Bagai hujan buah apel merah dari langit. Melayang di tengah tanah tandus berjatuhan di jiwa sepi. Bersandar dengan ular berkulit merah menyatu dengan pohon. Mereka berdua menikmati kebahagiaan yang ditimbulkan tanpa sengaja.
"Bahagia itu sederhana ya, Mister?"
"Tentu. Bahagia memang sederhana. Nggak perlu mewah-mewah."
"Kalau Mister Sara, menyikapi bahagia itu gimana?"
"Cukup sama kamu di sini. Saya bahagia." jawab Sara duduk di samping Ami.
"Bahagia?" Ami mengeryit. Ia menggeleng tak setuju dengan jawaban Sara tentangnya.
"Kenapa?" Sara tahu Ami tak setuju. Ia hanya menjawab jujur apa yang dirasakan saat bersama Ami kecil. Mulai besok, Ami menjadi tanggung jawab Sara sepenuhnya, membimbing hingga menggapai cita-cita Ami setinggi bintang di langit ke 7. Membuka kunci hati Ami yang tersisa, menutup benteng hati dengan kunci emas kepunyaan Sara. Mengurung hawa jahat tidak baik untuk tuan puteri.
Menjaga Ami adalah kebahagiaan. Sederhana saja, kebahagiaan Sara berada di dekatnya. Tak ingin terhapus dan lekang. Kebahagiaan abadi berwarna merah jambu. Berbentuk mawar di tanah tandus berwarna abu-abu.
Di tengah kesedihan, ada mawar merah jambu mekar ditengah hati mereka berdua. Losmen sempit nan sederhana tempat Sara dan Ami tinggal sementara. Sara menengok dompet. Uangnya semakin sedikit. Pertanda ia harus segera mencari pekerjaan lain. Tak punya akses informasi cukup seperti di masa depan. Zaman ini, internet masih kurang akses . Sara harus lebih keras mencari pekerjaan dengan menulis surat lamaran dan riwayat hidup secara manual menggunakan kertas. Tak punya uang untuk ke warnet. Warnet pertama Indonesia berada di kota Bogor. Sara meminta izin untuk mencari pekerjaan hari ini. Ami mengangguk bersedia ditinggal dalam losmen. Sebelum mencari pekerjaan, ia membeli beberapa kertas, amplop dan pulpen serta makan pagi. Dua bungkus nasi uduk lezat mengisi pagi hari mereka. Ami dengan lahap memakan nasi uduk yang Sara belikan.
"Kamu lapar apa doyan?" Sara memerhatikan Ami sambil menyunggingkan senyum. Bertopang dagu melihat Ami sangat lahap memakan nasi uduk bercampur bihun goreng serta tempe.
"Aku suka nasi uduk. Makasih Mister,"
"Sama-sama,"
"Mister suka nasi uduk juga?"
"Iya. Ami, saya nanti cari kerja dulu. Supaya, kamu bisa meraih cita-cita kamu."
"Kenapa Mister nggak cari kerja di dekat sini?"
"Nggak bisa, saya udah nggak kerja di Mas Pono. Nggak tega kalau kamu nggak makan mi Mas Pono karena di gusur."
"Papa egois! Pasti papa yang suruh Bang Pono!"
"Mungkin, belum rejeki saya."
"Nggak. Papa egois! Aku jadi makin benci Papa,"
"Jangan begitu. Biar begitu, dia orang tua kamu."
"Tapi—"
"Ssst—"
Sara membungkam bibir Ami dengan telunjuk. Tak ingin mendengar tuan puteri makin membenci Sang Raja. Ami butuh keluar dari lingkungan keras di keluarga istana. Pergi bersama pengawal sesuka hati kaki kecil sang puteri melangkah.
"Kenapa Mister nggak benci Papa?" Ami bersungut.
"Saya nggak kenal Papamu. Tahu dari mana emang kalau saya kena tonjok oleh Papamu?" cecar Sara.
"Dari tonjokan itu! Lebam di pipi Mister."
"Sok tahu."
"Aku merasakannya Mister. Melihatnya...dalam mimpi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Memento
ParanormalDia... Dia yang kau cintai-, maukah kau mengorbankan semua untuknya? Dimana dirimu harus memilih setiap konsekuensi dari yang kau lakukan. Hidup tanpamu atau waktu yang kau punya harus dikorbankan dengan Sang iblis? Dalam hatimu, kau ingin sekali me...