Dad

1.3K 114 1
                                    

Ask me what's my best side, i'll stand back and point at you.

***

Hari ini tepat sudah 2 bulan aku menganggur. Aku sudah membuang waktuku dengan bermalas-malasan, bermain dengan Christian dam Justin, dan entah apa lagi kegiatan yang sudah kulakukan. Aku rasa aku telah lupa dengan pelajaran kuliahku dulu.

Aku menutup mukaku dengan bantal.
Aku berharap, 1 bulan terakhir ini akan bermanfaat dan tidak sia-sia.

Pintu kamarku diketuk. Aku langsung membukanya dengan cepat. Ayah yang berdiri didepan pintu. Aku langsung menyeringai.

"Ayo kita pergi. Ayah ingin menghabiskan hari ini dengan anak perempuanku." Aku langsung menutup pintu, menguncinya dan langsung berganti pakaian. Yeay! Hari ini aku akan pergi. Tak lupa aku memberi kabar pada Justin. Berjaga-jaga kalau saja hari ini dia juga ingin mengajakku pergi.

Setelah siap, dengan memakai dress santai selutut, cardigan, tas selempang kecil dan sandal jepit, aku langsung turun kebawah dan berpamitan kepada ibu. Lalu aku masuk kemobil untuk pergi dengan ayah.

"Kita akan kemana?" Tanyaku. Ayah hanya tersenyum lalu kami pun berangkat.

Selama perjalanan, aku dan ayah tidak terlalu banyak berbicara. Ayah menikmati musik yang dinyalakannya dan aku mengamati jalanan yang sudah dilalui sejak dari rumah. Banyaknya orang yang berjalan, rimbunnya pepohonan, bahkan banyaknya mobil yang terdapat dijalan raya. Aku semakin penasaran kami akan kemana.

Ayah memarkirkan mobilnya di tempat parkir disebuah bar. Seperti mengenal tempat ini. Ayah pun turun dari mobil duluan dan aku ikut menyusulnya. Sesampai didalam bar, ayah duduk di kursi dan aku mengikutinya. Pelayan membawa 2 gelas kecil dan minuman. Ayah menuangkan sedikit minuman itu ke 2 gelas yang ada. Ayah meneguk minuman itu dan aku hanya diam melihatnya.

Mataku memperhatikan seisi ruangan yang cukup besar dan ramai. Berbagai minuman yang terpampang di lemari, meja bilyar dan seorang pramutama bar yang wajahnya tidak asing. Terang saja, aku dulu sering kesini bersama Dan, Farel, Adam, Sharon dan Jessica. Semuanya terasa familiar.

Aku mendorong gelas yang berisi minuman itu dari hadapanku dan memberikannya ke ayah. Aku sudah selesai berurusan dengan minuman itu. Ayah hanya tersenyum.

"Dulu, kau sering kesini bersama Daniel dan temanmu yang lain untuk bermabuk-mabukan. Sekarang kau sudah berubah, Cait." Aku menunduk malu. Aku mengingat masa laluku yang memalukan itu. Ayah tersenyum lalu mengusap rambutku.

"Berkat Justin, kau sudah berubah. Kau tidak menjadi anak nakal lagi. Kau benar-benar berubah, nak. Aku tak menyangka kalau kau akan menjadi baik seperti ini. Coba kalau kau tidak mengenal Justin. Kau akan selalu adu mulut dengan ayahmu, kau sudah pasti tidak akan ku kuliahkan. Dan yang pasti, kau tidak akan tinggal dirumahku." Aku dan ayah tertawa bersama. Terima kasih Justin. Karena kau, aku dan ayah bisa bercanda tawa bersama.

"Kau sudah 21 tahun sekarang, Caitlin. Sebentar lagi kau akan bekerja. Mungkin diperusahaanku, atau di perusahaan lain." Ayah menepuk pundakku pelan. Aku menggenggam tangan ayah.

Aku tetap mendengarkannya. "Mungkin sebentar lagi atau nanti anak perempuanku akan segera menikah. Entah dengan Justin atau Daniel atau Theo. Atau mungkin dengan pria lain pilihanmu. Ayah hanya berharap yang terbaik untukmu, Caitlin. Aku tidak bisa mendengar anaku disakiti oleh laki-laki lain. Ayah ingin melihatmu bahagia dengan pria pilihanmu. Kudengar, kau sudah bersama Justin lagi?" Aku mengangguk sambil menghapus air mataku yang jatuh karena mendengar ayah.

"Kalau kau bahagia dengannya, ayah akan melepaskanmu untuk Justin. Kau tinggal melanjutkan hubungan kalian sampai pada saatnya kalian siap untuk menikah." Air mataku tidak berhenti menetes. Aku terharu mendengarnya. "Aku tidak sabar mengantar anak perempuanku ke altar. Aku akan merasakan hal itu, Cait. Ayah, ibu, Christian, dan keluarga Justin akan menjadi saksi pernikahan kalian."

Aku tak menyangka ayah akan berpidato dan sukses membuatku menangis. Beruntungnya aku mempunyai ayah seperti dia. Ayah melanjutkan minum sedangkan aku mengambil handphoneku dari tas. Ada notifikasi pesan dari Justin. Dia membalas pesanku. Aku hanya membacanya dan memasukkan lagi handphoneku ke tas.

Semoga saja aku dan Justin bisa bersatu seperti mimpi yang kami buat dulu. Menikah dan berbulan madu di pulau Hawaii, memiliki 3 anak, punya rumah impian dan hidup bahagia selamanya.

------

(Finished) ChangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang