sebelas

6.7K 413 0
                                    

"Hari ini mungkin akan menjadi sebuah kenangan. Kenangan yang tak akan pernah bisa untuk dilupakan."

Hari demi hari telah Prilly lewati. Prilly mencoba lebih tegar, lebih sabar dalam menghadapi semuanya. Walaupun kini Prilly sudah sangat lelah dengan semuanya. Prilly masih berjuang. Berujuang akan hidupnya yang bisa di pastikan tidak akan lama lagi. Namun, dalam hidupnya yang penuh perjuangan, hanya ada satu nama yang mampu membuat semangatnya menjadi menggebu. Yaitu, Arkana Ali Firmansyah. Pria yang sampai saat ini masih sangat di cintainya.

Hari ini adalah hari dimana Prilly akan pergi kemoterapi untuk ke empat kalinya. Efeknya kini semakin menjadi. Mata Prilly mulai merabun, Rambut Prilly kini sudah mulai habis. Saat ini Prilly selalu memakai kupluk-nya untuk menutupi kepalanya yang mulai botak tak ber-rambut.

Mengingat itu semua membuat Prilly ingin menjerit sekencang yang ia bisa. Ingin menangis sejadi-jadinya. Namun, apa daya-nya? Semuanya pasti hanya sia-sia. Percuma ia mengeluh, menangis, dan berteriak se-kencang apapun. Karena nyatanya, Prilly tak dapat merubah takdir yang harus menggariskannya harus seperti ini.

"Prill, kamu udah siap?" tanya Devo sembari berjalan pelan menghampiri Prilly yang kini tengah duduk di ranjang kamarnya. Prilly menoleh ke arah Devo lalu tersenyum lembut.

"Bang, berapa kali lagi Prilly harus ngelakuin kemoterapi? Prilly udah capek, Bang." lirih Prilly.

Hati Devo seperti tersayat-sayat oleh pisau kecil namun tajam ketika ia mendengar ucapan Prilly.

"Percuma, Bang. Prilly di kemoterapi kalau ujung-ujungnya Prilly bakalan ninggalin kalian, juga." ucap Prilly.

"Kamu jangan ngomong kaya gitu, Prill! Abang yakin kamu pasti sembuh!" ucap Devo menyemangati adiknya. Namun, ia pun memang mengharapkan kesembuhan Prilly. Karena saat ini, hanya Prilly-lah yang ia punya.

"Ya, Tuhan. Kenapa ga hamba aja yang mengalami penyakit itu? Hamba tidak kuat melihat adik yang paling hamba sayangi menderita seperti ini. Dia sudah cukup terluka, Tuhan." Batin Devo menjerit tak terima.

Prilly menggeleng pelan mengelak ucapan Abang-nya.

"Rambut Prilly sekarang udah habis, Bang. Mata Prilly sekarang udah rabun. Dan sekarang Prilly juga udah enggak bisa jalan! Prilly tinggal nunggu kematian Prilly aja, Bang." Teriak Prilly yang mulai terisak. Sungguh, ia tidak kuat dengan semua ini.

Air mata yang sedari di tahan kuat-kuat oleh Prilly, kini tumpah, juga.

"Prilly yang sekarang bukan lagi Prilly yang dulu, Bang. Prilly yang sekarang selalu nyusahin Abang!" lirih Prilly.

Devo menggeleng tegas.

"Dengerin Abang ya, Prill? Mau Prilly yang dulu ataupun Prilly yang sekarang? Rasa sayang Abang masih tetap sama. Bahkan, sekarang jauh lebih besar." Ujar Devo menjelaskan.

Prilly terisak, tangisnya benar-benar pecah sekarang.

"Tapi, Bang. Prilly sekarang udah enggak bisa apa-apa lagi.Prilly yang sekarang itu rapuh dan lemah, Bang." ucap Prilly pelan.

"Prill, kamu dengerin Abang, ya? Walaupun rambut kamu udah habis? Kamu masih tetap cantik, sayang. kamu masih Prilly yang dulu. Kamu enggak berubah di mata Abang. Sama sekali ga berubah." Lirih Devo.

Kini, Devo merengkuh tubuh Prilly. Membawanya ke dalam Pelukan hangat yang nyaman milik Devo. Tak sadari, Devo juga ikut menangis. Devo seperti merasakan kesedihan adiknya. Tapi kini, Devo bisa apa selain ia menyemangati adiknya? Supaya Prilly tetap berjuang melawan penyakitnya.

Tubuh yang selalu Devo peluk, kini semakin hari semakin ramping. Berbeda waktu dulu saat Prilly masih sehat. Dulu, tubuh Prilly berisi. Kini, wajah Prilly pun semakin hari semakin memucat. Devo dengan cepat menghapus Air mata Prilly yang terus menglir dengan derasnya dari mata indahnya. Lalu, dengan perlahan ia melepaskan dekapannya.

LUKA {Aliando-Prilly}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang