Rein POV
Aku berjalan di koridor sekolah dengan langkah yang tenang. Semua ketenanganku tiba-tiba buyar saat seorang gadis yang beberapa minggu terakhir ini selalu menggangguku datang menghampiriku.
"Hai Rein~" sapa Ayi.
Aku hanya melewatinya tanpa mau membalas sapaannya. Ku lihat dia mengikutiku dan berjalan di sampingku.
"Rein.. Waktu hari minggu, elo yang bawa gue pulang kan?" aku tersentak mendengar pertanyaannya.
Dari mana dia tau?
Ah, ya.
Pasti Bundanya yang memberi tahu.
"Kalau iya emang kenapa?" tanyaku dingin kepadanya. Ku lihat dia menunduk lalu mengangkat kepalanya dan tersenyum ke arahku.
"Nggak kok.. Nggak kenapa-napa.. Cuman, Makasih ya!" ucapnya lalu segera berlalu dari hadapanku.
Hm, Tumben dia tidak berbuat konyol.
Ayi sebenarnya adalah gadis yang manis, kulitnya putih bersih, rambutnya hitam panjang sepinggang dan bergelombang meskipun setiap ke sekolah dia selalu mengikat rambutnya, nggak pernah sekalipun aku melihat dia mengurai rambutnya.
Bukannya aku nggak tertarik sama dia.
Hanya saja,
Aku...
Sudah terlanjur menyukai...
Rara..
Iya, Rara sahabat Ayi.
Menurutku semanis-manisnya Ayi, Rara lebih manis karna sifatnya yang calm, berbeda dengan Ayi yang mempunyai beribu-ribu sifat aneh yang mampu menutupi kecantikannya.
Sejak pertama kali melihat Rara, aku sudah mulai tertarik kepadanya. Sekarang aku bukan hanya tertarik tetapi aku sudah sangat suka kepadanya.
Cinta? Entahlah? Untuk saat ini perasaanku hanya sebatas suka, aku belum bisa mengartikannya dalam kata cinta.
Aku sendiri bingung,
Cinta itu sebenarnya apa?
*
Ainun POV
Pagi ini aku melihat Rein berjalan sendirian di koridor sekolah. Aku segera menghampirinya.
"Hai Rein~" sapaku riang.
Dan dia hanya melewatiku tanpa mau susah-susah membalas sapaanku. Aku nggak menyerah sampai di situ. Aku mengikutinya dan berjalan di sampingnya.
"Rein.. Waktu hari minggu, elo yang bawa gue pulang kan?" tanyaku. Ku lihat dia sempat tersentak. Namun secepat kilat kembali menetralkan ekspresinya.
"Kalau iya emang kenapa?" tanyanya dingin.
Aku menundukkan kepalaku, berusaha menahan sesak yang kembali meradang di hatiku.
Dia nggak tau apa? Dengan kepeduliannya itu malah membuat harapan di dalam hatiku semakin berkembang?
Aku menghela nafas pelan, lalu mengangkat kepalaku dan tersenyum ke arahnya untuk menutupi rasa sesak yang berada di hatiku.
"Nggak kok.. Nggak kenapa-napa.. Cuman, makasih ya!" ujarku lalu segera berlalu dari hadapannya.
Aku berjalan ke arah taman belakang sekolah. Perlahan, aku duduk di bawah pohon besar yang ada di taman ini.
Aku mencoba mengatur nafasku yang memberat. Mataku memanas. Hatiku nyeri. Aku menutup mataku, berusaha menghalau air mata yang mungkin akan segera jatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan
Non-Fiction(Done editing at 21 Juni 2017) Ini cerita tentang Ainun Keana Brave. Si gadis polos dengan segala kecerobohannya. Ini juga cerita tentang Rein Adelson Parker. Si Mr. Es batu dengan muka datar kayak papan triplek. Penasaran dengan mereka berdua? Chek...