Endra?

498 38 2
                                    

Sepanjang malam aku terus memikirkan perkataan Harris, ini terlalu rumit dan aku tak mengerti dengan rencananya. Membiarkanku sendiri? Yang pantas disebut dengan teman? Apa sebenarnya maksud dari semua itu? Apa Endra bukanlah pria baik? Ah sial. Kepalaku berdenyut memikirkan semua ini, setelah kutahu pernikahan papah bukanlah masalah untukku dan Harris, kini aku harus dihadapkan dengan permasalahan yang lain. Karena tak kunjung menemukan jawaban dari semuanya, aku akhirnya terpejam.

Cahaya pagi membangunkanku, aku mengerjapkan mata berulang kali menyadarkan diriku sendiri. Hari ini, aku akan kesekolah untuk mengecek kebutuhan hal perkuliahanku. Rencananya aku mendaftar diuniversitas salah satu diibu kota, cukup terkenal dan banyak temanku yang melanjut disana. Didapur, aku bertemu dengan Harris yang tengah menyerap teh buatannya. Aku tersenyum kearahnya dan mencoba terduduk berhadapan sebelum mempersiapkan diri untuk kesekolah.

"Kau ada rencana hari ini?"

Aku mengangguk, "kesekolah untuk mendaftar kuliah mungkin?"

"Bukankah kau bisa melakukannya secara online?"

"Hm, tetapi aku membutuhkan informasi lebih yang mungkin tak kumengerti"

"Baiklah" ia kembali menyerap minumannya yang terletak diatas meja. "Memangnya ada apa kau bertanya soal diriku hari ini?" Kali ini aku yang bertanya. Harris meletakkan cangkirnya diatas meja. Rasanya aneh memikirkan bagaimana kami akhirnya seperti ini, sedekat ini. Dan bahkan hidup seatap seperti sekarang.

"Itu karena aku ingin mengajakmu kesuatu tempat. Aku tak yakin bisa melakukannya sendiri, soal diriku."

Keningku berkerut,soal dirinya?

"Kemana?"

"Panti asuhan"

Mataku mendelik, tekejut? Pasti. Tetapi reaksiku membuat Harris mengangkat kedua alisnya bersamaan. "Kenapa? Kau terkejut? Seharusnya tidak. Kau tahu sendiri bukan jika aku adalah anak angkat Lucy, dan dia bilang dulu Lucy mengangkatku saat ia diindonesia. Dan sekarang aku tahu mengapa Lucy selalu menyuruhku kembali kesini dan akhirnya bertemu denganmu" jelasnya cukup panjang.

"Ok, tapi... jadi kau terlahir diindonesia?"

"Entahlah, mungkin? Apa aku terlihat seperti orang asia? Bukankah hidungku ini membuktikan betapa bedanya aku dengan kau,gadis asia?" Ia memainkan salah matanya. Damn, Harris menggodaku mengenai hidungku yang kelewat pesek. Aku membencinya sekaligus menggelikan. Tak ada yang bisa membuatku mengangkat sudut bibir sepagi ini terkecuali Kakek, dan kini Harris berhasil membuatnya.

"Menyebalkan. Sudahlah, aku ingin membersihkan diriku. Bye" ujarku sarkastik seraya meninggalkannya tak terlupa menjulurkan ludah sebelum itu.

..

Tak disangka Harris malah mengantarku kesekolah dengan mobilnya. Sepanjang perjalanan, Harris melontarkan beberapa lelucon yang membuatku terkekeh bahkan tertawa lepas. Ia cukup hebat sebagai penghibur namun juga cukup hebat membuat diriku khawatir setengah mati saat mencarinya semalam. Mengenai Endra, aku belum membicarakannya. Aku tak ingin menghancurkan mood Harris sebaik pagi ini. Aku tidak bisa, akhir-akhir ini Harris jarang tersenyum.

"Toh juga bila aku bukan anak angkat Lucy, aku tetap bisa menikahimu Del" jelasnya saat kami tahu sudah diujung topik mengenai pernikahan Mamahnya dan Papahku.

"Oh ya? Boleh dalam agama seperti itu?"

Dan jujur saja aku tak mengerti soal hal itu, maksudku-Papah dan Mamah Harris serta aku dan dirinya. Disaat bersamaan, aku berpikir alasannya Harris sangat tak menyetujui pernikahan Mamahnya jika ia tahu aku bahkan masih bisa menjadi miliknya.

"Ya tentu saja. Ulama yang mengatakan padaku" tangannya lincah menggenggam kemudi mobil, seperti melihat pemandangan yang begitu indah disaat Harris duduk bersamaku. Begitu tampan dan juga taat beragama. Bahkan aku merasa kurang baik untuknya jika memang kami berjodoh namun aku mencintainya, rasanya akan sangat menyakitkan melihat Harris bersama gadis lain. No!

Disekolah Harris langsung diserbu oleh beberapa temanku. Dan alhasil aku yang menjadi photografer dadakan. Disela itu, Harris berbisik untuk memintaku segera keluar dari sekumpulan para gadis satu kelasku. Jadi aku harus memutar otak menemukan alasan yang tepat untuk membawanya pergi.

"Hm teman-teman sepertinya aku dan Harris harus segera ke Bk. Ada yang harus kuurus mengenai kuliahku, tak apa kan?"

"Harris disini saja. Bersama kami"yang salah seorang gadis kulupa namanya menjawab sesuka hati dibarengi dengan anggukan yang lain. Harris yang kebingungan memahami ucapan kami hanya memandangiku seolah meminta perlindungan. Damn apa yang harus kulakukan?

"I'm with her" Harris tiba saja mengangkat suara. Aku mengangkat sedikit sudut bibirku dan segera berlalu. Kudengar mereka bergumam tak jelas yang pasti tidak menyukaiku. Aku sudah terbiasa oleh itu.

Diruang Bk tak sengaja aku mendapati Endra disana. Sayangnya ia sudah berjalan keluar Ruang. Senyumannya mengarah padaku namun segera pudar ketika sosok Harris berjalan dibelakangku. Melupakan hal itu, aku segera meluncurkan high fiveku pada Pak El, sebutan untuk guru Bk yang begitu dekat denganku. Perawakannya yang tak terlalu tinggi dengan kulit sawo matang, ia masih berkisaran 30tahun keatas dan belum menikah. Aku terduduk berhadapan dengannya. Sama, pak El bermain ponselnya dan bukannya menanyai persoalanku.

"Pak..." nadaku kelewat manja. Harris menyusul, berdiri dibelakangku. Pak El melirik Harris sekejap sebelum akhirnya bermain mata menggodaku.

"Siapa? Kau ini diam-diam dapet bule juga"

"Bapak!"

Ia tertawa, "ada apa kemari? Bukanya bapak sudah memberimu formulir kemarin?"

"Ya. Itu untuk jalur raport. Aku ingin bertanya soal jalur tesnya"

"Oh, ya sudah tanyakan saja" ia acuh kembali, tertuju pada layar ponselnya untuk bermain games. aku berdecak dan harus mengaktifkan diri untuk bisa mengorek informasi darinya. Setelah cukup dengan itu, aku berpamitan. Lagi, ia menggodaku untuk kedua kalinya karena Harris.

Perjalanan pulang, Harris mengganti rutenya dan mengataka bahwa ia akan mengajakku kepanti asuhan dimana ia dirawat sebelum bersama Lucy. Ia bercerita bahwa Lucylah yang mengatakan semua ini. Demi kebenaran akan keluarganya yang asli.

"Jadi, suami Lucy sudah meninggal?" Aku bertanya. Harris mengangguk, matanya tertuju pada spion untuk memutar kemudi kearah jalanan utama.

"Sejak aku berumur 5tahun ia meninggal. Lucy bilang, alasan utamanya mengadopsiku adalah karena sang suami yang mandul namun Lucy sangat mencintainya. Setelah suami Lucy meninggal, beberapa tahun kemudian aku bertemu denganmu dan dia bertemu dengan Papahmu. Dunia sempit bukan?"

Kali ini aku membenarkan ucapannya. Dunia memang sempit. Banyak gadis diluar sana ingin sepertiku, bersama Harris, melewatkan waktu bersama. Akankah terus seperti ini?

Tak sadar mobilnya sudah terhenti, aku menyusul Harris yang sudah mendahuluiku. Seketika mataku mendelik, untuk kedua kalinya aku bertemu Endra. Ditempat yang berbeda. Arah kami yang berlawanan membuat aku bisa melihat reaksi Endra yang menekuk sudut bibirnya serta kepalan tangannya. Aku terus mengikuti kemana arahnya pergi hingga memutar tubuh. Endra dengan cepat memakai Helmnya dan berlalu dengan mogenya.

"Dia tampan ya?" Aku terloncat, menoleh kesumber suara hingga pipiku tak sengaja menyentuh pada bibirnya. Harris! Lagi-lagi pupil mataku membesar, aku memukul lengannya pelan. Benar-benar disengaja karena Harris berbisik tepat ditelingaku, memakan jarak ada hingga ciumannya dipipiku tak bisa dihindarkan. Harris tertawa, begitu renyah dan membuatku nyaman. Mengacak rambutku, ia mengajakku untuk segera masuk kedalam panti. Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa Endra kemari? Apa yang ia butuhkan?

oyaa jan lupa ya harris J ada di rcti tgl 2 mei!! Aaaa excitedd bangettt yang bisa nntn, nntn aja atuhhhh :* :*

Salam' Alaikum My loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang