Should We?

1.3K 130 2
                                    

Did you know that it breaks my heart, everytime to see you cry?

***

Sedari tadi Justin melamun dan tidak mendengarkan ocehanku yang panjang ini. Matanya menghadap lurus ke gelas, dan pikirannya entah kemana. Apa yang dia pikirkan? Aku mencolek tangannya, tidak ada respon. Aku menggenggam tangannya, lalu beberapa detik kemudian dia tersadar. Dia terlihat bingung.

"Jadi, kau tadi berbicara apa?" Tanya Justin ketika dia sudah sepenuhnya sadar. Aku hanya menggeleng pelan dan menjelaskan kalau aku hanya rindu padanya. "Sorry, aku tidak mendengarkannya tadi. Aku juga rindu padamu."

Aku melepas tanganku darinya dan mulai memegang tanganku send0iri. "Let's be honest with each other, Justin. Apa yang sedang kau pikirkan?" Kulihat, dia menjadi salah tingkah. Sepertinya dia takut mengatakan hal ini.

"Um ... Cait ... aku tadi hanya berpikir tentang Selena. Kenapa dia datang disaat aku akan merebut hatimu kembali. Dia datang disaat yang salah." Dia menunduk lemas. Sebagian rambut blondenya yang tidak terikat, ikut turun selaras dengan geraknya. Dia sibuk memainkan tangannya sedangkan aku disini memperhatikannya.

"Kau jadi susah untuk berpaling darinya, ya? Lucu sekali. Jadi ... dia seperti mengancamku. Bukan, bukan mengancam. Lebih pada memberi peringatan padaku untuk menjauhimu. Karena kau itu miliknya. Aku hanya berkata dalam hati 'apa-apaan wanita ini?'," kataku panjang lebar sambil memperagakan ekspresi terkejut dan kesal. Dia tertaws melihatku.

"So ... are you still considering to get back, with me?" Dia mengeluarkan lagi cincin itu dari saku jas nya. Aku bingung, hatiku masih belum mantap. "I know that you're not ready, yet. I'll wait Caitlin." Dia memasukkan lagi cincin itu kedalam saku dan langsung memegang tanganku.

Makan malam hari ini terkesan sangat berat bagiku dan baginya.

***

"Again?" Tanyaku kepada Justin ketika dia meneleponku dan mengeluh kalau Selena datang lagi kerumah. Aku hanya bisa menghela nafas.

"I can't say any word." Aku mematikan panggilan dan meletakkan handphoneku di meja. Apa yang sebenarnya wanita itu pikirkan? Dia mencoba menghancurkan hubungan yang baru akan kumulai lagi bersama Justin. Sepertinya dia sudah gila. Aku menenangkan diriku dengan membaca buku.

Belum 1 halaman aku membaca buku, pintu kamarku dibuka tanpa permisi. Kulihat adikku berdiri disitu. Aku melotot kepadanya dan dia menutup pintu. Terdengar suara ketukan pintu, "Come in," ucapku pelan. Christian membuka pintu dan duduk bersila dihadapanku. Wajahnya terlihat sedih.

"Um ... you know ... oke apa kau sedih Justin berdekatan lagi dengan Selena?" Aku tersenyum. Ternyata Christian bisa peduli denganku. Aku memeluknya erat.

"Yes, of course Christian. Sad, angry, jealous, and everything else is on my mind right now." Aku melepaskan pelukan. Aku menatapnya dalam, "Tolong, dukung aku bagaimanapun juga." Dia mengangguk. Lalu dia keluar dari kamarku. Dan aku melanjutkan membaca buku.

Damn it! Baru saja aku membaca 10 halaman, ada lagi yang mengetuk pintu kamarku. Dengan ketus aku menjawab 'ya'. Lalu masuklah orang tersebut yang mengetuk pintu tadi.

"Justin ... bukannya kau bersama Selena?" Lalu muncul Selena dari balik pintu kamarku. What the fuck is actually happens here? Kenapa dia ada disini?

"Sorry i bring her in," katanya pelan. Aku tidak bisa berbuat apa-apa selain duduk dan memperhatikan mereka. Mereka duduk bersebelahan. Perasaanku menjadi tidak enak. Apa yang akan mereka lakukan? Apa yang akan Justin katakan? Aku memanggil Christian kemari untuk menemaniku. Dia datang dan duduk disampingku lalu menggenggam tanganku erat.

"Jadi ... aku berpikir dan aku memutuskan kalau aku akan memberi Selena kesempatan kedua." Apa? Jantungku serasa berhenti berdetak mendengar Justin berkata seperti itu. Selanjutnya pandanganku menjadi kabur dan mulai menghitam.

------

(Finished) ChangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang