enam

6.8K 444 4
                                    

Semua berubah.

Semenjak dia pergi.

Semuanya berubah.

Tidak lagi sama.

Kata-kata itu lah yang terus menghantui pikiran Prilly. Semenjak kejadian itu, kejadian dimana ia dan Ali harus berpisah, Prilly menjadi pribadi yang beda.

Kini, ia sering mengurung dirinya dikamar. Enggan menyentuh makanan yang sengaja di bawakan Devo untuk dirinya. Devo sendiri hampir frustasi menghadapi adik semata wayangnya ini. Ia menyesal. Menyesal karena lalai menjaga Prilly. Ia menyesal karena membiarkan Prilly sakit hati.

Seperti saat ini, Devo hanya bisa menghela napas kasar melihat adiknya hanya duduk diam di atas ranjang. Pandangannya kosong, entah apa yang di pikirkan oleh Prilly.

Dengan hati-hati Devo melangkahkan kakinya pelan ke arah Prilly. Devo langsung merengkuh erat tubuh mungil Prilly. Namun, Prilly tetap diam. Tak merespon.

Seketika, air mata Devo turun dengan derasnya. Sungguh, ia tidak kuat melihat adik yang sangat ia sayangi menjadi seperti ini.

"Pril, ayolah! Abang mohon, jangan kayak gini. Mana Prilly-nya Abang yang ceria? Prilly-nya Abang ga kayak gini," ujar Devo lirih. Pelukannya pada Prilly masih sama seperti awal, erat. Seolah tak ingin Prilly pergi meninggalkannya seorang diri.

Perlahan, Devo merenggangkan pelukannya. Sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan Prilly, ia menatap sendu ke arah Prilly.

"Abang keluar sebentar, ya? Jangan lupa makan! I love you, my little princess." Devo mengecup singkat pucuk kepala Prilly setelah akhirnya berlalu pergi meninggalkan Prilly seorang diri di kamar yang bernuansa serba biru dengan pernak-pernik Doraemon yang menghiasi di setiap sudutnya.

Prilly menatap sendu ke arah pintu yang baru saja tertutup rapat. Tangannya terulur untuk mengusap kasar bagian wajahnya yang terasa basah karena air mata.

"Maafin Prilly, Bang."

Setelahnya, Prilly menghempaskan tubuhnya tepat di atas ranjang. Prilly meringkuk layaknya seorang bayi. Dalam diamnya, Prilly menangis. Menangisi pria yang seharusnya tidak ia tangisi.

***

Ali menatap sendu ke arah langit yang mulai gelap karena memang hari menjelang malam. Ali tertawa pelan mengingat sikap konyol-nya yang ia perbuat pada Prilly beberapa hari yang lalu.

Ali menghela napas kasar. Perlahan, senyum getir nampak menghiasi wajah tampannya. Sesaat kemudian, Ali memejamkan matanya, menikmati semilir angin malam yang terasa sejuk menyentuh pori-pori kulitnya.

"Maafin aku, Pril."

"Ali!" Seru wanita yang tiba-tiba datang lalu memeluk Ali dengan eratnya.

Mata Ali yang semula terpejam, kini terbuka. Dengan malas, Ali melirik singkat ke arah Liora.

"Kamu mau apa malam-malam kesini?" Tanya Ali tanpa menatap Liora.

Liora melepaskan pelukannya pada Ali, ia berdecak sebal melihat Ali-nya berubah! Dan itu, karena gadis sialan itu.

Lo harus terima akibat dari perbuatan lo, gadis sialan! Lo yang udah buat Ali berubah, dan gue ga terima itu! Tunggu pembalasan gue, Prilly cantik. Batin Liora sembari tersenyum jahat.

Liora melirik singkat ke arah Ali, dengan malas Liora berjalan pelan meninggalkan Ali yang masih asik dengan dunianya sendiri bersama langit malam.

Melihat Liora berlalu pergi meninggalkannya, Ali hanya tersenyum simpul.

Jujur, Ali masih ragu akan apa yang di inginkan hatinya. Satu sisi, ia nyaman bersama Prilly. Bahkan, ia merasa bahwa dirinya mulai mencintai gadis mungil itu. Namun di sisi lain, ia masih sangat mencintai Liora. Sahabat kecilnya, cinta pertamanya.

Ali menghela napas kasar sebelum akhirnya berlalu pergi meninggalkan balkon kamarnya. Ia enggan memikirkan itu semua saat ini. Memikirkan hal itu malah membuatnya makin bingung dan bimbang.

Ali memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Mengistirahatkan tubuh, hati, dan juga pikirannya. Biarlah masalah ini ia pikirkan esok hari. Perlahan, mata Ali mulai terpejam. Ali mulai larut ke alam mimpi yang indah, jauh dari rasa sakit yang ia hadapi di dunia nyata.

***

Prilly melangkah gontai ke arah taman, sesekali ia menghela napas panjang berusaha melupakan semuanya. Semua luka yang ada di hatinya. Namun, semuanya sia-sia. Karena nyatanya, luka yang ada di hatinya terlalu membekas hingga sulit di hilangkan.

Prilly menjatuhkan bokongnya di kursi yang memang di sediakan oleh pihak taman yang berada tak jauh dari rumahnya itu. Prilly memejamkan matanya, menikmati hembusan angin yang seakan menyapa dirinya.

"Tuhan, kenapa mencintai harus sesakit ini?" Lirih Prilly.

Tiba-tiba, Prilly merasakan kepalanya berdenyut. Pandangannya mulai memburam, hingga akhirnya Prilly terjatuh tak sadarkan diri.

Liora yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Prilly dari balik pohon besar, terbelak tak percaya melihat mangsa yang ia incar sudah tumbang terlebih dahulu sebelum ia berhasil melumpuhkannya.

Pengunjung taman yang memang melihat Prilly tak sadarkan diri langsung berbondong-bondong menghampiri Prilly untuk cepat membawa Prilly ke rumah sakit.

Liora diam-diam mengikuti beberapa pengunjung taman yang menolong Prilly untuk cepat di bawa ke rumah sakit.

Sesampainya Prilly di rumah sakit yang terbilang cukup besar di kawasan Jakarta ini, Prilly langsung di larikan ke Unit Gawat Darurat. Di balik pilar besar, Liora tersenyum sinis menatap kepergian Prilly yang langsung di bawa ke UGD untuk di tangani lebih lanjut.

"Semua baru akan di mulai, Prilly." Gumam Liora sinis.

***

Prilly mengerjapkan matanya beberapa kali, mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk tepat ke pupil matanya. Pandangannya masih sedikit memburam, mungkin efek karena ia tertidur terlalu lama.

Tangan Prilly yang terlihat pucat terulur untuk memegang kepalanya yang terasa pusing. Prilly menghela napas panjang saat menyadari bahwa kini ia tengah berada di rumah sakit. Bau obat-obatan sangat terasa di sini.

"Udah bangun Prilly-ku sayang?"

Prilly sontak menoleh saat mendapati suara yang berada tak jauh darinya. Mata Prilly terbelak kaget saat mendapati Liora ada disini, di sampingnya. Ia melihat Liora tersenyum kecil menatap dirinya. Namun, itu bukan senyuman manis yang tulus! Itu... senyuman yang terlihat mengerikan!

Seketika, Prilly merasa ngeri. Hawa di kamar inap yang Prilly tempati terasa berbeda. Prilly benar-benar takut melihat Liora yang terus berjalan mendekatinya. Ia benar-benar takut.

"Ma... mau apa kamu?"

"Aku gamau apa-apa, cantik. Aku hanya ingin kamu merasakan apa yang aku rasakan!" Ujar Liora lembut namun terkesan sinis.

Prilly membelak kaget mendengar ucapan Liora. Prilly terus menggeser tubuhnya ke belakang, mencoba menghindari Liora yang terus berjalan mendekatinya.

Liora tersenyum sinis melihat Prilly yang terus merangkak mundur menjauhi dirinya. Diam-diam, Liora mengeluarkan gunting yang sedari tadi ia simpan di kantung baju yang tengah ia kenakan kini.

Mata Prilly membulat melihat satu benda yang kini di genggam erat oleh Liora.

"Ka... kamu mau apa Liora? Jangan macam-macam, ku mohon," lirih Prilly.

"Nikmati saja Prilly sayang,"

"Aaaaaaah!"

***

13 April 2016
-Adinda & Sahlaa.

Haiiiii,ini aku Adinda alias @princessdinso (; aku bawa lanjutan LUKA nih,ayo merapat!!!!!:v jangan lupa vote dan comment ya? Makasih! Lafyu!;*

Salam,
AdindaSahla(;

LUKA {Aliando-Prilly}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang