dua belas

9.1K 437 26
                                    

Hari demi hari telah berlalu. Namun, kondisi Prilly makin memburuk membuat Devo benar-benar frustasi. Bahkan, Devo seperti orang yang kehilangan harapan hidup.

Dengan setia, Devo menemani Prilly setiap harinya. Bahkan, pekerjaannya yang seharusnya ia kerjakan di kantor, malah ia kerjakan disini. Di rumah sakit bersama Prilly. Untung saja, atasan Devo memaklumi keadaan Devo saat ini. Sehingga, ia bisa dengan tenang menjaga Prilly tanpa harus capek pulang pergi dari kantor ke rumah sakit.

Devo hanya pulang ke rumah jika ia ingin mengambil pakaiannya. Selebihnya, waktunya ia habiskan disini bersama Prilly.

Yang membuat Devo tidak tenang adalah sejak 5 hari yang lalu, Prilly terus saja memanggil-manggil nama Ali. Dokter Feri pernah menyarankan untuk segera pertemukan Ali dengan Prilly. Tapi, Devo tetap-lah Devo. Keras kepala. Ia sama sekali tidak menghiraukan saran Doker Feri. Karena menurutnya, mempertemukan Ali dengan Prilly, hanya membuat emosinya memuncak saja.

Saat ini, Devo baru saja selesai mandi. Ya, seperti biasa. Devo selalu mandi di ruang inap yang Prilly tempati. Baru saja ia ingin menjatuhkan bokongnya di sofa yang memang sudah di sediakan oleh pihak rumah sakit, suara Prilly membuatnya mengurungkan niatnya.

Perlahan, kaki besar Devo melangkah pelan mendekati ranjang Prilly. Di usap-nya singkat kening Prilly. Lalu dikecupnya dahi Prilly penuh kasih sayang. Harapan Devo hanya satu. Ia hanya ingin Prilly tetap disini, di sampingnya. Hanya itu.

Devo menarik kursi yang ada di samping ranjang Prilly, lalu menjatuhkan bokongnya di kursi itu. Kedua tangannya menggenggam erat tangan kanan Prilly yang penuh selang-selang infus. Matanya menatap dalam wajah Prilly yang masih tetap cantik walau tengah tertidur lelap seperti itu.

Sedetik kemudian, Devo mengecup singkat punggung tangan Prilly yang ada di genggamannya. Ia mengecupnya lama.

"Prill, bangun dong. Abang kangen! Apa kamu ga kangen sama Abang? Please, Pril. Bangun! Abang masih butuh kamu." Lirih Devo. Pandangan Devo tetap lurus ke wajah cantik Prilly yang terlihat memucat.

"Ali..."

Lagi.

Lagi dan lagi.

Devo harus mendengar suara Prilly yang memanggil nama Ali. Seketika, hati Devo memanas. Rasanya sakit saat mengingat Ali yang selalu menyakiti Prilly. Yang selalu membuat luka di hati Prilly.

Baru saja Devo ingin beranjak pergi untuk sekadar menenangkan hatinya yang tengah kacau, kehadiran Dokter Feri membuat Devo mengurungkan niatnya. Devo langsung membuntuti Dokter Feri yang beranjak mendekati ranjang Prilly.

"Ali..."

"Mas?" Panggil Dokter Feri yang membuat Devo sontak menoleh. Menatap Dokter Feri penuh tanda tanya.

"Ah, iya, Dok? Kenapa? Prilly baik-baik saja, kan?" Sahut Devo cepat.

"Begini, saran saya, Mas-nya cepat panggil orang bernama Ali. Mungkin saja, dengan hadirnya Ali? Prilly akan segera pulih." Jelas Dokter Feri yang sama sekali tak di sahuti oleh Devo.

"Mas?"

"Ah, iya?"

"Bagaimana saran saya?" Tanya Dokter Feri lagi.

"Nanti akan saya usahakan untuk membawa Ali kesini." Sahut Devo yang hanya di jawab anggukan oleh Dokter Feri.

"Baiklah kalau begitu. Tadi, saya telah menyuntikan obat untuk Prilly. Jika ada apa-apa? Cepat panggil saya. Saya permisi." Pamit Dokter Feri yang kemudian melenggang pergi meninggalkan Devo dan Prilly.

"Gaada cara lain." Gumam Devo sebelum akhirnya beranjak pergi meninggalkan Prilly seorang diri setelah mengecup singkat kening Prilly.

***

LUKA {Aliando-Prilly}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang