9

222 36 4
                                    

Tak kusangka Halla fasih berbahasa Jepang. Meskipun logatnya berbeda dengan orang Jepang kebanyakan, tentu saja.

Ia duduk di belakangku. Kulihat dirinya melirikku tadi sebelum ia menundukkan kepalanya dan menarik kursinya. Kudengar suara Kirei yang menjerit kesenangan ketika Halla berada di satu kelas yang sama dengannya.

Pelajaran ini sesungguhnya berjalan dengan lancar. Tapi, kepalaku terus menyimpan berbagai macam pertanyaan termasuk mengapa ia tidak membalas pesanku. Terdengar sepele, tetapi jawabannya bagiku adalah sebuah keharusan.

"Jeon Jungkook, akhirnya kau masuk ke kelasku juga," guru matematikaku terkekeh sambil meletakkan bukunya di atas meja. "Kumpulkan tugas kalian sekarang. Tentu saja kecuali anak baru itu," katanya sambil menunjuk Halla.

Aku berbalik menatap Halla yang balik menatapku dengan wajah terkejutnya. Namun, ia segera berpaling membuang muka seakan-akan tidak ada yang terjadi. Seakan kita tidak saling mengenal.

"Berikan aku waktu satu minggu, sensei," cicitku dan dibalas dengan suara tangannya yang beradu dengan meja membuatku sedikit terkejut.

Yein menyikutku. "Kau harusnya tidak macam-macam dengan Hide sensei, dasar bodoh. Kau gila," ucapnya sambil terkekeh geli, membuatku jengkel.

Taehyung tiba-tiba datang merangkulku sementara, sejak pelajaran bermulai daritadi, Jimin memandangku dengan tajam sehingga aku merasakan luka bakar karena tatapannya itu. Oke terdengar berlebihan, tetapi jujur saja, aku merasa agak risih diperhatikan olehnya.

"Jadi-Kayako?" tanyaku. Aku melirik ke arah Yein yang tengah terkekeh.

"Bagaimana dengan murid baru di kelasmu?" ia balas bertanya membuatku agak terkejut.

Aku mengusap tengkukku salah tingkah. "Anak baru apa-"

Halla berada di hadapan kami, begitu saja. Seperti Yein-ya, maksudku hantu. Membuat kami terkejut. Tapi, gadis itu buru-buru menundukkan kepalanya dan pergi begitu saja, melewatiku.

Ya, baiklah. Dia membenciku, aku paham.

Shannon mengirimiku sebuah pesan. Tanpa membukanya, aku pun tahu, ia pasti menanyakan soal Halla.

Pain changes people. Tanpa harus membacanya, kata-kata itu sudah menikmati sebuah tempat yang dinamakan sebagai lubang penyesalan di dalam diriku. Itulah yang dirasakan oleh seorang Halla. Dan tentu saja, itu adalah kesalahanku.

"Jungkook-a, kau tidak coba masuk ke klub musik seperti dulu?" tanya Yein yang duduk di sebelahku.

Aku menggeleng pelan. "Seperti membuka luka lama," balasku dengan senyum meremehkan.

Yein tertawa dan menyentil keningku, membuatku mengaduh dan menatapnya tidak terima. "Luka lama? Apakah keinginanmu untuk bebas menentukan pilihanmu adalah sebuah luka lama?" ia menatapku geli.

Ia terdengar tengah bercanda. Tapi, perkataannya membuatku merenung setelah waktu sekolah berakhir.

Aku melihat Halla berjalan sendirian. Sebenarnya, ada rasa ingin menyapanya saat itu juga. Namun yang kulakukan justru berjalan melewatinya begitu saja. Yein sudah berteriak padaku untuk mengatakan sesuatu padanya.

Entahlah, aku terlalu malu. Malu kepada diriku. Bahkan, sampai sedekat ini pun aku tidak berani memandang wajahnya.

"Hei, Jeon Jungkook! Kau dengar aku tidak?!" teriakan Yein membuat langkahku terhenti. Ia terlalu berisik dan kuakui ia memang menyebalkan. Sangat menyebalkan.

"Apa lagi?!" teriakku sambil menaikkan satu alisku dengan jengkel.

Mata Yein menunjuk ke arah Halla yang tengah memandangku terkejut. Aku berbicara sendiri. Orang aneh.

"K-kau tidak apa-apa, Jungkookie?" ia memandangku dengan cemas.

Jungkookie. Mereka selalu memanggilku seperti itu. Jungkookie, Kookie. Meskipun aku tidak menyukai panggilan itu, mereka terus memanggilku seperti itu. Bagaimana pun, aku terkejut mendengar Halla memanggilku seperti itu.

Di depanku, Yein memandangi kami dengan wajah kepuasan, seakan-akan ia sudah menyelesaikan sebuah misi bodoh yang bahkan aku tidak tahu itu apa.

"Aku tidak apa-apa," terdengar begitu dingin, atau justru terlalu gugup? Kenyataan ini membuatku gila. Dimulai dengan diriku yang sibuk menunggu sampai akhirnya dia muncul layaknya-argh. Rasanya aku ingin mengucapkan sumpah-serapah.

Gadis itu tersenyum dan menundukkan kepalanya. "Baguslah kalau begitu-" ucapnya, kembali berjalan melewatiku. Namun, dengan cepat aku menyambar tangannya, mencegahnya untuk pergi.

Karena, bagaimana pun, kesempatan ini sangatlah langka. Maksudku adalah-berbicara dengannya setelah peristiwa itu adalah sebuah kesempatan.

Halla tampak terkejut sambil memandangiku tidak percaya. Dan tanpa mengucapkan satu patah kata pun, aku menariknya pergi.

Halo!! Akhirnya saya update lagi mueheheheh. Jujur kemarin sempat saya kena wb, tapi untungnya sih ya teratasi gitu, jadi yah-saya juga sengaja sih nunda update mueheheheh. /ditimpuk readers/

Okay, akhirnya saya memenuhi janji, yaitu double update!! Saya baru keinget kalau chapter delapan belum saya rilis dan saya baru ingat sekarang heheheh maaf yaaa.

Btw saya ngerasa chapter ini lebih singkat dari sebelumnya jadi maaf kalau kurang puas:')

Terakhir, saya mau ucapin banyak-banyak terima kasih. Jangan lupa beri saya kritik dan saran ya!!

Finding FreedomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang