Special

470 50 7
                                    

Dibawah rinai hujan membasahi
Disaat daun mulai berguguran
Dimana aku selalu bermimpi untuk selalu bersamanya

Harris,
Dia milikku.

Malam mulai larut, dimana Jaket Harris masih menyelimuti bahu ku karena dress yang terbuka. Aku masih disini, bersamanya. Terduduk diatas kap mesin mobil Harris, memandangi bintang-bintang dimana angin malam menemani. Aku lebih merapatkan jaketnya tidak membiarkan angin malam kembali menusuk permukaan kulitku. Berulang kali aku hanya mendengar derungan angin serta hembusan nafas Harris yang nampak begitu beraturan ditelingaku.

"Dell?"

"Hm?" Pahatan wajahnya yang sempurna terlihat meskipun dari sisi samping.

"Apa ini Salah?"

"Apanya yang salah?"

Ia menghela nafas dalam. "Menyentuhmu malam ini, apa aku salah?"

"Tidak, kau baik melakukannya"

Tawanya terbentuk, membuat suasananya tak begitu canggung. Jujur saja aku tak senang jika Harris selalu menyesali perbuatannya yang ia lakukan padaku, secara teknis ini memang salah. Tetapi untuk apa menyesali hal yang sudah terjadi?

"Maksudku Delli.."

"Aku tahu, kau menyesal. Bukan begitu?"

Kali ini matanya bertemu mataku, mengikuti setiap gerakan mataku. Aku semakin dibuat terpaku olehnya, "tidak, aku tidak menyesal..." terus menatap hingga menghipnotisku sejenak. Dinginnya malam tak lagi kurasakan karena tak sengaja aku merasakan tangan Harris yang menarik pinggulku mendekat. Terus begini, hingga aku melihat kedua matanya terpejam sesaat wajah kami hanya berjarak beberapa inci, aku masih terdiam. Dalam batin menderit, gadis batinku berteriak untuk mendorongnya. Aku tahu pasti apa yang akan terjadi jika aku membiarkan ini. Namun entah mengapa aku malah terdiam dalam gelutan didiruku sendiri. Membuat heruan nafasnya semakin menyapu permukaan wajahku. Aku terpana, memejamkan mata untuk sejenak merasakan dimana bibirku pun membuka secara perlahan. Semakin dekat, dekat...

"Permisi?"

Tersontak, aku dan Harris sama sama menarik diri, menjaga ekspresi untuk tidak terkejut. Kudapati seorang pemuda berada di hadapan kami.

"Ya?" Harris menjawab. Ia lebih pandai menyembunyikannya.

"Ini sudah larut malam. Maaf sekali- tetapi gerbang wisata akan kami tutup sebentar lagi jadi sebaiknya bergegas pulanglah"

"Baik, aku mengerti"

Si pemuda itu mengangguk tak jelas. Aku yakin ia sama terkejutnya karena sedetik saja ia terlambat, aku sudah berciuman dengan Harris. Disaat pemuda itu menghilang diedaran, Harris turun dari kap seraya membantuku.

"Malam yang dingin heh?" Senyumnya menyeringai membuatku tersenyum geli karena mungkin Tuhan tidak menakdirkan kita untuk melakukan kesalahan yang sama seperti dipesta perpisahan. Entah setan apa yang merasuki Harris. Oh god..

...

"Selamat malam Deli"

Aku yang barusaja menutup pintu mobilnya mendapati kaca mobil Harris terbuka setengah, jaketnya masih kukenakan. Kami sudah tersampai dihalaman depan rumahku- juga mantan rumahnya. Aku sedih mengingat ia harus berpisah seiring dengan Lucy dan Papah pindah kerumah baru mereka. Aku melambai sebagai perpisahan.

"Hati-hati dijalan" ucapan terakhirku sebelum mobilnya meninggalkan rumahku, decitannya sempat terdengar karena kebetulan jalanan masih licin karena hujan. Aku bergegas masuk kerumah karena merasakan rintikannya mengenai kepalaku yang telanjang.

Salam' Alaikum My loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang