Tanganku gemetaran ketika menulis pesan untuk Halla. Entah karena perasaan takut yang ditimbulkan jikalau Halla menolak berbicara denganku atau lebih parahnya, mungkin ia berkata bahwa ia sama sekali tidak mengenaliku. Berpura-pura seakan aku tidak ada di dunia.
・Jungkook: Halla?
・Jungkook: Ini aku.
・Jungkook: Kau sibuk?
・Jungkook: Sudah lama kita tidak mengobrol.
・Jungkook: Kumohon balas pesanku ini, Halla.
Terkirim sudah. Dan juga, aku mengirimkan begitu banyak pesan kepadanya, membuatku agak cemas. Bagaiman jika ia benar-benar tidak ingin berbicara padaku lagi?
Satu jam berlalu dan ia masih tidak membalas pesanku membuatku hampir menyerah karenanya. Sempat terlintas di pikiranku kalau Shannon hanya mengada-ada.
Yein duduk di sebelahku dan melirik ke arah ponselku yang mati. Ia ikut menghela napas panjang. "Bagaimana?" tanya Yein yang kubalas dengan gelengan.
"Belum ada kabarnya. Aku sudah mengirim berbagai macam pesan dan ia belum membalasnya," jawabku sedikit tidak peduli. Namun, siapa yang bisa membohongi sebuah perasaan?
Mengetahui bahwa Shannon baik-baik saja membuatku mulai tenang. Namun, tidak dengan Halla. Aku mulai merasa gelisah karenanya.
∫
Pagi itu, Taehyung sudah berdiri di depan gerbang sekolah. Entah menunggu siapa. Namun, dari belakang tubuhku, dapat kurasakan seseorang berlari dan tanpa sengaja menyenggol pundakku.
Bibir Taehyung menyunggingkan senyuman manis. Ia merangkul orang tersebut membuatku dan Yein berpandangan heran. "Siapa dia-?" tanyaku.
"Kayako Yuri, dari kelas yang sama dengan Taehyung," Yein tersenyum lebar. "Kurasa, mereka baru saja berpacaran. Mereka terlihat bahagia, bukan begitu?"
Dengan cuek, aku mengangkat bahu sok-sok tidak ingin tahu. "Ya, sepertinya," aku melirik Yein. "Jangan cemburu."
Gadis itu justru menggeleng keras. "Tidak akan."
∫
Bohong jika aku berkata bahwa aku tidak menyukai Halla, sebagai sahabatku, tentu saja. Baik Halla maupun Shannon, mereka berdua sudah seperti saudara sedarah untukku. Adik bagiku.
Mendiang Mama sangat menyukai mereka berdua. Katanya sih, aku tidak harus mengambil pusing tentang perbedaan di antara mereka. Yang terpenting, mereka bisa menerimaku apa adanya.
Sejak kecil, aku jarang berinteraksi dengan teman-teman di sekolah dan kelasku. Hanya sebatas menanyakan pekerjaan rumah dan tugas kelompok bagiku sudah cukup.
Sampai suatu hari, di kelas dua sekolah dasar, dua orang gadis datang ke tempat dudukku dan memberikan masing-masing satu buah cokelat, alih-alih berkata itu adalah cokelat valentine yang mereka berikan kepada setiap murid di kelas.
Menyadari bahwa sesungguhnya valentine sudah berlalu, membuatku tertawa kecil. Sejak saat itu, kami berteman.
Jika mengingat hal itu, aku jadi tersenyum-senyum sendiri. Kami begitu polos.
"Itu kalian bertiga?" Yein sudah duduk di sebelahku dan melihat-lihat album foto yang sudah lama tidak aku keluarkan dari rak. Berdebu, itu adalah kesan pertamaku.
Aku mengangguk dan membiarkan Yein membuka-buka album foto berdebu itu. Lantas mengecek ponsel yang kuletakkan di atas nakas, berharap Halla membalas pesanku.
Oh, bukan Halla. Itu hanya Shannon.
・Shannon: Jungkookie.
・Jungkook: Ya.
・Shannon: Menyebalkan.
・Shannon: Ia sudah membalas pesanmu?
・Jungkook: Belum.
・Shannon: Cueknya.
・Jungkook: Kau membohongiku.
・Shannon: Membohongimu bagaimana?
・Jungkook: Kau memberikan kontak yang salah, ya? Apa jangan-jangan sudah tidak aktif? Halla tidak membalas pesanku.
・Shannon: Geez, sudah kubilang dia sibuk.
・Shannon: Sudahlah, aku ingin pergi. Sampai jumpa~!
Kulempar ponselku ke tempat tidur dan berbaring di lantai. Sementara Yein masih sibuk membuka-buka album foto kami.
Kepalaku penuh dengan Halla, yang kemungkinan ia sangat-sangat membenciku setelah insiden itu.
Aku merutuki diriku yang tak pernah bisa jujur saat itu. Melihat keduanya sangat patah hati membuat hatiku juga sangat sakit.
Tidak banyak wanita yang dapat kudekati kecuali mereka berdua. Dan, semenjak saat itu pun aku tidak pernah mencoba untuk mendekati para gadis kembali meskipun hanya sekedar mencari teman. Namun, rasanya berbeda, tentu saja.
Aku tidak berharap Halla memaafkanku, hanya saja-yah, aku berharap ia memberiku kabar sehingga aku bisa mengetahui bahwa ia baik-baik saja. Terkadang perkataan Shannon tidak pernah bisa kupercaya.
∫
Paginya, aku sama sekali tidak mood untuk pergi ke sekolah, ditambah dengan tidak adanya pesan masuk dari Halla membuatku semakin malas saja.
Sarapan, seperti biasa. Tanpa adanya pembicaraan antara diriku dengan Papa, sudah terlampau biasa. Yang berbeda hanyalah diriku yang tengah menunggu. Perasaanku benar-benar kacau. Berdebar dan sedikit sesak.
Berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki, sudah cukup. Dengan Yein yang mengekor di belakangku, berkata bahwa semuanya tidak berubah, sudah biasa. Yang tidak biasa hanyalah rasa cemasku.
"Kau harus berhenti memikirkan hal itu, Jungkook-" Yoongi hyung tanpa sengaja menabrak bahuku, melirikku dengan tatapan dinginnya. Sudah biasa. Ia berbeda setelah insiden itu dan kejadian itu sudah beberapa hari lalu lamanya. Jadi, aku sudah membiasakannya.
Yang berbeda hanyalah-
"Hara-san!"
Seorang gadis di hadapanku, menoleh ke arah sumber suara. Tersenyum, menampilkan lesung pipinya. Rambut panjangnya, beberapa helai menutupi wajahnya. Ia melambaikan tangannya ke arah temannya. Tertawa lebar.
"Kau sudah siap hari ini?" oh, anak itu adalah Kirei Yamada. Teman sekelasku. "Kuharap kau berada di kelas yang sama denganku, Hara!"
Bagaimana bisa aku tidak sadar bahwa seseorang bernama Hara adalah-
Halla.
∬

KAMU SEDANG MEMBACA
Finding Freedom
PrzygodoweBaginya, hidup bersama seorang ayah yang sibuk dan ibu serta adik tirinya merupakan sebuah beban. Belum lagi, seorang gadis yang memiliki wajah yang-hampir-serupa dengannya, mengaku-ngaku sebagai dirinya yang lain. Bagi seorang Jeon Jungkook, kebeba...