the day

474 41 18
                                    

"Alhamdullilah..." yang lain bersorak saat makanan yang kami bawa-aku dan Harris, barusaja tiba. Beberapa anak terlihat riang karena mungkin perut mungil mereka sudah berteriak kelaparan sedaritadi. Aku memperhatikan bagaimana Harris memperlakukan Chelsea lebih lembut dari yang lain. Bukan tanpa alasan, Chelsea pun enggan untuk berpindah dari pangkuan Harris dan terus mengikuti lelaki itu hingga keluar panti. Kami disini, membagikan makanan untuk mereka yang selebihnya untuk mencari keberadaan orang tua Harris. Sudah ada titik terang dimana mereka berada dan alasan terkuat mengapa Harris sampai dilepaskan begitu saja, yang pasti besok aku harus tetap berada disisinya, menemaninya hingga semua terlihat jelas.

"Harris, aku mau yang itu" jari telunjuk Chelsea menunjuk salah satu jajanan, dengan senang hati Harris mengambilkannya. Aku ikut makan bersama mereka begitupun Harris. Disampingku dua bocah gadis kecil kembar yang hanya berbisik dan tak bersuara sedikitpun. Tatapan mereka mengarah pada anak lain dihadapannya seraya memakan box nasi yang dibelikan.

"Hey, pakai tangan kananmu" aku tersentak, menemukan Harris berucap begitu lantang pada bocah lelaki yang nampak asing disampingnya. Maksud Harris untuk memperingatkan menggunakan tangan kanan untuk mengambil jajanan penutup mulut yang tersaji dihadapan kami.

"Baik ka"

Aku mendekatkan diri padanya tepat pada area pendengaran. "Harris.. ini sudah hampir jam 8 malam, kapan kita pulang?"

"Sebentar lagi, akan ada doa bersama dan kita pulang. Ok?"

Aku menggangguk, menunggu acara yang selanjutnya dan bergegas pulang kerumah. sebelum itu, Harris berpamitan pada Chelsea yang sepertinya berat untuk ia tinggalkan. Akhir-akhir ini mereka sudah begitu akrab.

"Aku akan kembali lagi. Aku janji, ok?"

Samar-samar aku mendengar percakapan Harris pada Chelsea yang sudah menangis dipelukannya. Bu Ratih mencoba memisahkan keduanya namun Harris menolak. Ia lebih memilih agar perpisahan mereka terjadi karena kehendak Chelsea sendiri, bukan yang lain.

Hampir setengah jam lamanya, dan akhirnya Chelsea mengangguk melepaskan kepergian kami. Aku tak sampai hati melihat bagaimana mata kecilnya sudah sebab karena menangis demi Harris, namun aku tak bisa berbuat apa-apa. Lambaian kami seiring dengan mobil Harris yang berjalan meninggalkan halaman rumah panti. Disamping-ku, Harris mengemudi dengan santainya. Menggunakan topi bisbol hitam dengan kaos hitamnya dan jeans biru tua. Mobilnya sudah menyatu dijalanan bebas hambatan. Aku tak lupa untuk memasang safety belt sebelum akhirnya hanya bisa memandangi lingkungan sekitar dimana kota jakarta masih ramai dengan penduduk yang padat.

"Kapan kau akan ke London?" Aku bertanya dengan tatapan yang masih mengarah pada luar jendela mobil.

"Minggu depan. Untuk mengurus berkas-berkas perpindahanku kemari. Mau tak mau aku harus tinggal disini untuk mengurus masalah keluargaku Delli.."

"Jadi, maksudmu kau akan disini?" Entah mengapa hatiku begitu gembira, rasanya tubuhku sudah terbang hingga langit ketujuh karena ucapannya yang melintas dipendengaranku. Harris akan tinggal bersamaku, selamanya.. disini.. diindonesia..

"Sementara. Sampai aku menemukan siapa keluargaku, aku heran mengapa kau sampai marah saat aku tak memberitahumu soal syarat agar aku tetap diindonesia. Seharusnya kau tahu bukan bahwa kau adalah satu dari semua syarat itu."

Aku meliriknya. Sial, harris menyeringai-ku dan entah mengapa aku juga tak kuasa menahan senyuman-ku agar terbentuk. Aku senang, ya jelas. Rasanya kekesalanku selama ini sirna dan itu juga berkat dirinya. Aku semakin yakin bahwa keputusanku malam itu benar. Aku harus menimbangkannya lagi, antara Harris dan Endra. Dan kini aku sadar bahwa Harris adalah seseorang yang dapat membuat hatiku berbolak balik. Senang, benci secara berturut-turut. Aku juga tak memungkiri bahwa Endra membuatku demikian, namun tak sedahsyat Harris. Tidak sampai aku merasakan betapa memerahnya pipiku saat ini. Damn..

Salam' Alaikum My loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang