New Life, Again.

1.2K 105 0
                                    

If you want the best for us, like i want the best for us, and we gotta learn to trust right now.

***

"Jadi hari ini kau akan wawancara?" Suara Justin mengejutkanku saat aku membuka pintu kamarku untuk menuju kebawah dan pergi. Dia tertawa melihatku yang terkejut. Tanpa meminta ijin, dia langsung menggendongku seperti orang pingsan dan membawaku kebawah. Aku memegangnya erat supaya tidak jatuh.

Setelah sampai lantai bawah, aku dituruninya dan aku langsung ke arah kulkas. Aku membaca catatan kecil yang dibuat di kulkas yang bertuliskan 'ayah kerja, ibu ada urusan dan Christian kuliah'.

Aku membuka pintu kulkas dan mengambil minuman kaleng. Tak lupa aku mengambil dua untuk Justin juga.

"Aku mau pergi untuk wawancara," kataku sambil berjalan menuju pintu. "Kau mau kemana sekarang?" Aku membuka pintu dan melihat halaman rumahku yang tidak ada satupun mobil terparkir.

"Mengantar pacarku pergi untuk wawancara, obviously." Aku hanya menyeringai. Mungkin Justin memang ditardirkan untuk menjadi penyelamatku hari ini.

"Okay, let's go babe." Aku dan Justin berjalan menuju mobilnya.

Selama perjalanan, aku dan Justin bernyanyi dengan semangatnya. Katanya untuk menghilangkan rasa gugupku nanti saat wawancara.

Setelah sampai diperusahaan, aku masuk kedalam gedung dan Justin menunggu dimobil. Aku berjalan dengan penuh percaya diri. Namun aku tetap gugup. Gugup apakah aku akan diterima atau tidak.

-

Aku berlari dengan mulut yang kututup dengan tanganku ke mobil. Aku langsung memeluk Justin yang berdiri menungguku. Aku menangis dalam pelukannya.

"Hey sweetheart, what's going on?" Dia mengelus rambutku. Dan aku makin menangis.

"Aku ... aku diterima." Aku melepas pelukannya dan menatapnya. Dia tersenyum lalu memelukku lagi dengan erat. Sangat erat, sampai aku susah bernafas.

"Congratulation my baby girl. C'mon let's celebrate it." Aku dan Justin masuk kemobil untuk pergi ke tempat kami akan merayakan hari bahagia ini.

"Close your eyes, we almost there." Dengan terpaksa aku menutup mataku. Lalu kurasakan mobil terparkir. Mesin mobil berhenti dan aku dituntun memasuki sebuah ruangan yang sepi, terasa gelap.

Aku disuruh membuka mataku dan aku membukanya perlahan.

"Surprise!" Kulihat ayah, ibu, Christian dan Pattie sedang berdiri memegang tulisan 'Congratulation Caitlin'. Aku berjalan kearah mereka dan memeluk satu persatu.

Kami duduk dikursi yang telah disediakan. Lalu pelayan membawakan hidangan utama yang sudah dipesan sebelumnya, mungkin.

"Bagaimana kalian tahu kalau aku diterima? Bukankan kalian sibuk dengan urusan kalian?" Aku bertanya disela makan siang. Semua mata mengarah pada Justin. Terang saja, dia yang bersamaku sejak tadi. Aku mengangguk lalu melanjutkan makan.

"Kau akan bekerja di perusahaan cabang mana?" Tanya ayah. Aku langsung tersedak karena terkejut. Aku lupa memberitahu Justin dimana aku akan ditempatkan.

"Um ... Hell's Kitchen, New York." Kuperhatikan semua terdiam. Tidak ada yang melanjutkan perbincangan ini lagi. Memangnya kenapa?

"That's cool baby girl." Hanya Justin yang tiba-tiba merespon dan mencoba mencairkan suasana canggung ini.

Lalu makan siang ini dilanjutkan seperti biasa.

***

"Yang benar saja, Caitlin. Kau baru saja 3 bulan disini. Sekarang kau mau pergi lagi?" Christian mencegahku masuk kedalam bandara. "Tolong, jangan bekerja. Kau dirumah saja. Ayah masih bisa menghidupi kita."

Air mata Christian pun tumpah. Aku tidak tega melihatnya dan melepas pegangan koper untuk memeluknya. "Jangan menangis, big boy. Kita masih bisa bertelepon ria. Okay?" Aku melepas pelukannya dan mencium pipinya. Hal yang jarang kulakukan kepada Christian. Kalian tahu, canggung.

Aku berpamitan kepada ayah, ibu, Christian dan Pattie. Aku sudah berpamitan pada Justin, karena dia sudah pergi ke LA duluan. He'll back to his world. Lalu aku masuk kedalam bandara. Dan bayangan mereka perlahan menghilang.

-

"Baby i'm here." Aku menelepon Justin ketika telah sampai di apartemen di Hell's Kitchen. Not a bad city.

"Oh really? Is that city cool?" Tanya Justin. Dia terdengar sangat sibuk karena nada bicaranya yang kurang santai.

"Maybe. I don't know, yet. I hope this city bring me a joy." Aku sedikit tertawa.

"Be careful, babe. Because i just heard that Hell's Kitchen is dangerous. Too much crime and you know ..." Aku hanya menghela nafas. Aku juga membaca berita dan isinya seperti yang dikatakan Justin. Banyaknya kejahatan.

"I can take care of my self, my love. I will call you if anything happens." Aku mencoba meyakinkan Justin agar dia tidak khawatir.

"Okay. I gotta go babe, see ya." Panggilan terputus dan aku menaruh handphoneku di kasur. Aku berjalan menuju jendela dan melihat pemandangan kota ini. Semoga kota ini akan bersahabat denganku. Dan orang-orang disini akan menerimaku dengan baik.

------

(Finished) ChangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang