Ternyata dewi fortuna sedang tidak berpihak pada kami, setelah kami masuk kekelas kami, tidak lama beberapa menit kemudian Mrs. Macy masuk kekelas hari ini.
Tapi setidaknya kami bertiga tidak terlambat masuk kekelas. Jadi kami tidak mendapatkan hukuman.
Tapi, ketika Mrs. Macy datang, kami bertiga langsung mendaratkan bokong kami kemeja kami masing-masing.
Mrs. Macy yang sedang menjelaskan rumus-rumus dipapan tulis, aku sibuk sendiri dan tidak memperhatikan penjelasannya. Ku lihat ke arah kiri ku, Shawn berada disana.
Ia terlihat serius, aku tersenyum melihatnya. Aku mengeluarkan ponselku dari dalam tas dan memotretnya, garis wajahnya sangat terlihat. Dia lucu sekali saat begitu serius.
Kemudian aku memasukkan kembali ponselku kedalam tasku, pura-pura mengangguk mengerti apa yang sedang dijelaskan Mrs. Macy yang sebenarnya aku tidak mengerti sama sekali.
Aku mendengus pasrah, aku terlalu lelah dengan semua rumus-rumus itu. Untung saja pemiliknya sudah menjadi tulang berulang dibawah tanah sana. Jika ia masih hidup, kuyakini saat ini akan ada anak, cucu dan cicitnya lagi rumus-rumus itu.
Tiba-tiba saja ada getaran satu kali dari dalam tasku, pertanda ada pesan masuk. Kubuka tasku dan aku ambil ponselku, ku nyalakan ponselku dan membuka lockscreennya. Terdapat nama Cam disana, dan kubuka pesannya.
From : Cameron
bAbby, bAbby, bAbby oh...
Aku terkekeh saat melihat pesan masuk darinya. Namun aku segera membalasnya.
To : Cameron
Kau kenapa? Sakit? Haha.
Ketika aku sedang terkekeh saat membalasnya, Mrs. Macy sedang memperhatikanku yang tak kusadari lalu memanggil namaku.
"Abigail Johnson." Ucapnya dengan intonasi yang dinaikkan satu oktav dari biasanya.
Aku terlonjak kaget, aku langsung memasukkan ponselku ke saku celanaku. "i-iya Mrs.Macy? Ada yang bisa saya ban-tu?" Ucapku terbata.
"Tolong tutup pintu itu." Ujarnya, aku hanya mengikuti perintanya. 'Kukira ia akan memberiku hukuman karena memainkan ponsel disaat aku tidak memperhatikannya' batinku
Aku menutup pintunya dan kembali duduk ditempatku. "Abigail.." Panggilnya sekali lagi.
Aku medengus. Sebenarnya apa yang ia mau? "Yang ku maksud adalah tutup pintunya dari luar. Bukan dari dalam." Ujarnya dan penuh penekanan di setiap kata terakhirnya.
Aku mendesis lalu aku menuruti perintahnya. Berdiri didepan kelas, cukup membosankan. Kuraba saku calanaku, ponsel. Astaga, aku lupa bahwa kenyataannya tidak buruk, aku lupa dengan ponselku, yang kuingat terakhir kali aku memasukannya ke dalam tas.
Aku mengambil earphone disaku lain celanaku dan mencolokkan ujung earphoneku kelubang earphone berada, kemudian memasangkan kedua earphoneku kedalam telingaku. Lebih baik mendengarkan lagu, dari pada berdiam diri menambah bosan. Aku menggerakkan kaki keatas kebawah dan kepalaku sesuai irama.
Namun, ketika sedang asik mendengarkan alunan musik, seseorang menarik salah satu earphoneku. Aku berdecak, kemudian aku tersentak bahwa yang menarik earphoneku barusan adalah Shawn.
Tiba-tiba saja dia menarik paksa tanganku, aku tak cukup punya tenaga untuk menahannya, badanku dengan badanya kalah jauh, dia tinggi dan berisi. Berbeda denganku. Sebenarnya sih maunya?
Aku hanya mengikuti kemana ia pergi, "kau masih ingin berdiri disitu hingga kakimu sakit, hm?" Aku diam, bingung apa maksudnya ia membawaku ke kantin. Sungguh susah ditebak jalan pikirannya.