The don't know what we benn through, the don't know about me and you.
***
"How's it going?" Kata Scooter tanpa basa-basi. Tidak ada sapaan saat panggilan ini tersambung.
"You know, we're good. Sepertinya ada kemajuan. Tapi, begitulah. Selena sepertinya ingin Justin kembali bersamanya. Kemarin saja dia datang kerumah Justin." Sedari tadi aku mundar-mandir. Aku sedikit gelisah.
"Jangan terlalu memikirkan wanita itu. Fokus saja terhadap Justin. Beberapa langkah lagi kalian akan bersama. Mungkin, kalian benar-benar ditakdirkan bersama." Aku tersenyum. Tersenyum karena Scooter berkata seperti itu. Lega sekali ternyata Scooter mendukung kami.
"Okay, thanks Scott." Aku mematikan panggilan lalu turun kebawah untuk mencari Christian. Aku tidak menemukan dia dimanapun. Mungkin dia pergi bersama temannya? Begitupun dengan ayah dan ibu. Apa mereka pergi bersama? Kenapa tidak mengajakku? Menyebalkan. Aku duduk diruang tamu untuk menunggu mereka pulang.
Benar saja, pintu dibuka dan masuklah ayah, ibu dan Christian dengan raut wajah yang sangat bahagia. Aku menatapnya dengan wajah cemberut.
"Honey, i thought you still sleep." Ibu terlihat kaget melihat aku yang duduk disini. Aku hanya memasang muka sedih lalu naik keatas untuk kekamar. Tidak ada panggilan dari mereka. Gagal dramaku hari ini. Terpaksa aku turun lagi. Mereka makin heran melihatku yang turun lagi.
"Aku pikir kau tadi merajuk." Christian mengejek. Aku hanya diam tidak mempedulikannya. Ayah dan ibu hanya tertawa melihat tingkahku dan Christian. "Cait, kau mau tidak menemaniku ke rumah Justin? Kau tahu, urusan lelaki."
Aku mengangguk pelan lalu berpamitan pada ayah dan ibu. Kebetulan aku sudah mandi, jadi tidak perlu repot untuk pergi kerumah Justin. Aku berjalan bersebelahan dengan Christian. Tidak naik kendaraan.
Setibanya didepan rumah Justin, pemandangan kelabu itu muncul. Tidak, tidak. Aku tidak boleh memasang wajah kesal atau sedih. Aku dengan terpaksa memasang wajah tersenyum.
"Yo bro, what's up?" Justin memeluk Christian lalu langsung masuk kedalam tanpa menghiraukanku. Kebiasaan sekali. Masalahnya sekarang aku disini, di teras ini, bersama Selena, lagi. Tolong aku Tuhan, mengapa aku sial seperti ini. Sepertinya 1 bulan ini sudah kusia-siakan dengan hal yang tidak penting.
Aku hanya melemparkan senyum tipis pada Selena dan tidak dibalasnya. Angkuh sekali wanita itu. Aku hanya duduk di kursi yang jauh dari wanita itu. "Caitlin ...," panggilnya pelan. Aku mencoba untuk tidak menghiraukannya. Namun hatiku tidak bisa. Dengan terpaksa aku menjawab panggilanya.
"Apa?" Aku bertanya dengan singkat
"Well ... aku lahir di Meksiko. Lalu saat Sekolah Dasar, ibuku memutuskan pindah ke kota Stratford. Aku berteman dengan beberapa anak saja. Aku tidak terlalu terbuka dengan orang luar. Menginjak Sekolah Menengah Pertama, aku bertemu dengan Justin. Dia terlihat seperti bocah cupu yang belum mengerti apa-apa. Aku dan teman-temanku bertaruh kalau aku bisa mendapatkannya dalam seminggu, aku akan ditraktir oleh teman-temanku. Aku langsung menerima tawaran itu. Seminggu kemudian, kau tahu, kami dekat. Sebetulnya pada saat itu belum ada konfirmasi kalau kami berpacaran." Dia terdiam sejenak dam aku mendengarkannya dengan seksama.
"Tapi dia menganggapku sebagai pacarnya. Sebulan telah berlalu, aku memiliki perasaan padanya. Perasaan itu timbul seiring waktu. Dan aku memutuskan untuk menjalani suatu hubungan dengannya. Sampai saat kelulusan, dia memutuskanku. Karena dia merasa tidak cocok lagi denganku. Terang saja aku tidak rela." Wajah Selena mulai merah. "Aku bersumpah padanya suatu saat nanti aku akan membuatnya kembali padaku."
Dia mulai menangis. Aku hanya bisa terdiam melihatnya. Lalu dia melanjutkannya lagi.
"Saat dia SMA, aku mendengar kalau dia berpacaran denganmu. Aku tidak rela. Saat karirnya sudah mulai memuncak, aku mengikuti jejaknya. Dengan harapan aku bisa bertemu dengannya lagi. Namun butuh waktu yang lama. Sampai pada akhirnya aku bertemu dengannya lagi. Banyak perubahan darinya." Disini aku yang mulai menitihkan air mata. Dia memang nekat sekali.
"Dia semakin tinggi, tampan, dan sangat mudah untuk kurebut. Dan terbukti waktu itu dia memilihku dan meninggalkanmu. Salah satu strategiku untuk menaikkan namaku." Aku hanya memutar bola mataku mendengarnya. "Namun bodohnya aku, ketahuan berselingkuh dengan James Franco, lawan mainku di filmku yang terbaru. Dia memutuskanku dan kudengar dia beristirahat dari dunia musik. Maka dari itu aku kemari untuk mendekatinya lagi."
Dia mulai berdiri dari tempat dia duduk disebelahku, "Tapi kelihatannya dia ingin kembali bersamamu. Aku akan melakukan segala cara untuk merebutnya kembali." Dia menggenggam pundakku erat. Aku menepis tangannya.
"Dan aku akan melakukan segala cara agar kau tidak merebutnya dariku. Apa kau tidak berpikir kau sudah menyakitinya." Saat Selena akan membalas, Justin dan Christian keluar. Syukurlah perang mulut ini tertunda.
"Aku pulang dulu, Justin." Selena mencium pipi Justin lalu pulang dengan mobil SUV yang sudah menunggunya dari tadi.
------
KAMU SEDANG MEMBACA
(Finished) Changed
FanfictionEverybody in this world changed. Including you and me. But you've changed much, Justin. [It's only 500-600 words per part] [So i updated much]