Eleventh : Cinta Sejati Tak Tergoyahkan

87 14 1
                                    

Pagi ini, Jason melangkah dengan begitu gusar di koridor kampus. Maklum, persoalan kehidupan pribadinya yang semakin pelik, membuat pemuda itu seolah tidak sanggup lagi bertahan. Untung dia mempunyai kekasih seperti Jessica, yang membuatnya tetap bersemangat dalam mejalani hidup. Ya, kali ini, hanya Jessica, satu-satunya alasan bagi Jason untuk ke kampus. Kalau tidak ada gadis itu, iapun merasa enggan ke kampus.

Begitu sampai di tangga, Jason berhenti, dan duduk disalah satu anak tangga. Ia menunduk dan di kepalanya berkecamuk berbagai persoalan. Mengapa hidupnya seolah tak pernah berhenti di rundung masalah? Oh Tuhan, rasanya aku sudah tidak sanggup lagi, bisik hati pemuda itu getir. Ada misteri apa dibalik kematian sang ayah, dan apakah memang lelaki bernama Hartono itu adalah ayahnya? Kalau bukan, lantas siapa sesungguhnya ayah Jason? Apakah ia masih hidup?

Tiba-tiba, sebuah sentuhan lembut di pundak Jason, sedikit membuat pemuda itu terjingkat. Ia mengangkat wajah dan menoleh ke samping. Seraut wajah cantik diliriknya, yang selalu menghadirkan rasa cinta tatkala Jason melihatnya. Yang selalu membuatnya tersenyum dan sejenak dapat melupakan masalah hidupnya. Jessica.

"Hai," bisik Jason tersenyum hambar.

"Kenapa?" tanya Jessica ikut duduk disamping pemuda itu.

"Tidak apa," jawab Jason dan mendengus.

"Sudah dibicarakan dengan mamamu tentang kecurigaanmu mengenai ayahmu?"

"Sudah. Tapi dia masih bungkam, belum mau bicara. Aku muak lama-lama begini. Aku tidak sanggup lagi," tukas Jason dan mulai menangis. Sebagai seorang lelaki, ia merasa malu jika harus menangis dihadapan kekasihnya. Namun karena sudah tidak sanggup lagi menahan beban hidup ini, akhirnya Jason membiarkan air mata menetes membasahi pipinya. Jessica mengusap pundak pemuda itu dengan perasaan penuh sayang. Sejenak kemudian, ia merebahkan kepala Jason dibahunya. Jason sesegukan. Ya, hanya di pundak kekasihnya itu ia bisa meluapkan emosinya. Begitupun sebaliknya, hanya di pundak Jason, tempat yang tepat bagi Jessica untuk berkeluh kesah.

"Tuhan tidak akan pernah tinggal diam, itu yang selalu kau tuturkan padaku. Apakah kau lupa?" tanya Jessica mengingatkan. "Dan pada awalnya, kau begitu kuat menjalani kehidupan ini. Namun kenapa sekarang kau mudah sekali rapuh?"

"Aku tidak sanggup lagi Jes. Aku sudah tidak sanggup. Aku muak. Dan kurasa Tuhan tidak pernah mendengar keluh kesahku," jawab Jason disela isaknya.

"Hus, jangan pernah bicara begitu. Tuhan tidak pernah tidur, Ia juga tidak pernah tuli. Ia selalu mendengar keluh kesah setiap umat-Nya. Dan yakinlah, jika waktunya telah tiba, semua akan indah pada waktunya," tukas Jessica. Perlahan, Jason mengangkat kepalanya dan menatap wajah kekasihnya itu dengan pandangan lekat. Ya, memang betul apa yang dikatakan Jessica.

"Aku sedang mencerna ucapanmu. Kau memang benar," bisik Jason tersenyum simpatik. Jessicapun balas tersenyum. Dulu dia yang selalu mencerna ucapan yang keluar dari mulut Jason, dan ia selalu berkata kalau apa yang diucapkan Jason adalah benar. Namun sekarang, justru Jasonlah yang mencerna ucapannya dan mengatakan kalau apa yang dikatakannya adalah benar. Maha Pengasih Tuhan, yang menciptakan manusia berpasang-pasangan. Jason dan Jessica sama-sama merasakannya. Bahwa mereka benar-benar saling melengkapi satu sama lain. Dan jika Tuhan tidak mengijinkan, tentu mereka tidak akan pernah bertemu. Ya, mereka bersyukur sekali karena Tuhan telah mengijinkan mereka untuk saling berjumpa dan dapat berkeluh kesah satu sama lain. Jason dapat berbagi cerita kepada Jessica, begitupun sebaliknya.

Tiba-tiba, dari kejauhan, Robert dan Terry yang tengah berjalan, mendadak berhenti melangkah tatkala melihat kedua muda-mudi itu bermesraan di tangga. Keduanya sama-sama geram dan menyorotkan pandangan penuh kebencian.

"Lihat mereka," bisik Robert pertama kali.

"Tenang saja. Hanya ada waktu sebentar lagi bagi mereka untuk terus bermesraan seperti itu. Karena aku sudah menyiapkan strategi khusus untuk membuat mereka berpisah," ungkap Terry penuh kebencian. Robert tersenyum sinis dan mengulurkan tangannya kepada gadis jutek itu. Terry menjabat uluran tangan Robert.

Jason & JessicaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang