"Mister, kok nggak jawab sih?" tanya seorang ibu-ibu bertubuh sintal berpenampilan seksi. Membuat Sara risih ditanya pertanyaan terlalu pribadi saat pertama kerja.
"Keluarga saya di Jepang." jawab Sara sekenanya. Ia merapikan mangkok-mangkok pelanggang yang telah habis seraya mencuci mangkok serta gelas dalam ember hitam dengan sabun di samping gerobak.
"Kok nggak diajak?"
Sara bungkam pura-pura tak mendengar pertanyaan. Ia tidak suka ada orang lain menguak privasinya saat sekarang. Ia membatin, semua orang tak akan percaya jika dirinya berasal dari masa depan. Membisu lebih baik. Tertahan di masa ini bukan tanpa paksaan, melainkan untuk menyelamatkan masa depan istrinya. Risiko memang besar, namun Sara tak bisa jika ia membiarkan Ami menderita. Siapa tahu, dengan kembali ke masa lalu, masa depan Ami menjadi lebih baik. Waktu berjalan lambat di masa ini daripada masa depan Sara. Memudahkan Sara untuk melaksanakan misi selanjutnya, membawa Ami kembali bersekolah. Ia sangat bersyukur dibawa Ami dan dikenalkan oleh Mas Pono. Jika tidak, Ami akan putus sekolah. Oleh karena itu, dia harus berusaha lebih keras demi Ami. Kini, warung kembali sepi. Pelanggan ibu-ibu sudah pada pulang. Hanya ada Ami memerhatikan Sara dan Mas Pono dari kursi.
"Mereka siapa, Mas?"
Rasa penasaran hinggap dengan para ibu-ibu yang datang untuk membeli mi ayam. Sara agak sebal pada ibu-ibu berisik nan bawel berceloteh di warung. Kalau saja ia tak ingat kebaikan Mas Pono menawari bekerja untuk membayar sekolah Ami, ia tak mau menghapi ibu-ibu cerewet menyebalkan itu.
"Itu orang tua murid SDN Pademangan 012 Pagi, Mister."
"Itu sekolah kakak aku dulu, Mister." Ami menyahut.
"Sekolah kakak kamu?" Sara mengeryit.
"Iya." Ami mengangguk.
"Kok bisa ya ada ibu-ibu bawel begitu, Mas Pono?"
Sara bicara dengan nada sinis. Mas Pono tertawa menggeleng kepala tidak tahu. Tapi, karena kehadiran Sara warung mi ayam ada pemasukan lebih dari hari-hari yang lalu. "Mister, makasih ya udah mau bekerja sama saya. Karena Mister Sara, warung saya jadi laris manis." Mas Pono tertawa.
"Masa iya, Mas?" Sara melongo. Ia melanjutkan kalimatnya, "jangan panggil saya Mister. Panggil Sara aja."
"Ya, Mas Sara."
"Hehe, ya itu lebih akrab kan dibanding Mister? Lagipula, saya ini bukan turis."
"Bukannya dari Jepang?"
"Ya memang. Tapi nggak semuanya itu turis kan?"
"Betul juga."
Mas Pono setuju dengan pernyataan Sara. Tidak semua orang luar negeri datang ke Indonesia itu turis. Bisa sekolah atau bekerja termasuk Sara, orang Jepang (yang) sebetulnya datang dari masa depan.
"Mas, kalau toko seragam sekolah didekat sini ada?"
"Ada. Di pasar Elang, Mas."
"Dekat nggak, Mas?"
"Kalau udah selesai, nanti saya panggilkan becak. Lengkap di sana Mas, sepatu juga ada. Murah, cuma sepuluh ribu rupiah sepasang."
"Masa?"
"Saya sering beli di sana."
"Buat anaknya Mas Pono?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Memento
ParanormalDia... Dia yang kau cintai-, maukah kau mengorbankan semua untuknya? Dimana dirimu harus memilih setiap konsekuensi dari yang kau lakukan. Hidup tanpamu atau waktu yang kau punya harus dikorbankan dengan Sang iblis? Dalam hatimu, kau ingin sekali me...