Endra-Harris

480 44 3
                                    

Setelah merajuk beberapa saat akhirnya Harris bangkit dari duduknya dan menyusulku untuk ke mobil. sampai tangannya menyentuh pintu mobil, Harris masih memandangi mereka seperti tengah tertegun dengan apa yang mereka lakukan atau terpesona dengan salah seorang sosok disana. Damn, aku semakin membidik ngeri, gila nih bule udah tahu diliatin gerombolan preman masih aja diliatin mulu. Batinku mengeloteh sendiri, aku khawatir jika Harris harus berhadapan dengan mereka yang tubuhnya lebih kekar darinya.

"Harris! Ayo!" Seruku, ia mendengarkan dan segera masuk kemobil. Aku menyalakan lagu didashboard mobilnya untuk mencoba menenangkan pikiranku sejenak.parkiran mobilnya hanya berjarak beberapa meter dari gerombolan preman tadi. Aku perhatikan Harris tengah menggunakan sabuk pengaman dimana aku terus bersitegang dan berharap dia tak mengambil jalur kiri dimana mobilnya harus melewati segerombolan preman tadi.

'Tunggu-" tanganya yang sudah memegang kemudi kemudian berpangku pada atas pahanya lagi. Terdiam, ia seolah berpikir sesuatu."-aku harus kesana"

"Apa?! Apanya kesana! Kau mau kemana?!" Aku sudah panik. Seperti aku telah mengetahui jalan pikirannya, gila gila gila! Ini tak bisa dibiarkan!

"Kearah gerombolan itu, sepertinya aku mengenal seseorang disana"

"Apa?! Hey jangan bodoh! Aku tahu kau tampan, bule, jago berbahasa inggris. Tapi ayolah.. Harris.. mereka bukan orang baik"

Ia menyipitkan matanya, apa yang salah dengan ucapanku? "Bukan orang baik?"

Aku mengangguk kecil, tentu.. semua orang tahu itu kan?

"Tetapi aku melihat Endra disana.." suaranya lirih namun masih bisa kudengar. Endra? Bersama preman preman itu? Bagaimana-

"Kau pasti tak percaya itu kan?"

Aku terdiam. Ya, aku tak percaya.aku yakin Endra bukanlah pria yang Harris pikirkan. Tidak- apalagi dengan wajah polos dan imutnya itu. Aku tak menyangka ia akan berteman dengan seseorang yang berpenampilan seperti preman-preman barusan.

Kudengar Harris tertawa, tentu dengan suara tawa yang sama sekali berbeda dengan sebelumnya, bukan yang mengandung unsur lelucon dan tawa khasnya, melainkan lebih mengenai bagaimana reaksi ketidak percayaanku pada apa yang barusaja ia bicarakan.

"Baik, aku akan buktikan bahwa ucapanku benar" ia berucap lagi. Aku masih terpaku seketika Harris keluar mobil, sial! Aku mengumpat dalam hati, kakiku gemetar menyadari Harris tengah membayakan nyawanya demi membuktikan bahwa ucapannya benar adanya. Aku seharusnya percaya. Aku tak bisa biarkan ini.

Tanganku dengan cepat meraih pintu mobil dan bergegas keluar, menyusul Harris yang sudah berada diantara preman-preman itu. Ia berbicara pada seorang yang berbadan besar itu. Bibirku ikut bergemetar sesaat memanggil namanya, dimana mataku benar menangkap sosok Endra yang tengah terduduk didalamnya. Aku terkejut. Terpaku diantara suara bising yang mengelilingiku, aku sadar betul ketika Harris mulai memanggil namaku untuk kembali kedalam mobil. Namun mata ini masih tetap menatap Endra yang mengisap sebatang rokoknya dan tersadar bahwa aku disana. Bibirnya mengucapkan namaku tanpa bersuara, yang ia pegangpun jatuh kelantai. Endra bangkit dan mulai mendekat. Aku menggeleng keras untuk tidak membiarkan Endra mendekat. Hatiku hancur, aku tak seharusnya memberikan ia waktu untuk jawabannya saat menembakku beberapa waktu silam. Aku seharusnya-.

"Hey dude, dia tak ingin didekati, sudahlah" Harris menghalangi. Aku masih diam, Endra berulang kali memanggil namaku dengan sebuah penjelasan konyol yang begitu simpang siur ditelingaku.

Kulihat tangannya mulai mengepal dan mengenai Harris, aku menjerit dan segera menampar dirinya seketika aku sadar Harris tersungkur ditanah. Tidak tidak, ini salahku!

Salam' Alaikum My loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang