecil yang ada di danau buatan ini. Aku menyipitkan mataku untuk mempertajam penglihatanku, takut-takut jika aku salah orang.
Nggak salah lagi!
Itu Rein!
Aku berjalan menghampirinya, sepertinya dia nggak menyadari keberadaanku.
Aku menepuk pundaknya hingga membuat dia terlonjak kaget, lalu berbalik menatap ku dengan kesal, sedangkan aku hanya memasang cengiran khas diriku.
"Lo niat bunuh gue ya?!" ucapnya tajam. Btw, bukan hanya ucapannya yang tajam, tetapi kini matanya ikut-ikutan menatap tajam ke arahku seakan-akan mata itu bisa mengulitiku saat ini juga. Dan hal itu cukup untuk membuat bulu kuduk ku meremang.
"Hehe, sorry deh." ujarku sambil tersenyum bodoh.
Ku lihat dia hanya mendengus sebal. Lalu kembali memalingkan pandangannya ke arah danau.
Apa yang sedang dia lihat?
Apa air danau itu lebih menarik di bandingkan dengan diriku?
Hm, sepertinya iya.
Tanpa berfikir dua kali, aku segera mengambil posisi duduk di sampingnya.
Sosweet banget posisiku dan Rein saat ini, duduk berdua di ujung dermaga seakan-akan kita adalah sepasang kekasih yang sedang merajut kasih.
Dan sepertinya hal itu hanya akan terjadi di mimpiku.
"Em. Re-Rein.. Gu-gue... Ucap-" Ucapanku terhenti saat Rein memotongnya.
"Lidah lo normal kan?" aku mengangguk. "Ngapain lo bicara kayak Thapki gitu?!" lanjutnya sinis.
Aku meringis aneh. Hm, ternyata...
Ternyata Rein satu selera dengan Bundaku, kawan!
Sama-sama penggemar India.
Aku menghela nafas pelan. "Eum.. Jadi gini.. Aduh gimana ya?" Rein melirik malas ke arahku. Oke, aku tau dia kesal padaku. "Huh, soal ucapan gue waktu di kantin, gue serius." lanjutku. Rein menatap terkejut ke arahku.
Hei?
Apa yang salah?
Apa aku salah bicara?
Tunggu-tunggu?
Apakah aku secara tidak langsung menembak Rein?
Aku menembak Rein?!
Ya Allah... Semoga Rein nggak sada-
"Lo nembak gue?"
Skak mat. Dia sadar sodara-sodara!
Sekarang apa yang harus ku lakukan?!
"Ehh.. Emang iya?" Tanyaku memasang muka sepolos mungkin.
"Kalaupun iya. Gue nggak mau sama lo. Dan gue nggak akan pernah mau sama lo! Camkan itu baik-baik!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan
Non-Fiction(Done editing at 21 Juni 2017) Ini cerita tentang Ainun Keana Brave. Si gadis polos dengan segala kecerobohannya. Ini juga cerita tentang Rein Adelson Parker. Si Mr. Es batu dengan muka datar kayak papan triplek. Penasaran dengan mereka berdua? Chek...