BAB 25

48.7K 3.6K 41
                                    

by sirhayani

part of zhkansas

__

"Jadi, besok kita ulangan."

Kebanyakan siswa di kelas itu berteriak heboh mendengar keinginan mendadak Bu Irawati. Besok memang ada jadwal pelajaran Kimia begitu pun dengan hari ini. Tetapi, permintaan Bu Irawati benar-benar membuat kelas itu heboh.

"Bu! Besok ada ulangan Matematika dan Sejarah, kalau ditambah ulangan Kimia kepala saya entar pecah, Bu," cerocos Nadia. Dia memegang kepalanya yang tambah pusing karena mendengar kabar tidak enak itu.

"Makanya, jangan baru belajar pada malam hari H. Itu risiko kalian sendiri." Bu Irawati memegang semua barangnya. Dia memberi kode kepada Eky untuk duduk. "Tidak usah disiapkan. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam..." Semua di kelas itu menjawab serentak. Setelah kepergian Bu Irawati, siswa-siswi kelas X.9 berhamburan keluar kelas untuk pulang ke rumah masing-masing.

Gue bakal ke kelas lo.

Jangan lari lagi, nanti gue capek ngejar lo. Eh, tapi, gue nggak bakalan nyerah, kok. Sekalipun lo lari ke ujung dunia.

Send

Sedangkan Sandi sejak tadi sibuk dengan ponselnya. Sejujurnya, dia mau mengajak Safa jalan-jalan. Tapi, Sandi masih bingung mau mengajaknya ke mana. Akhirnya, dia menengok ke samping kirinya di mana Darwin sedang sibuk menyalin catatan Kimia yang ada di papan tulis. Darwin memang begitu, rajin mendadak jika mendengar kalau besok ulangan.

"Win?"

"Hem..." Darwin hanya bergumam pelan. Dia benar-benar tidak bisa diganggu.

"Gue mau ngajakin cewek jalan, tapi ke mana, ya?"

Terdengar suara kekehan Darwin. "Mau ngajakin Safa jalan?" Sandi mengangguk. "Em, ice skating atau nggak Dufan."

"Okey, dua-duanya."

"Eh—" Darwin pikir Sandi memilih salah satunya. "Ajakin gue ya?"

"Enggak!" jawab Sandi cepat. Cowok itu terkekeh kemudian. "Gue nggak mau ada yang ganggu."

"Yaelah." Darwin memutar bola matanya. "Nasib... nasib. Beginilah nasib seorang jomblo," lanjut Darwin sambil menggeleng dramatis.

Sandi tertawa mendengarnya. Baginya, tak masalah dengan menjomblo. Tapi, Sandi rasanya tidak mungkin membiarkan Safa tidak punya pacar, kalau pun dia punya pacar, Sandi hanya mau dia yang jadi pacar Safa. Supaya tidak ada cowok lain yang berani mendekati Safa.

"Waduh." Darwin meringis pelan saat jiatakan keras mendarat di kepalanya. Kelakuan Sandi membuat Darwin geleng-geleng kepala, soalnya Darwin tidak suka diganggu jika sedang serius-seriusnya menulis.

Sandi berjalan keluar kelasnya untuk mnemui Safa.

μη

Gue bakal ke kelas lo.

Jangan lari lagi, nanti gue capek ngejar lo. Eh, tapi, gue nggak bakalan nyerah. Sekalipun lo lari ke ujung dunia.

Safa membaca pesan itu sambil tersenyum kikuk. Dia terus memerhatikan layar ponselnya dan tak sadar sejak tadi Dias menggeleng-geleng melihat tingkah Safa yang tidak biasa.

"Nggak mau pulang lo?"

Suara itu menyentakkan Safa dari lamunan. Sejak tadi bel pulang berbunyi dan Safa masih diam di bangkunya tanpa melihat situasi. Dia lalu menatap Dias di sampingnya. "Pulang lah."

Sandi's StyleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang