big mistakes

503 55 10
                                    

"Jadi apa yang ingin kau bicarakan?" Aku akhirnya bicara setelah sekian lama di dalam Cafee dan jam dinding mulai menunjukkan pukul sebelas malam, Endra hanya menatapku dengan penuh artian yang susah untuk kutebak. Secangkir minuman yang kupesanpun sudah setengah kosong.

Endra memajukan punggungnya yang sedari tadi menyandar pada punggung kursi menjadi tegap terduduk. "Ak-aku.."

Aku masih menunggu. Sekiranya aku menghitung beberapa detik hanyalah hening. Endra tak sanggup menyempurnaan kata-katanya dihadapanku.

"Ndra.. ayolah, apa yang kau ingin bicarakan?"

"Kau ingin mendengarkannya?"

Karena kesal, aku menghentakkan nafas secara kasar. Menatapnya kembali lalu mengangguk, Endra yang mengetahui itu hanya tersenyum manis dihadapanku, entah mengapa aku merasa ada juratan dari wajahnya yang selalu mengingatkanku pada Harris. Mungkin sebab itulah yang membuatku jatuh cinta padanya sejak pertama?

"Ok, baiklah.. aku hanya ingin mengatakan bahwa aku sebenarnya menyayangimu, maukah kau menjadi gadisku?"

Harris Pov

Spidometerku menunjak dratis seketika telfonan Mamah Deli membuat Jantung ini tak karuan. Bagaimana tidak, aku yang memergoki Endra sebagai komplotan dari Berandalan itu, tengah mengajak Deli semalam ini. Aku bukannya ingin berfikir negatif mengenai seseorang. Namun aku sadar diri dimana aku hidup sekarang, yang bahkan banyak tak lagi memperdulikan hukum maupun etika melainkan nafsu belaka. Menancap lebih dalam gas mobilku, aku melaju diatas rata-rata dijalanan bebas hambatan. 'Sudah hampir satu setengah jam lalu dan dia belum kembali' . Sialnya, perkataan Mamah Deli berputar terus menerus didalam pikiranku. Rasanya tanganku sudah mengepal jika aku berhasil menemukan Endra dan menyakiti Deli. Tidak akan ada maaf baginya, aku bersumpah.

Sudah beberapa menit aku bergelut dalam keheningan mobilku. Hanya derungan mesinnya yang mengencang sebagai teman perjalananku. Tak sangka aku menemukannya, bergegas memarkirkannya disana. Tak lama aku masuk kedalamnya, mataku mencari dari keadaan sekitar. Tepat disudut dekat jendela dilantai atas Cafee ini, aku menemukan mereka. Deli dan Endra, dengan tawa mereka. Deli menyerap minumannya dimana Endra tengah berbicara dan mereka tertawa bersama. Sangat bahagia, aku bahkan tak pernah membuatnya seceria malam ini. Rasanya kakiku kaku untuk melanjutkan, aku tak pantas untuk menemuinya hanya sekedar memberitahu bahwa sekarang mulai jam tengah malam. buyaran itu sirna ketika aku mendengar seseorang mencoba berbicara denganku.

"Ada yang bisa dibantu?"

Aku memutar tumit menemukan sumber suaranya. Disana, pegawai perempuan dengan rambutnya yang diikat ekor kuda tersenyum kearahku. Aku membalasnya, dimana saat bersamaan aku menemukan jalanku yang lain untuk merebut Deli dari Endra.

"Ada, beberapa" ucapku dengan penuh yakin disertai seringaianku.

Delli's pov

mood-ku membaik dimana Endra selalu melontarkan lelucon yang membuat aku terhibur malam ini. Beberapa kali mengambil gambar dari ponselku maupun dari miliknya. Ia tak seburuk yang Harris kira. Berandalan? Yang benar saja. Mungkin ia hanya menyemburui pria ini.

Aku bermain dalam ponselku begitupun dengan dirinya, menyerap kembali secangkir yang sudah mulai terkikis habis. Aku tak tahu kapan Endra akan mengajakku pulang, namun aku senang. Dimana sekarang aku bisa mendengar music live yang sepertinya baru dimulai. Aku masih acuh ketika seseorang mulai mengetik gitarnya perlahan membuat sebuah melodi yang menjadi lagu ini begitu diterima dalam pendengaranku.

You can try and turn off the sun
I'm still going to shine away, yeah..

Seketika lirik itu terdengar, aku seperti kesetanan untuk melihat kearah suara itu berasal, berharap dugaanku salah. Begitu mengagetkan begitu mata kami langsung bertemu, dia disana.

Salam' Alaikum My loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang