Bab 15

4K 170 2
                                    

FLA POV

Setelah Evander meninggalkanku sendiri, aku memutuskan untuk menyalakan televisi dengan harapan, cacing- cacingku dapat teralihkan perhatiannya dengan acara TV yang menarik. Tapi aku salah besar. Saat aku menyalakan TV, chanel pertama yang terpampang di layar televisi adalah chanel makanan. Oh Tuhann...

Lihat... lihat... OH-MA-I-GAT, itu kepiting gede banget yak? Ohhh.. bukannya teralihkan malah tambah semangat aja ni cacing membabi buta di perutku. Sialan, mana kelihatannya enak banget lagi. Tuhh.. tuh... bumbunya lumer...

Saat si pembawa acara lagi makan dan menjelaskan kepada penonton bagaimana rasa si kepiting itu, hal pertama yang terlintas di pikiranku adalah, turun dari ranjang, mengangakt TV.nya dan membantingnya. Jangan salahkan aku mengapa aku melakukannya. Salahkan si pembawa acara sialan itu yang dengan kurang ajarnya makan di depanku dengan ekspresi sangat menikmati.

Kalo aku bisa menembus layar TV itu dan masuk kedalamnya. Saat, aku bertemu dengan si pembawa acara itu, hal pertama yang kulakukan adalah mencekiknya hingga pingsan. Dan saat ia tak sadarkan diri, akan ku bawa kepiting beserta nasi sebakul itu kembali ke ruang rawat inapku.

Sayangnya itu hanya imajinasiku yang tak akan terjadi.

Saat aku sedang merutuki kemalanganku. Suara ketukan di pintu segera menyadarkanku dan mengangkat kepala. Saat mataku bertemu dengan orang yang mengetuk pintu barusan. Nafasku seperti tercekat, dunia seperti berputar-putar, waktu seperti berhenti berputar. Oke.. oke katakanlah aku berlebihan, tapi itulah kata-kata yang dapat mendeskripsikan pemandangan di depanku.

Dia...

Dia disana....

Tersenyum dengan sok manis, sambil membawa nampan. Berjalan mendekatiku dengan perlahan. Duduk di sebelah ranjangku, dan memandangku dengan tatapan takjub.

Oke.. oke.. aku tahu aku cantik, tapi tatapannya membuatku curiga.

"Hai, selamat pagi" setelah puas memandangiku, akhirnya ia mengatakan sesuatu. Sebelumnya kukira ia hanya ilusi, tetapi saat ia berkata, semua sudah jelas. Dia nyata.

"H...hai" suasana di sini sangat canggung.

"Gimana kabarmu? Akhirnya kita bertemu lagi" katanya dengan nada yang dibuat seolah-olah ia menanti kehadiranku. Memang dari nada bicaranya terlihat manis. Namun, aku tahu ia tak semanis kelihatannya.

"Ya." Jawabku pendek, dengan ekspresi kubuat secuek mungkin. Aku tak akan mengulangi kesalahnku seperti saat pertama kali aku melihatnya. Tidak ada lagi kata-kata manja. Tidak ada lagi pandangan memuja dan tidak akan ada lagi sakit hati.

"Kenapa kamu jadi cuek begini? Kamu tahu? Aku pengen cerita banyak sama kamu"

"Ya... ngomong aja kali"

"Oke.. aku pengen tanya sama kamu, kenapa kamu sekarang jadi cuek sama aku?"

"Tanyakan pada rumput yang bergoyang" Aku masih mempertahankan sikap cuekku. Mari kita lihat, seberapa besar usahanya untuk meluluhkanku kembali.

"Ayolah Fla, kenapa kamu jadi berubah seperti ini, kamu seperti bukan orang yang ku kenal?"

"Bukannya kita memang tidak pernah kenal?"

"Kenapa kamu bilang seperti itu? Kita bahkan pernah sempat makan bersama?" Kata-katanya malah membuatku mau tak mau kembali mengingat kejadian yang tak kuharapkan itu kembali berputar di otakku

"Makan bersama? Bersama siapa maksud Anda? Bersama seorang gadis cantik berpakaian minim di dalam restoran dan berpelukan mesra di depan banyak orang dan melupakan bahwa anda saat itu tengah bersama seorang gadis yang bahkan masih menggunakan pakian Rumah Sakit dan hampir dehidrasi di dalam mobil. Kita bahkan tidak pernah makan bersama!". Aku kehilangan kontrol, aku bahkan mengatakan semuanya dalam satu tarikan nafas dengan amarah yang meledak-ledak. Sedangkan ia memandangku dengan tatapan tak percaya.

My Lovely DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang