by sirhayani
part of zhkansas
—
Safa dan Dias sama-sama tiba di sekolah. Mereka memasuk gerbang sambil cerita-cerita. Maklum cewek. Bagi mereka, segala sesuatu bisa saja berjalan cepat karena terlalu terbawa suasana. Memang, jika hal-hal yang berkaitan dengan terbawa suasana semua yang lama jadi cepat, yang sakit jadi tak terasa. Sama halnya seperti seseorang yang merasa sejam hanya semenit saat mengobrol dengan pacar atau seperti kisah beberapa teman-teman Zulaikha yang terlalu terbawa suasana saat melihat ketampanan Nabi Yusuf sampai-sampai tangan mereka teriris pisau saat mengupas buah-buahan. Intinya, jangan terlalu terbawa suasana.
"Tungguin gue!" teriak Nabila di belakang mereka. "Tungguin dong, barengan ke kelas. Biar rame." Nabila menerobos di tengah-tengah. Cewek itu tersenyum lebar. "Wuih, lo berdua ternyata punya Kakak cowok. Selama ini kalian nggak cerita yaaa. Itu tadi kakak lo lo pada 'kan? Atau pacar?"
"Kakak," jawab Safa dan Dias bersamaan.
Nabila tersenyum penuh arti. "Comblangin gue dong dengan kakak elo berdua."
Dias mendelik. "Dua-duanya pengen lo gebet?"
"Abis gue bingung. Dua-duanya ganteng, sih. Ayolah kalian cerita tentang kakak kalian. Dikit aja. Hehehe. Lo dulu deh Safa."
Safa melirik Nabila dengan kesal. "Kakak gue udah kelas dua belas. Sekolah di SMA Antariksa. Namanya Ilham. Katanya dia nggak mau pacaran."
"Yaa." Kalimat terakhir yang dikatakan Safa membuat Nabila melengos. "Dias, Kakak elo gimana?"
"Anak sulung dari lima bersaudara. Namanya Arya. Sekarang kuliah semester tiga. Mantannya banyak. Kalau gue itung secara perkiraan, wih asek bahasa gue, Arya udah punya puluhan mantan. Setau gue dia itu playboy." Dias berhenti berbicara lalu melirik Nabila yang malah tersenyum. "Mau sama playboy?""Nggak apa apa deh," Nabila terkikik, "yang satu nggak mau pacaran, yang satu punya mantan banyak dan pacar banyak. Gue pilih mana ya?" tanya Nabila bingung.
"Emang kakak gue mau sama elo," kata Dias. "Cerewet. Mantan Kakak gue itu yang kata-katanya selalu di saring. Nggak ceplas ceplos."
"Iih, lo nyebelin banget. Comblangin gue dong! Comblangin." Nabila berhenti sesaat. "Tunggu, lo tadi bilang lima bersaudara? Banyak banget."
"Bagus dong. Rame," kata Safa. "Gue cuman punya satu saudara. Kak Ilham. Sepi. Nggak seru."
"Berarti gue dong yang tengah-tengah. Mm, gue berapa bersaudara ya? Kak Rafli, Kak Caca, gue—" Nabila terdiam sesaat, dia menatap jari-jari tangan kanannya. "Widih, gue bersaudara yang paling banyak. Ternyata gue enam bersaudara." Nabila menatap Dias di sampingnya. "Tapi, nyokap gue lima kali hamil. Jadi sama dengan nyokap elo, cuma ya, itu, gue punya adek kembar. Jadi kangen mereka. Gue lari ah, daah Safa sayang, Dias gendut."
Dias menatap kepergian Nabila dengan mata melotot. "Woi, gue nggak gendut! Enak aja. Bodi gue udah ideal. Gue udah itung kok. Nggak gendut," teriak Dias di sepanjang koridor. Dias melirik Safa di sampingnya, cewek itu terkekeh. "Sumpah Safa, gue nggak gendut. Berat badan gue cuman nambah tiga kilo doang. Lihat aja entar tu bocah. Nggak nyangka gue kalau si Nabila sifat dan sikapnya kayak gitu, dulu aja waktu MOS dia kenalan caranya imut banget, 'Nama kamu siapa? Aku Nabila.' sekarang kalau teriak-teriak kayak toak. Sering manggil gue nama binatang juga."
Safa tertawa. "Masalah begitu mah udah biasa. Itu tandanya, si Nabila merasa nyaman sama elo jadinya dia kalau ngomong udah nggak perlu disaring lagi."
Dias terdiam sesaat. "Iya juga sih," katanya membenarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandi's Style
Teen FictionSELESAI ✔️ "Lo tahu percepatan gravitasi bumi berapa? Sembilan koma delapan meter per sekon kuadrat. Dan gue butuh lebih dari angka itu di diri gue, supaya elo lebih tertarik ke gue." Namanya Sandi. Siswa SMA yang suka membuat kerusuhan bersama deng...