Siang ini Kintan ijin pada Pak Albert untuk pulang lebih cepat karena harus mengurus beberapa keperluan terkait tasnya yang dijambret. SIM, STNK, juga beberapa urusan ke bank yang harus diselesaikannya dengan segera. Tadinya Kintan berpikir untuk cuti tapi, pagi tadi ada schedule meeting dengan Pak Cokro—General Manager dari Engineering Division yang setengah mati sibuknya. Beberapa kali janji dengan beliau dan beberapa kali pula beliau membatalkannya.
Tadi, Pak Cokro meminta Kintan untuk mencarikan beberapa kandidat karyawan baru setelah sebelumnya membahas hal tersebut dengan Pak Albert beserta Rayan di sisinya. Tentu saja mereka berdua menyerahkan segala urusannya pada Kintan. Hingga ketika Kintan akan menginformasikan hasil interview pada Rayan via email, pria itu memintanya untuk datang. Bukannya menolak, tapi meminta Cindy untuk melakukan pekerjaan remeh macam ini tak ada salahnya. Toh soft copy data tersebut pasti sudah Rayan baca via email. Lagipula untuk apa hard copy kalau sudah ada soft copy?
"Mau ke mana?" Tanpa menoleh pun ia sudah tahu siapa yang sedang berbicara. Aroma maskulin yang menguar pun sudah tak bisa dibilang asing lagi. "Biar ku antar."
Kintan tetap berjalan. "Tidak perlu!"
Rayan mengekor di belakang Kintan. "Aku punya kenalan di Samsat."
Kintan hampir tergoda untuk mengiyakan. "Siapa bilang saya mau ke sana?"
Rayan agak kecewa saat Cindy mengabarkan bahwa Kintan akan ke luar kantor dan meminta ijin Pak Albert seperti cuti tempo hari. Rayan 'kan atasannya? Tapi alih-alih marah dan kekanakan, Rayan memilih mengorek keterangan tentang ke mana gadis itu akan pergi. "Aku juga punya kenalan di Kantor Polisi dan Bank yang bisa mengurus semuanya dengan cepat. Jadi kamu hanya tinggal—," Rayan berhenti mendadak karena Kintan memelototinya.
"Bisakah Pak Rayan yang terhormat membiarkan saya sendiri?"
Rayan bersedekap, lalu menggeleng. "Pergi bersama akan lebih menyenangkan."
"Apa yang sebenarnya Bapak inginkan dari saya?" Kintan menahan geram dan menoleh ke kanan dan ke kiri. Beberapa security menatap mereka dengan curiga. "Jangan menjadikan kita bahan tertawaan." Kintan berbisik mengancam di telinga Rayan.
"Aku akan memastikan kejadian ini seolah tidak pernah terjadi."
Walaupun kesal dengan sikap Rayan tapi akhirnya dia menerima juga tawaran pria itu. Kintan mengikuti Rayan dan mereka berjalan bersisian menuju tempat parkir. Kintan masuk ke mobil setelah Rayan membukakan pintu untuknya. Tempat duduk penumpang ini kemarin ditempati oleh Cellia! Dan barulah gadis itu sadar bahwa Cellia adalah penyebab sewot dan uring-uringannya hari ini. Childish!
"Kita ke mana dulu?"
"Menurut Bapak saya mau ke mana?"
Alamakkkkk! Rayan tak habis pikir, mengapa seorang gadis bisa berubah mood secepat itu. Sebelumnya terlihat patuh dan sekarang juteknya ampun! Padahal menurut Cindy, saat ini bukan waktunya Kintan menstruasi. "Oke, kita ke Kantor Polisi, Samsat, baru ke Bank. Itu juga kalau waktunya cukup." Rayan mengatakan sambil melirik jam di dashboard. Kintan menoleh, bermaksud menanyakan sesuatu. "Pria selalu pakai logika dan cewek perasaan, right???"
Seolah tahu apa maksud ekspresi Kintan, dengan sabar Rayan menjelaskan bahwa antrian samsat melebihi bank di jam sesibuk ini. Jadi mereka hanya perlu mendaftar dan mengambil nomor antrian lalu ke bank mengurus semuanya dan baru kembali lagi ke samsat. Tapi sebelum memulai semua itu mereka harus memastikan mengantongi dokumen bernama—surat pernyataan kehilangan dari kepolisian! Dalam hati Kintan manggut-manggut, tapi gadis itu masih cemberut sampai urusan selesai, mengabaikan Rayan yang lama-lama gemas ingin mencium bibir gadis itu yang tetap menggairahkan walaupun dalam mood yang buruk. Love is blind!
KAMU SEDANG MEMBACA
DON'T YOU REMEMBER? ( COMPLETED )
RandomKintan adalah gadis cantik dengan karir yang cemerlang. Tapi bukan berarti kedua hal tersebut bisa menjadi patokan dalam kesuksesan kehidupan percintaannya. Karena di usianya yang sekarang, Kintan belum sekali pun menjalin hubungan dengan seorang pr...