"Jadi, selama ini?" Harris bangkit dari Sofa. Jelas ia terkejut, akupun demikian. Diantara Mamah dan Papah, kami berkumpul dirumahku. Lucy yang berbicara dengan anak semata wayangnya itu menghapus airmatanya. Papah berpindah disamping sosok Lucy, mengelus bahu Lucy menenangkannya. Kulihat Harris menarik rambutnya Frustasi sebelum akhirnya meninggalkan kami. Aku tak sampai hati melihat kondisi Lucy, Mamah juga sampai menitihkan airmata dengan apa yang terjadi. Aku tahu ini berat untuk mereka, tetapi ini juga baik. Baik untukku dan Harris.
Isakan Mamah membuatku bergerak tangan mengelus punggungnya Mamah terlalu peka untuk lingkungan sekitar. "Mah.. sudahlah.."
"Aku hanya kasihan pada Harris. Sudah berpuluh tahun akhirnya ia tahu yang sebenarnya, ia tahu bahwa dia hanyalah Anak angkat" baik, satu fakta lagi yang kutahu soal Harris, dia anak angkat. Papah tersenyum padaku sekilas. Membawa Lucy kedalam kamar tamu dan kupikir mereka akan menginap disini.
"Harris!" Ingatku seketika. Mamah sampai menoleh karena aku tak sadar berteriak memanggil namanya. Jika Papah dan Mamahnya disini, ia seharusnya tinggal. Namun kini sosoknya menghilang. Aku harus segera mencarinya. "Mah, aku Harus mencari Harris"
"Ya sudah carilah"
Aku bergegas keluar rumah, dihalaman rumahku tidak ada. Damn. Aku harus segera menemukannya, dia tak tahu indonesia tanpa crew-nya itu. Pertama, menelusuri gang kecil disekitaran rumah. Dan dia tak ada . Aku semakin panik, tak seharusnya ia berpergian sejauh ini. Kembali menelusuri, aku terpojok dengan jalanan yang mengarah pada jalan utama. Banyak mobil yang berlalu lalang disana. Karena tenggorokanku terasa haus, aku melarikan diri pada minimarket terdekat. Menengguk sebotol air mineral untuk memulihkan tenaga mencarinya. Kembali pada gang sempit dan gelap itu, aku tersadar bahwa langkahku tidak sendiri. Saat menoleh, tak ada seorangpun dibelakangku. Aku semakin mempercepat langkah, dan lagi, rasanya kakiku bergema. Aku menoleh sekali lagi, dan kudapati seorang pria yang jaraknya tak jauh mendekat kearahku agak sempoyongan, kukira ia mabuk dan aku harus mempercepat langkahku hingga akhirnya aku terjatuh karena tubuh kekar seseorang yang lain berhasil menghalangiku, badanku kotor karena kebetulan jalan digang itu sedikit becek.
"Siapa kalian!" aku mendapati mereka bukan hanya dua orang, disisi lain, pria lain muncul. Tubuhku semakin gemetar hebat. "Jangan dekati aku!!!" Aku mencoba bangkit tetapi lututku lemas, aku terlalu ketakutan.
"Tolong!!" "To-" seseorang mendekapku, aku memberontak dalam dekapannya dari belakang, yang didepan sudah menyeringai dengan wajah kekar itu. "Kita apakan dia?" Yang pria lain berucap. Mataku mendelik karena pria yang menyeringaiku itu tepat berada didekatku, menyentuh daguku agar menatapnya. Sial. "Cantik. Kita mainkan saja dia"
Dan tawa mereka nyaring. Keadaan sekitar sepi, dan aku sadar telah melewati gang yang salah. Tetapi mereka semua menoleh ketika seorang lain dibelakang sosok pria kekar itu berteriak cukup keras. "Lepaskan dia!" Ia menunjuk dengan beraninya. Aku mengerjapkan mata berulang karena pria itu terlalu kecil untuk menandingi mereka yang bertubuh besar dan wajahnya begitu familiar untukku.
Aku terus mengulang wajahnya, mencoba mengingat dimana aku bertemu dengannya. Dengan berani pria itu melarikan dirinya kearah sang pria kekar itu dengan kepalan tangannya. Perang keduanya sengit. Yang memegangiku sampai melepaskannya dan lebih memilih untuk ikut memukuli pria yang menolongku, disela pertengkarang, matanya sempat melirik aku yang sudah bebas dari zona bahaya sedangkan dirinya dilingkaran ke lima pria jahat itu. Yang bertato banyak mengepalkan tangan namun pria yang menolongku berhasil menghindar hingga ia keluar lingkaran dan segera membawaku keluar, cukup cepat berlari. Aku harus menyeimbangkan tubuhku untuk mengiringinya. Hingga nafasku terengah, pria itu masih mengajakku berlari. Ia cukup cekatan untuk menemukan zona aman dan kami sudah ditengah perumahan padat penduduk, si pria mendekat kearah pos satpam dimana ada dua orang beserta penduduk lain yang berada diluar rumah. Kulihat para pria kekar itu berbalik namun tak yakin ia benar-benar akan pergi.
Kutatap pria disampingku, ia tersenyum berbalik menatapku. Pikiranku terbayang oleh pertemuan saat disekolah, dengan seseorang- tunggu- apa dia Endra?
"Endra?"
"Kau baik-baik saja?" Suaranya lembut. Aku mengangguk dan tak menyangka ia bisa memukul pria kekar itu tanpa terluka. Wajah tampannya terlihat begitu cerah dibawah cahaya lampu jalan.
"Aku baik-baik saja. Terimakasih"
Lagi, ia tersenyum. Begitu manisnya. "Syukurlah. Tapi berhati-hatilah, sepertinya Pria itu masih disekitaran sini. Aku sarankan kau pulang melalui jalur yang aman"
"Dimengerti. Tapi bagaimana denganmu?"
Ia terkekeh, seakan didalam ucapanku mengandung unsur jenaka. "Tenang saja, aku bisa jaga diri. Jadi, kau ingin pulang sekarang?"
"Hmm, yeah, aku pikir aku harus pulang. Badanku juga kotor seperti ini. Aku harus segera membersihkannya"
"Kau benar, ya sudah aku antarkan kau saja bagaimana?"
Aku mengangkat kedua tanganku mencegahnya. "Tidak, tidak perlu. Sungguh" aku tidak tahu alasan apa yang harus kuutarakan jika nantinya Harris melihatku bersama Endra. Aku tahu ini tak ada hubungannya, tetapi malam ini ia sudah sangat terpukul dengan kenyataan-wait, Harris! Dimana dia?
"Kau kenapa?" Endra menatapku was-was. Sepertinya wajahku tak pandai menutupi perasaannya. "Kau memikirkan sesuatu?"
"Aku-aku seharusnya mencari seseorang.."
"Maksudmu dia?" Endra menunjuk dengan dagunya, aku mengikuti kemana arahannya tertuju. Tepat disana, Harris berdiri tegak, rambutnya yang lebat dan ikal mencari ciri khasnya ditengah sinaran lampu jalan yang lumayan terang. "Ha-haris?" Suaraku terbata. Dan selanjutnya aku tidak tahu untuk alasan apa aku bersama Endra. Tentu, mencarinya dan pria kekar itu, Endra muncul. Kira-kira begitulah kronologisnya.
"Aku tahu. Dia penyelamatmu. Aku tahu" Harris acuh sesaat mendengar penjelasanku ketika Endra sudah menghilang. "Seharusnya kau telfon aku, aku bisa membantumu. Bukan dia"
"Sungguh Harris, pikiranku mentok, aku benar-benar dipojokkan oleh mereka"
"Dan kau pikir bahwa Endra benar-benar menyelamatkanmu?"
Alisku bertaut, mengangguk lemah dan sedikit tidak percaya bahwa ia tengah merendahkan Endra dengan kemampuannya berbela diri.
"Aku tak suka kau seperti ini Harris, Endra baik. Dia menolongku, lagipula aku seperti ini karena mu. Karena aku mencarimu. Untung saja ada Endra yang menyelamatkanku, jika tidak, aku tak tahu akan seperti apa"
Harris memutar bola matanya, "aku memang tak tahu lingkunganmu disini. Aku memang tidak tinggal disini, tapi asal kau tahu Delli, aku takkan membiarkanmu sendiri, termasuk memilih siapa yang pantas kau sebut teman atau tidak. Ingat itu" ucapnya semakin mengancam. Ia berubah, sangat berubah. Dan tak lagi sama seperti awal aku bertemu dengannya. Ucapannya yang kedengarannya sangat tak mempercayai Endra membuatku sedikit kecewa, ada beberapa alasan mengapa Harris seperti ini, pertama, Harris cemburu- oke, ini tidak lucu, tetapi aku lihat bagaimana emosinya terbentuk saat ia tahu aku tengah berpegangan tangan dengan Endra tadi. Kedua, soal agama? Atau ketiga, dia memang tak pernah membiarkanku sendiri. Tapi bagaimana? Harris mempunyai mata-mata? Tapi siapa dia? Kupikir tak seorangpun Bule, maksudku- siapa orangnya? Apa itu Ana? Mengapa ketika aku sudah menemukan titik terang untuk hubungan kami, Harris malah bersikap aneh untukku? Ketika semua rahasia itu terungkap, menyadari bahwa Harris hanyalah anak angkat Lucy membuat Papah lega karena anaknya masih bisa berbahagia dengan Harris, tetapi mengapa malah sekarang Harris yang berubah? Apa karena ia kesal dengan semua pernyataan ini? Atau anda apa sebenarnya?
Hiiii, i'll post asap, keep comment and vote please :') pic di atas untuk perannya Endra ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Salam' Alaikum My love
RandomENJOY EVERY PART AND PLEASE FOR VOTE AND COMMENT HIGHEST RANK : #1 Harris