BRUK!
Oh my Goddest...
Saat mendengar perkataan menyakitkan dari orang yang suaranya seperti Randi. Aku segera membuka pintu gudang dan mendapati muka terkejut dari dua orang yang berada di dalam gudang.
Dugaanku nggak salah...
Mereka adalah Rein dan Randi..
Tanpa bisa di cegah air mataku turun dengan sendirinya. Randi menatap terkejut ke arahku, sedangkan Rein? Dia menatapku dengan datar dan dingin, dan dengan itu.. Air mataku semakin deras mengalir.
"Rein.. Kamu—"
"Apa?! Lo udah denger kan?! Yaudah.. Kalau gitu gue nggak perlu repot-repot lagi bilang putus ke elo! Awas!" Rein memotong ucapanku dan secara tidak langsung dia memutuskanku. Dan parahnya lagi dia keluar dari gudang dan sengaja menabrak bahuku hingga aku sedikit terhuyung ke belakang.
Isakanku akhirnya lolos, aku memukul-mukul dadaku yang terasa semakin sesak. Apa ini?! Apa aku nggak berhak mendapat sedikit saja rasa cinta darinya?! Kenapa tuhan?!
"Ayi.. Udah!" Randi menahan tanganku yang semakin keras memukul dadaku. Aku jatuh terduduk di lantai gudang yang berdebu, aku menumpahkan semua rasa sesak yang berada di dalam dadaku. Tanpa perlu melihat ke arah Randi pun aku dapat merasakan tatapan iba darinya.
Kenapa hidupku semenyedihkan ini tuhan?!
Aku merasakan kepalaku berdenyut sakit. Samar-samar aku mendengar teriakan Randi, dan semuanya menggelap.
*
Randi POV
Pagi ini aku datang sedikit lebih awal. Kalian tahu? Aku datang lebih awal hanya untuk berbicara dengan Rein. Bagaimanapun aku nggak ingin di anggap sebagai perusak hubungan orang, dan juga aku ingin menyuruh Rein untuk menghentikan balas dendam bodohnya.
Kalian pasti nggak tau kalau Rein memacari Ayi hanya untuk balas dendam karna salah satu alasan Rara menolaknya adalah Ayi. Rein jahat? Sudah pasti.
Dapat ku lihat dengan jelas pancaran ketulusan di mata Ayi untuk Rein. Hanya Rein saja yang terlalu bodoh karna nggak bisa melihat itu dan lebih mementingkan dendamnya.
"Gue perlu bicara sama elo." ucapku datar begitu melihat Rein menaroh tas di mejanya yang kebetulan berada di depan mejaku.
"Ya udah, bicara aja." balas Rein tak kalah datar. Dia menoleh ke arahku dan memasang tampang flat andalannya itu.
"Nggak di sini, di taman belakang." aku berdiri dari dudukku lalu keluar kelas. Dapat ku rasakan Rein mengikut di belakangku.
Sebenarnya aku dan Rein adalah sahabat sejak SMP. Aku sangat akrab dengannya. Bahkan aku sering tidur di rumah Rein dan Rein sering tidur di rumahku. Kami sudah seperti saudara.
Tapi beberapa bulan terakhir ini dia berubah. Dia berubah semenjak mengejar Rara dan akhirnya dia di tolak karna Rara yang sudah mempunyai tunangan, juga karna Rara nggak ingin menusuk sahabatnya yaitu Ayi.
Semua orang tahu jika Ayi mengejar-ngejar Rein. Hanya Rein saja yang terlalu cuek dan selalu dingin terhadap Ayi.
Saat ingin berbelok ke tikungan sebelah kanan yang mana langsung menuju ke taman belakang sekolah, aku melihat dua orang siswa-siswi yang sedang bermesraan. Ugh! Aku sangat nggak suka pemandangan seperti itu. Akhirnya aku memutuskan untuk berbelok ke sebelah kiri yang langsung mengarah ke gudang, dan Rein hanya mengikut di belakang ku.
"Kita bicara di dalam." ucapku sambil menunjuk pintu gudang. Rein hanya mengangguk sebagai jawaban.
Kamipun masuk ke dalam gudang lalu menutup pintu. Untungnya di dalam gudang ini meskipun berdebu tetapi tidak gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan
Non-Fiction(Done editing at 21 Juni 2017) Ini cerita tentang Ainun Keana Brave. Si gadis polos dengan segala kecerobohannya. Ini juga cerita tentang Rein Adelson Parker. Si Mr. Es batu dengan muka datar kayak papan triplek. Penasaran dengan mereka berdua? Chek...