The Last Scene

68 4 2
                                    




Jakarta, 12 Mei 2017, Pukul 12.00 WIB

            "Selamat ya Bro, akhirnya lo jadi Ayah!" seru Miya dari luar ruangan khusus Ibu dan Anak di Rumah Sakit. Rumah Sakit berinterior megah bernama Rumah Sakit Pondok Indah seakan bersuka cita dengan kelahiran calon anak Sara yang ia nantikan selama 9 bulan setelah menikah. Raut wajah Sara terlihat malu-malu, masih tak bisa membayangkan dia menjadi Ayah. Baru pertama kali ia merasakan perasaan luar biasa setelah kesendirian bertahun-tahun di Klub tempat ia bekerja bersama Miya dan yang lain. Setelah ke Jakarta tahun lalu, Sara bertemu dengan Ami, seorang novelis yang menjadi istrinya sekarang. Novelis hebat pantang menyerah sekalipun cobaan hidup terus menyerangnya bertubi-tubi. Sara begitu menyukai Ami yang kuat dan menikahi Ami di Osaka 5 bulan setelah Ami sembuh dari luka-lukanya.

            Hatinya cemas menunggu calon buah hati lahir ke dunia. Begitu juga dengan teman-temannya. Sara percaya, ia dan Ami tak akan pernah sendirian lagi karena ada calon si buah hati. Ia berjalan mondar-mandir di lorong. Membuat teman-teman di Klubnya menggeleng kepala.

            "Ya elah, Sara. Kapan gue jadi Ayah ya?" tanya Yuzu mengusap dagunya.

            "Makanya, Om, lo nikah dong!" ledek Toa.

            "Eh setan, lo ngeledek gue?" Yuzu mendengus. Ia tak terima dengan penghinaan Toa. Menurutnya, cukup menganggu. Ingin rasanya Yuzu menjitak kepala Toa dengan keras. Lalu dia melanjutkan,"apa hubungannya nikah sama punya anak?"

            "Ada Om, supaya lo nggak galau lagi," jawab Miya cengengesan.

            "Sial!" Yuzu menggerutu.

            "Lo bujang lapuk sih. Gue heran, lo mapan iya, banyak yang suka tinggal pilih mana yang lo mau. Kurang apa coba lo?" Saki menimpali.

            "Lo menghina gue nih?"

"Nggak, bukan itu maksud gue. Kenapa nggak nyari aja gitu?"

"Cuma kurang muda!" Sara ikut berseru di kursi tunggu.

"Saiton! Iya deh yang udah jadi Ayah, berarti lo siap-siap gue panggil Pak Sara,"  Yuzu tersenyum jahil.

"Kenapa mesti malu?" Sara menaikkan alis. Dahinya berkerut.

"Mampus lo, Om. Dibalikin sama Sara." Miya tersenyum puas.

"Bodo, yang penting gue senang. Selamat ya Sara. Jaga baik-baik ya Ami dan bayi lo."

"Pasti dong, Om." Sara mengacungkan jempol.

"Kira-kira, apa resepnya tuh? Kok Ami bisa cepat gemuk dadakan di perut?"

"Itu namanya mantap Om, sekali tendang langsung goal. Betul kan?" Miya melirik Sara yang malu.

"Ya mungkin itu jalan Tuhan. Gue juga nggak nyangka sekali tembak langsung goal," jawab Sara.

"Keren lah pokoknya." Yuzu kagum.

"Buruan sana nikah,"

"Calonnya belum ada," Yuzu mengusap hidung.

"Oh ya, calon anak lo laki-laki apa perempuan?" Junpei penasaran.

"Di USG laki-laki. Semoga secantik Haoge," jawab Sara dengan cengiran.

"Buset, Haoge. Anak lo mau di jadiin cewek jadi-jadian?" Junpei melongo.

"Ya nggak sih, kan papanya udah ganteng. Lumayan kalau cowok cantik bisa crossdress." Sara menjawab enteng. Alisnya naik menambah percaya diri.

"Oh iya ya, anak lo kalau cantik bisa dijadikan hosuto."

"Masih lama, Jun." Hidung Sara kembang kempis.

MementoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang