Kringgg!!
Akhirnya! Bel istirahat berbunyi juga. Telingaku sudah pengang mendengar teriakan guru narsis yang mengajar di kelasku ini.
"Okeh anak-anak, pelajaran kali ini aku tutup, sampai jumpaaaa." ujar bu Rini -guru seni- lalu berjalan keluar kelas.
Aku tetap duduk di kelas, nggak ada niat sedikitpun untuk ke kantin.
"Ayi, nggak kekantin?" Karel bertanya padaku. aku hanya menggeleng sebagai jawaban. Setelah itu Karel segera beranjak dari hadapanku.
Aku kembali mengingat-ngingat kejadian 2 minggu terakhir ini.
Yaa, sudah dua minggu semenjak kejadian saat Rein ehmm menyatakan perasaannya kepada Rara.
Nggak ada yang berubah, semua tetap sama. Hanya saja aku sudah nggak lagi mengejar-ngejar Rein, dan juga Rein yang sangat jarang terlihat.
Sebenarnya di lubuk hatiku yang paling dalam, aku masih menyukai Rein, ehh.. Ralat, aku masih mencintai Rein. Hanya saja aku nggak ingin menjadi orang bodoh lagi. Cukup beberapa bulan terakhir ini saja.
"Hai.." aku sukses tersentak kaget saat ada seseorang yang menepuk bahuku. Aku berbalik ke belakang, bersiap untuk memarahi siapa saja yang berani membuatku hampir terkena serangan jantung.
"Apaa-" ucapanku terhenti, mulutku ternganga. Seakan-akan badanku membeku.
Orang yang menepuk bahuku adalah...
Rein.
"Eh? Gue ngagetin elo ya? Sorry-sorry." ujar Rein lalu beralih duduk di sampingku. Hell ya! Ada apa dengan anak ini. Aku kan udah nggak mau ngejar-ngejar dia lagi!
Rein berbalik menatapku lalu setelah itu dia tertawa ngakak. Hei? Ada yang lucu yah?
"Hahahaha... Ayi, mending lo nutup dulu mulut lo. sebelum ada laler yang masuk, hahaha~~" dan dengan ucapan Rein itu mukaku sukses memerah, aku mengalihkan pandangan ku dari Rein yang masih tertawa.
Ternyata sedari tadi aku nggak menutup mulutku. Ya, mulutku sedari tadi menganga lebar!
Malunya aku! Kenapa aku masih suka melakukan hal yang memalukan di depan Rein?!
"Udah kali ketawanya!" ujarku sambil memasang tampang cemberut. Rein berusaha meredakan tawanya.
"Oke.. Oke. Habisnya lo lucu sih, gemes deh gue!" Rein berucap sambil mencubit pipiku. Ku ulangi, REIN MENCUBIT PIPIKU! Ini harus di masukan ke dalam buku sejarah!
"Hey! Pakek ngelamun lagi!" aku kembali tersentak. Ini seriusan Rein? Ini anak kerasukan jin iprit deh kayaknya? Atau nggak mungkin dia lagi di rasukin sama kuntilanak penunggu pohon beringin di depan sekolah, atau di ras-
"Udah deh, nggak usah ngayal yang aneh-aneh tentang gue." dan mukaku kembali memerah. Ternyata dia tau kalau aku sedang menghayal yang aneh-aneh tentang dia kawan-kawan!
"Lo kenapa?" ujarku dengan tampang bingung. Dia tersenyum manis. Oh good! Rein tersenyum manis untukku!!
"Nggak kenapa-napa. ungkin hanya ingin memperbaiki kesalahan karna telah menyia-nyiakan seseorang?" Rein berucap sambil tersenyum dan menatap ke dalam mataku. Sedangkan aku? Aku masih belum bisa mencerna apa maksud dari ucapan Rein.
"Udah deh, mending kita ke kantin. Sebelum bel masuk." Rein berdiri dari dudukknya lalu menarikku untuk berdiri, setelah itu dia menggenggam tanganku, catat! MENGGENGGAM TANGANKU!
INI SUNGGUH SEJARAH BARU KAWAN!
Sepanjang perjalan ke kantin, semua orang memperhatikan aku dan Rein. Mungkin mereka bingung karna aku bisa menjinakkan Rein?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan
Non-Fiction(Done editing at 21 Juni 2017) Ini cerita tentang Ainun Keana Brave. Si gadis polos dengan segala kecerobohannya. Ini juga cerita tentang Rein Adelson Parker. Si Mr. Es batu dengan muka datar kayak papan triplek. Penasaran dengan mereka berdua? Chek...