BAB 13

120K 6.9K 70
                                    

by sirhayani

part of zhkansas

__ 

Safa menatap kakaknya, Ilham, setelah mobil sedan berwarna hitam itu berhenti di depan SMA Angkasa. "Aku duluan."

"Tunggu!" Ilham menahan lengan Safa. "Gue mau ngomong bentar."

Safa menghela napas. Baru kali ini kakaknya itu ingin bicara serius. "Apa, Kak?"

"Lo masih sibuk dengan olimpiade lo itu?" Safa mengangguk. Pembicaraannya beberapa bulan yang lalu membuat Safa terbayang-bayang akan hal itu. Safa berdecak. Ilham itu keras. Sekali saja dia memerintahkan, Safa harus menurut.

Keinginan Ilham setelah dia lulus SMA, dia akan pindah bersama keluarga kecilnya ke kota lain, tempat dia ingin melanjutkan kuliahnya. Dan dia sangat tidak ingin meninggalkan Mama dan adiknya. Dia ingin meninggalkan kenangan-kenangan pahit yang ada di rumah lama itu.

Dan Safa? Dia belum siap untuk pisah dengan teman-teman barunya dan... cowok itu.

"Lo 'kan udah tahu kalau kita bakalan pindah. Harusnya lo bisa dong ngambil pilihan yang tepat, gimana kalau lo lolos ke tingkat provinsi?"

"Lagain Mama seneng kok aku bisa ikutan. Kak, kenapa nggak sekalian aja aku pindah kalau aku juga udah lulus?"

"Masih lama, Dek." Ilham menatap Safa, memberikan tatapan bahwa Safa tidak boleh membantahnya. "Katanya lo dideketin sama pentolan sekolah itu?"

Safa mendelik. Dia menggeleng. "Sandi anak baik-baik kok, Kak. Aku yakin."

Tatapan Ilham melembut. "Lo nggak tahu gimana terkenalnya Sandi di SMA Gerilya. Dia emang baru kelas sepuluh, tapi tawuran pertama kalinya, dia itu paling banyak ngebuat anak-anak Gerilya bonyok."

"Kak, tapi Sandi pasti punya alesan."

"Lo ngebela dia?" Ilham berdecak. "Mulai hari ini, kalau gue nggak bisa jemput lo, gue bakalan minta bantuan sama Gilang. Jangan naik bus lagi, apalagi lo diantar pulang sama Sandi."

Safa menatap kakaknya tak percaya. "Kak...!"

"Jangan sekali-kali lo berurusan sama cowok kayak dia."

Safa memejamkan matanya sesaat, lalu dengan cepat dia membuka pintu mobil dan keluar dari mobil itu tanpa mengucapkan salam perpisahan. Dia benar-benar kecewa dengan Ilham. Umur pacarannya dengan Sandi baru seumur jagung, tapi dengan santainya kakaknya itu menyuruhnya untuk memutuskan Sandi.

Dia tidak akan rela, selama perasaan itu masih bersemayam di hatinya.

μη

Pagi itu, Aristoteles, Thomas Alva Edison, dan Galileo alias Haris, Edo, dan Leo sudah berdiri di dekat pintu kelas X.9. Siswa-siswa yang lewat menunduk. Berusaha menunjukkan bahwa mereka menjunjung tinggi yang namanya senioritas di SMA Angkasa.

"Sandi mana?" tanya Haris, cowok jangkung berkumis tipis itu bertanya pada salah seorang siswi yang baru saja ingin masuk ke dalam kelas. Langkahnya terhenti karena dia merasa dirinya yang ditanya.

"Belum datang, Kak," jawab Nadia.

"Oh, ya udah. Thanks."

"Bisa berterimakasih juga?" tanya Nadia dalam hati. Dia pikir Kakak kelasnya itu sudah berada dalam tingkat berandal yang sudah berada dalam taraf tinggi.

"Eh, bro." Darwin tiba-tiba muncul dari belakang, membuat ketiga seniornya itu berbalik. "Ngapain pagi-pagi udah keluyuran? Biasanya dateng pagi menjelang siang." Satu jitakan mendarat di kepalanya. "Sorry," kata Darwin sambil meringis. "Nyariin siapa abang-abang?"

Sandi's StyleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang