BAB 9

157K 8.7K 470
                                    

by sirhayani

part of zhkansas

__

Siswa-siswi mulai heboh ketika ada kabar, "Bu Ros lagi periksa kerapian di kelas sebelah!"

Dan kelas yang belum dimasuki mulai panik, kecuali mereka yang tidak melanggar tata tertib. Berpakaian rapi, memakai dasi, sepatu hitam polos tanpa warna lain, tidak boleh pakai sepatu balet bagi siswi, kaos kaki putih, dan baju tidak boleh ketat. Untung belum ada peringatan, "Besok rambut harus rapi. Rambut untuk cowok harus satu senti. Ingat! Tidak boleh ada yang gondrong!"

"Assalamu'alaikum." Bu Ros tiba-tiba memasuki kelas X.9. Darwin melengos, padahal dengan santai tadi Sandi memberikannya amanah, "Bangunin gue kalau batang idung Bu Ros udah muncul." dan amanah itu baru beberapa detik yang lalu keluar dari mulut Sandi.

Darwin berdecak. Sandi sama sekali tidak mempersiapkan diri untuk diperiksa. Cowok di sampingnya itu masih berpenampilan... berantakan.

"Sandi? Bangun woi! Udah ada Bu Ros." Darwin berdecak. "Ya elah. Nih bocah main PS sampai jam berapa? Woi, bangun!"

Sandi hanya bergumam tak jelas.

"Selamat pagi anak-anak." Mata Bu Ros mulai memerhatikan penampilan siswa-siswinya dari depan. "Pagi, Bu..."

"Bagaimana? Ada yang melanggar?" Tidak ada yang menyahut. Perhatian Bu Ros yang tertuju pada siswa yang berada di paling pojok bagian belakang. "Itu Sandi 'kan?"

Darwin terkekeh ngeri. "Iya, Bu."

"Bawa dia ke sini."

"Masih tidur, Bu. Ibu masa tega narik anak orang yang lagi tidur? Coba bayangin deh kalau Sandi itu anak Ibu, pasti Ibu cayang-cayangin si Sandi," kata Darwin. Suara tawa lebih dominan di kelas itu daripada suara Bu Ros yang bergidik. Tangan Darwin sibuk mencolek pinggang Sandi, supaya orang itu bangun karena kegelian. "Sandi? Bu Ros!" bisik Darwin.

Sandi berdecak. Kepalanya terangkat dan senyumnya mengembang saat melihat tatapan tajam dari Bu Ros yang diberikan kepadanya.

"Sini kamu! Saya mau periksa." Bu Ros melambaikan tangannya membuat Sandi mau tak mau berdiri dan segera menuju Bu Ros, sebelum Bu Ros sendiri yang mendatanginya.

"Dasimu mana?" tanya Bu Ros. "Kenapa enggak ada?"

"Ketinggalan di rumah, Bu guru," jawab Sandi santai. Dia masih sempat menguap, di depan Bu Ros, teman-temannya, dan tak lupa ada Pak Anto yang hari itu memiliki jadwal mengajar di kelas X.9.

Bu Ros memerhatikan pakaian Sandi. Urakan. "Bajumu. Kasih masuk ke dalam celana." Bu Ros selalu seperti itu. Sudah seperti Mama Sandi saja. Cerewet.

Sandi memegang kancing bajunya.
"Eh, eh! Kamu mau ngapain? Kamu itu harusnya pakai singlet atau kaos. Bahaya kamu jadi siswa." Bu Ros panik. Bagaimana tidak? Sandi dengan santainya ingin membuka bajunya di depan banyak orang. Apalagi Sandi yang tidak memakai dalaman baju. Bu Ros berdecak kesal.

"Mau masukin baju ke dalam celana, Bu guru. Kan Bu guru yang suruh saya. Pertama-tama pastinya baju di buka dulu, habis itu bakalan saya masukin ke dalam celana. Beres 'kan?"

Rahang Bu Ros mengeras. Dengan geram dia menatap Pak Anto. "Pak. Saya permisi dulu."

"Mau ke mana, Bu?" tanya Pak Anto.
"Melapor ke Pak Rizal. Sandi ini salah satu anak buahnya Pak Rizal." Bu Roz menunjuk-nunjuk Sandi sebelum akhirnya dia keluar dari kelas.

Sandi's StyleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang