Us, trust, a couple of things i can't spell without you.
***
"Selena?" Justin terlihat kaget saat melihat Selena sudah berada diteras rumahnya. Aku yang berencana mampir kerumah Justin untuk beristirahat. Namun kubatalkan, karena tidak ingin menganggu mereka. Hari ini aku memang benar-benar kalah.
Aku berjalan mundur dengan perlahan lalu meninggalkan Justin yang sedang menatap Selena lekat. Seperti anak kecil melihat permen di etalase.
Aku berjalan menuju rumahku. Sore ini, udaranya cukup dingin. Sehingga aku harus memasukkan tanganku kedalam saku jaket. Tidak ada teman, hanya sendiri. Lengkap sekali cerita untuk hari ini.
"Caitlin ... wait." Suara itu memanggilku dari jauh. Aku mempercepat langkahku agar dia tidak mengejarku. Aku salah. Namaku tetap dipanggil dan suara itu makin mendekat. Orang itu akhirnya berdiri dihadapanku. Justin. Aku hanya menunduk karena tidak ingin melihat wajahnya.
Dia menyentuh daguku dan membuatku menatap wajahnya. "Kau kenapa pergi? Aku tidak menyuruhmu pulang. Ayo kita beristirahat dirumah. Tidak usah pedulikan Selena." Dia merangkulku dan kami berjalan lagi menuju rumahnya.
Setelah sampai, aku duduk diteras. Bersebelahan dengan Selena. Aku hanya diam, mencoba untuk tidak mempedulikannya. Sesuai instrtuksi Justin. Dia masuk kerumahnya sebentar untuk mengganti baju.
"Um ... Caitlin ... you know i was Justin's ex girlfriend." Aku menolehnya dengan cepat. Aku hanya tersenyum tipis.
"So was i, Selena. Just go to your point." Nada suaraku mulai meninggi. Kulihat Selena kesal. Aku tidak peduli. Yang aku pikirkan sekarang adalah kenapa Justin tidak muncul-muncul juga.
"Well ... you better leave him. He belongs to me. Not you." Dia tersenyum licik. Lalu dia pergi dengan mobil SUV yang baru saja datang untuk menjemputnya. Aku melihatnya berlalu. Wanita itu sungguh aneh.
"Hey, where's Selena?" Dia telat sekali. Dia baru muncul saat Selena sudah pulang. Aku hanya mengangkat bahuku. Lalu dia duduk disebelahku. "Kau tidak diancamnya atau diperlakukannya kasar?"
Aku hanya menggeleng pelan dan mengambil minuman yang sudah Justin pegang ditangan kanannya.
***
"She said she belongs to Justin and i should leave him. How crazy was that?" Kataku berteriak didalam kamar mandi ketika menelepon Theo. Dia tidak terlalu banyak berkomentar.
"What creature was she? A devil? I don't know, Cait. Just don't give up on your love to Justin. You should fight it. Never give up." Aku menanggapinya dengan kata 'ya'. Apakah Justin pantas untuk diperjuangkan? Aku takut salah langkah.
"Okay. Thanks Theo. Bye." Aku mematikan panggilan dan duduk dikursi. Aku ragu. Apakah aku akan berjuang atau merelakan Justin? Aku tidak mau berjuang sendiri.
"Sister, you have a company." Christian berteriak dari lantai bawah. Apa itu Justin? Aku langsung berlari menuruni tangga dan sampailah aku di ruang tamu. Tebak apa? Bukan Justin. Melainkan orang yang mencoba melecehkanku dulu. Dengan berat hati aku duduk di sofa ruang tamu dan mencoba untuk menatap wajahnya.
"Sorry Caitlin, i just want to give you this. From my mother." Dia menaruh kotak berukuran sedang di meja. Kotak itu terbungkus kertas kado berwarna merah jambu dan terdapat pita sebagai pemanis. Lalu Daniel keluar dari rumahku tanpa berpamitan. Itu yang ku harapkan darinya. Keluar dari rumahku.
Aku mengambil kotak itu dan berjalan menaiki tangga untuk menuju kamar. Langkahku terhenti karena Christian memanggilku, "Kau mendapat hadiah dari mantan pacarmu? Sungguh romantis." Dia terkekeh sedangkan aku memutar bola mataku dan pergi menuju kamar. Tidak ada yang tahu kejadian dimana Dan mencoba melakukan 'itu' kecuali Theo dan Justin. Aku tidak mau semua orang tahu.
Aku meraba bungkus kertas merah jambu ini. Baik sekali Martha, ibu Dan memberikanku hadiah. Aku merobek kertas tersebut untuk melihat apa hadiahnya. Aku tersenyum dan meneteskan air mata. Dia mengingat apa yang aku inginkan dulu, sepatu hak tinggi berwarna merah dengan hiasan bubuk berkilau. Aku langsung memakainya dan ini pas dengan ukuran kakiku. Aku sungguh takjub karena saat aku menginginkan sepatu ini, umurku baru 14 tahun. Sekarang umurku sudah 21 tahun. Apakah sedetail itu Martha mengingat ukuran sepatuku?
Aku terdiam saat pintu kamarku dibuka. Aku menoleh dan melihat Justin berada di depan pintu.
"You got a nice heels." Justin mulai mendekat padaku dan merangkul pinggangku.
------
KAMU SEDANG MEMBACA
(Finished) Changed
FanfictionEverybody in this world changed. Including you and me. But you've changed much, Justin. [It's only 500-600 words per part] [So i updated much]