Fourteenth : Calon Menantu

114 13 0
                                    

Pagi ini, Jessica berlari-lari disepanjang koridor mencari-cari keberadaan kekasihnya. Dan akhirnya, ia menemukan pemuda itu, seperti biasa, duduk lesu disalah satu anak tangga menuju lantai dua. Jessica tersenyum dan bergegas menghampiri pemuda yang begitu dicintainya itu. Kedatangan Jessica, membuat Jason menoleh dan memperbaiki sikap. Ia segera menghapus linangan air matanya. Jessica sempat mengernyitkan dahi tatkala melihat telapak tangan Jason yang sebelah kanan dibaluti perban.

"Kenapa tanganmu?" tanya gadis itu perhatian.

"Oh, ini," jawab Jason. "E... jatuh saat main basket," sambungnya berbohong.

"Oh. Ohya, aku membawa kabar gembira untukmu pagi ini,"

"Ohya? Apa itu?" tanya Jason antusias.

"Papaku sudah merestui hubungan kita. Dia bahkan meminta agar kau datang berkunjung kerumah untuk berkenalan dan makan malam bersama," tukas Jessica penuh kegirangan.

"Really? Syukurlah. Benar apa yang kukatakan bukan, kalau akhirnya papamu luluh juga. Apakah Jeanne mengatakan padanya tentang pertemuan kita kemaren?"

"Ya. Dan aku meyakinkan Papa kalau kau bukanlah pemuda berandal seperti perkiraannya," tukas Jessica. "Jadi nanti malam kerumah ya,"

"Nanti malam ya?"

"Iya. Aku akan suruh pembantuku untuk memasak masakan yang spesial untuk menyambut kedatanganmu,"

"Wah, kau repot-repot segala. Tidak usah terlalu berlebihan begitulah. Baiklah, kalau begitu nanti malam aku akan kesana," jawab Jason tersenyum simpatik.

"Siap. Ohya, tadi kau kenapa sih? Kelihatannya sedih sekali," komentar Jessica pula.

"Oh. Tidak apa," sahut Jason.

"Kau jangan berbohong. Kau tidak akan bisa membohongiku. Aku tahu kalau kau berbohong. Ada masalah lagi dengan mamamu?" terka Jessica. Jason perlahan mendengus dan beralih pandang. Ya, ia memang tidak bisa membohongi Jessica. Sejenak kemudian, ia memandang Jessica kembali. Dan gadis itu sepertinya masih mengharapkan penjelasannya.

"Ternyata Hartono itu bukan ayahku," bisik Jason penuh kehati-hatian. Sontak Jessica terjingkat dan terbelalak kaget.

"Jadi?"

"Ya. Dia bukan ayahku. Selama ini Mama membohongiku tentang kematian Papa. Sesungguhnya, ia sendiri sekarang tidak pernah tahu keberadaan Papa dan apakah ia masih hidup atau sudah meninggal. Nasibku sama sepertimu. Tapi kau sedikit beruntung, karena kau tidak pernah dibohongi. Bahkan kau punya foto ibumu. Sedangkan aku, aku dibohongi dan aku juga tidak punya foto ayahku. Aku benar-benar tidak tahu siapa sesungguhnya ayahku," terang Jason dengan air mata berlinang. Jessica merasakan apa yang dirasakan kekasihnya itu. Ia mengusap pundak Jason penuh rasa sayang, ada kepiluan yang sama yang ia rasakan. Dan perlahan, air matanyapun meleleh begitu saja.

"Sabar. Semua akan indah pada waktunya," tukas Jessica menenangkan hati kekasihnya. "Jika waktunya sudah tiba, Tuhan akan menyusun rangkaian cerita yang berserakan ini kembali, menjadi sebuah bentuk yang indah. Kita tidak pernah tahu kapan waktu itu akan tiba. Tugas kita sebagai manusia hanya bersabar dan terus berdoa kepada-Nya,"

"Ya. Kau benar. Terima kasih selama ini sudah menjadi kekasih yang baik bagiku, yang selalu mendengar curahan hatiku, yang jadi tempatku meluapkan emosi. Kau yang terbaik,"

"Sama-sama. Aku juga berterima kasih karena kau juga sudah melakukan itu bagiku," sambung Jessica tersenyum haru. Keduanya saling tersenyum dalam linangan air mata haru. Dalam hati mereka sama-sama berdoa, semoga saja waktu yang dinanti akan segera tiba. Waktu dimana semua akan menjadi indah seperti yang mereka harapkan.

Jason & JessicaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang