Eternally Loved - Ch. 1

95.5K 5K 88
                                    

Bethany Chapman membanting pintu kamarnya dan tersungkur ke atas ranjang kingsized nya. Ia menangis sejadi-jadinya dan sesekali memukul bantalnya karena kesal.

Ia tidak pernah merasa sesedih ini ataupun semarah ini terhadap kakeknya. Bagaimana mungkin kakeknya tega untuk melakukan ini semua terhadapnya?

"Bethany," Charlotte membuka pintu kamarnya dan mengintip. "Oh, dear."

Bethany memeluk pinggang Charlotte dan membenamkan kepalanya pada pangkuan wanita itu ketika ia menghampirinya dan duduk di sampingnya. Charlotte mengelus kepalanya dan berusaha untuk menenangkan gadis itu.

"Shhh, tenanglah, sweetheart." Bisik Charlotte.

"Aku membenci Grandpapa!" Isak Bethany.

"Oh, kau tidak benar-benar mengatakannya."

Bethany hanya terisak. Ia menyayangi kakeknya dan juga Charlotte. Keduanya adalah orangtua yang tidak dimilikinya karena mereka sudah meninggal ketika ia masih balita dalam sebuah kecelakaan maut.

"Aku tidak mau menikah, Bibi."

"Aku tahu, sayang. Tapi kau bahkan tidak mengijinkan kakekmu untuk menyelesaikan kata-katanya."

Bethany menolak untuk merasa tidak enak.

Beberapa menit yang lalu, ia dipanggil kakeknya ke ruang kerja pria itu. Meskipun kakeknya sudah berumur, namun pria itu masih sehat dan menjalankan perusahaannya.

Ketika kakeknya baru berkata bahwa ia sudah menjodohkan Bethany kepada putera sahabatnya, Bethany langsung menolak dan berlari meninggalkan kakeknya tanpa mengijinkan pria itu untuk menjelaskan.

"Apalagi yang harus dikatakan? Kakek sudah membuat keputusan!"

Charlotte, atau yang biasa selalu disebut bibi Lottie oleh Bethany, hanya menghela napas. Ia tahu betapa keras kepalanya Bethany dan gadis ini pasti akan berulah.

"Ayolah, kau sudah 20, sudah saatnya bersikap dewasa."

Bethany menghapus air matanya dan duduk bersila di hadapan bibinya.

"Apa kau mengetahui rencana Grandpapa?" Tanya Bethany.

Dengan tatapan menyesal, Charlotte menganggukkan kepalanya. Ia tahu rencana ayahnya itu dan bagaimana caranya pria itu bisa sampai memutuskan hal ini, ia tidak tahu.

"Kau harus mendengarkan kakekmu menyelesaikan penjelasannya sebelum kau marah-marah, Beth."

Bethany merona. Ia tahu ia adalah gadis yang temperamental. Tapi, bukan salahnya bukan marah karena kakeknya mau menjodohkannya? Ia bahkan belum menyelesaikan kuliahnya!

Menganggukkan kepala, Bethany berusaha meredakan tangisnya. Ia akan mendengarkan penjelasan kakeknya, tapi bukan berarti ia akan menerima begitu saja keputusan pria itu.

"Baiklah." Ucapnya.

Kemudian mereka berdua bersama-sama berjalan keluar dari kamar Bethany dan turun ke lantai bawah dimana ruangan kerja kakeknya berada. Dengan sedikit paksaan, Bethany mengetuk pintu ruangan dan membukanya.

Ia melihat kakeknya duduk di balik meja memberikan senyuman lemah. Kakeknya terihat tua dan rapuh ketika sedang sedih, dan sangat terlihat bahwa pria itu sedang sedih karena sesuatu.

"Maafkan aku, Grandpapa." Ucap Bethany ketika ia sudah berdiri dihadapan kakeknya.

Theodore Chapman, kepala keluarga Chapman hingga saat ini, mengisyaratkan cucu semata wayangnya untuk duduk, begitu juga Charlotte.

"Kau sudah siap untuk mendengarkanku kali ini?" Tanya pria itu.

"Tidak," jawab Bethany. "Aku lebih memilih untuk melupakan kata-katamu tadi."

Eternally Loved [WBS #3 | SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang