"Kintan!" Gadis di pelaminan itu memekik dengan raut wajah sumringah. Di sebelahnya seorang pria menatap penuh cinta.Tahukah kalian apa arti pernikahan buat Kintan? Bukan hanya pertemuan antara tulang rusuk dan tulang punggung, tapi juga penyatuan antara wanita, pria, dan keluarga. "Finally, lo merried juga!"
"Nih!" Nadine menyodorkan buket bunga. "Biar lo cepet nyusul." Gadis itu tak merasa harus mengikuti drama pelemparan bunga seperti yang dilakukan pasangan lain. Kintan hanya merengut.
Di sela-sela ledekan itu seorang pria berdehem, menyadarkan Kintan untuk segera turun dari pelaminan. Gadis itu segera turun setelah mencium Nadine sekali lagi. "Dyandra?"
Kintan menoleh. Butuh waktu agak lama untuk meyakinkan bahwa pria ini adalah orang yang sama. Satu; dua; ti—, "ELOOOO???" tanyanya dengan mata membulat.
"Masih terpesona sama gue?"
Gadis itu mendecakkan lidah. "Nggak berubah!"
Pria itu mengedipkan sebelah mata. "Tetep ngangenin, 'kan? Ternyata dunia sesempit ini. Omong-omong lo makin ..." Matanya menelusuri lekuk tubuh Kintan. "Seksi!" Pria itu mencondongkan tubuh. Tak tahan dengan perlakuan itu, Kintan berbalik dan melangkahkan kakinya ke sembarang arah. "Hey, where are you going?"
"Bukan urusan lo!" Kintan terus berjalan hati-hati dengan high heel-nya.
"Sayangnya gue udah mutusin kalau kita bakalan jadi partner di acara ini."
Kintan berhenti tiba-tiba dan menoleh. "Mimpi!!! Hellooo," ujarnya sambil mengibaskan tangan, "siapa elo?" Jari telunjuknya mengarah ke puncak hidung pria itu.
"Rayan." Dia menangkap lengan gadis itu dan menahannya. Tatapannya masih se-elang dulu, walaupun sikapnya lebih bersahabat dan—agresif.
"Lepas atau gue teriak?"
"Fine!" Rayan mengangkat kedua tangan dan memandang lesu punggung Kintan yang menjauh, mengabaikan keberatan tamu lain dan kembali melanjutkan misinya.
"Kenapa lo ngikutin gue?" tanya Kintan setelah berada di sudut ruangan yang agak tersembunyi. "Tempat ini membutuhkan banyak tenaga kalau lo kurang kerjaan."
Rayan hanya mengedikkan bahu, mengikuti Kintan mengambil Zuppa Soup dan menikmati makanan tersebut. Punggungnya bersandar nyaman di dinding sementara sebelah kakinya tersilang maskulin. "Tenang Dy, kita bisa menarik perhatian kalau lo histeris."
"I—don't—care! Pergi nggak?" Kintan makin gelisah. "Gue benar-benar akan teriak dalam hitungan ketiga: satu; dua; ti—"
Rayan meletakkan mangkuk pada meja kosong di sebelahnya, membekap mulut gadis itu setengah mendorong dengan sebelah tangan, sementara satu tangan yang bebas memeluk punggung Kintan sambil mempertahankan keseimbangan gadis itu. Kintan meronta tapi tatapan Rayan mengunci dan memerintahkannya untuk diam.
"Dyandra," Rayan menggumam, "bisa tenang?" Kintan mengangguk. "Good girl." Pria itu melepaskan tangan dari mulut Kintan dan mengambil mangkuk gadis itu untuk diletakkan di sebelah mangkuknya. Kini satu tangan yang awalnya berada di punggung sudah berpindah ke pinggang hingga ia dapat merasakan bentuk pinggang Kintan di bawah gaun terusan yang dikenakan gadis itu. Jantung Rayan berdebar. Ciuman bukan hal baru baginya, tapi berciuman dengan pemilik bibir berbentuk kelopak mawar ini seperti apa rasanya?
"Gue lagi mikir, apa ciuman lo seseksi penampilan lo?"
****
Terima kasih sudah berkenan membaca. Mohon vote, kritik, juga sarannya ya ....
Salam,
Ristin F. ^_^
KAMU SEDANG MEMBACA
DON'T YOU REMEMBER? ( COMPLETED )
RandomKintan adalah gadis cantik dengan karir yang cemerlang. Tapi bukan berarti kedua hal tersebut bisa menjadi patokan dalam kesuksesan kehidupan percintaannya. Karena di usianya yang sekarang, Kintan belum sekali pun menjalin hubungan dengan seorang pr...