14

149 30 2
                                    

Sepertinya─aku memang gila.

Ini lucu. Aku harus bermalam di kantor polisi karena aku berada di bawah hujan, memeluk Yein tadi malam. Beberapa pria lantas mengatakan bahwa aku tidak waras dan segera menyeretku ke kantor polisi.

Dan tentu saja aku menurut.

"Dia ada, aku bersumpah." Sudah berkali-kali aku mengatakan sederet kalimat yang sama kepada mereka. Tentu saja mereka tidak tahu.

Mereka tidak bisa melihat Yein.

"Jungkook, apa yang kau lakukan disini?"

Aku mendongak sebelum akhirnya membuang wajahku.

"Kau sendiri, ada apa?" tanyaku dengan dingin.

Suara sepatunya terdengar semakin jelas di telingaku. Ia berjalan mendekatiku. Namun, aku enggan melihat wajahnya.

Sialan, kenapa aku harus bertemu dengan Halla terus-terusan.

"Aku menunggu Pamanku─"

"─Katakan pada Pamanmu dan kawan-kawannya bahwa aku bukanlah orang gila. Dan, biarkan aku pergi."

Aku mendengus semakin keras begitu melihat Mama dan Jinsol yang berlari masuk dan menghampiriku. Jinsol memelukku sambil meneriakkan kata bodoh berkali-kali.

Tanpa mengucapkan satu patah kata pun, aku meninggalkan Halla dan mengekori Mama.

Pulang.

Ah, sial. Kenapa aku tidak kabur saja kalau begitu?

Tangan Mama menyentuh pundakku, mengucapkan sederetan kata-kata penuh makna yang segera kubuang jauh-jauh.

Mataku melirik ke arah jalan-jalan yang kami lewati. Tanpa sengaja melihat sesosok wanita yang melambaikan tangannya padaku sambil tersenyum. Samar-samar, dapat kulihat bibirnya bergerak, seolah mengucapkan selamat tinggal.

Waktu terasa melambat saat itu. Dan, aku tahu itu Yein.

Lantas, mataku tidak dapat terlepas dari dirinya yang perlahan memudar dan pergi entah kemana.

Sial. Sial. Sial.

"MAMA BERHENTI!" teriakku.

Wanita itu sedikit kehilangan kendali dan balas berteriak, "Apa masalahmu, Jeon Jungkook!"

Setelahnya, ia menepikan mobil kami dan dengan cepat, aku melepas seatbelt yang kukenakan dan berlari kembali.

Dengan gelisah, aku terus meneriakkan namanya. Merasa bersalah karena sudah melontarkan sederetan sumpah serapah padanya. Berusaha mendorongnya ke luar dari kehidupanku. Menyalahkannya atas segala yang kualami─

Aku memang sangat buruk.

"Yein!" Sambil berteriak, aku berlari. Semakin jauh dari mobil Mama. Tidak peduli dengan teriakkan Mama yang memasuki indra pendengaranku.

Yang berada di pikiranku sekarang hanyalah Yein.

Lelah.

Satu hal yang kurasakan ketika aku sudah berlarian entah berapa meter jauhnya, mencari Yein. Dan, kabur. Tepat sekali, kabur.

Ini sudah jauh sekali dari Tokyo. Dimana aku sekarang? Sialan, aku tidak tahu arah.

"Mengapa kau berada disini, Jungkook?" Darahku berdesir. Lantas menoleh, mendapati gadis yang sejak tadi kucari.

"Kenapa kau tidak berada di kamarmu?"

"Dan membiarkanmu meninggalkanku begitu saja? Sialan, semudah itukah?" Aku mengacak rambutku dengan kasar, merasa kesal dengan pertanyaan Yein yang dilayangkannya padaku.

Namun yang kulihat hanyalah senyuman tipis darinya.

"Aku menghancurkanmu, Jungkook."

"Tidak, sialan!"

Aku mengacak rambutku kasar.

"Aku hidup untuk menjadi penyanyi, dan kau yang membuatku menjadi pemberontak demi itu. Aku tidak mungkin membiarkanmu pergi begitu saja!" teriakku.

Yein mengangkat salah satu alisnya. "Jadi, ini salahku?" tanyanya.

Dengan geram, aku menggeleng kencang. Perkataanku memang akan membuat siapa pun salah tanggap. Tapi, bukan itu maksudku.

"Ayo, Yein. Bantu aku." Hanya kata itu yang keluar dari mulutku.

Hanya senyuman tipis yang dilayangkannya padaku. "Tidak, Jungkook. Sudah cukup sampai disini."

Suaranya terdengar bergetar.

Gadis itu berbalik, meninggalkanku sendirian di tempat yang bahkan tidak kuketahui.

"Jangan mencoba untuk kabur lagi."

Aku menghela napas panjang mendengar perkataan Mama yang terdengar seperti alunan musik klasik di telingaku. Membuatku mengantuk. Tapi, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak mendengarnya.

"Kau mendengarku, Jeon Jungkook?"

"─Ya."

Entah bagaimana caranya ia menemukanku. Menyusuri jalan-jalan yang tidak kuketahui. Katanya ia bertanya kepada setiap orang yang ia temui di jalan─siapa tahu tidak sengaja berpapasan denganku.

Kelip lampu jalan membuatku semakin tidak bersemangat. Mengingat Papa yang pasti sudah menungguku di rumah, ditambah ketiadaan Yein yang begitu tiba-tiba.

Sebenarnya, ia berpamitan. Tapi, bukankah itu lebih menyakitkan? Maksudku, kau terbiasa bersama dengan seseorang. Menghabiskan harimu bersamanya. Kemudian ia pergi. Mungkin lebih baik jika ia pergi begitu saja.

Tapi, gadis itu justru memilih untuk berhenti. Dengan secara tidak langsung memilih untuk mengucapkan selamat tinggal.

"Kau mau makan?"

"─Tidak bernafsu."

Aku menggeliat, berusaha menghindari tatapan Jinsol yang tengah melirikku.

Sebenarnya, mengapa aku merasa tidak nyaman?

Bukankah sebelumnya tidak ada gadis bernama Yein dalam hidupku?

Aku tertawa hambar sambil menatap lampu jalan yang semakin lama terlihat redup.

Finding FreedomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang