Cameron mengetuk pintu kamar yang tidak tertutup itu, menarik perhatian Theodore dari televisi yang sedang ditontonnya. Pria tua itu tersenyum dan mengisyaratkan Cameron untuk masuk dan duduk.
Ia memberikan senyuman terbaiknya untuk Theodore meskipun ia tidak merasa ingin tersenyum. Beberapa hari tanpa Bethany sudah berhasil membuatnya menjadi sebuah cangkang kosong.
"Bagaimana kabarmu?" Tanya Cameron berusaha untuk berbasa-basi.
Theodore menganggukkan kepalanya dan berkata, "sebaik yang kubisa saat ini."
Cameron hanya mengerjapkan matanya. Ia berusaha untuk memikirkan beberapa pertanyaan untuk mengisi keheningan ini, tapi tidak bisa. Yang ada diujung lidahnya adalah pertanyaan-pertanyaan tentang keberadaan Bethany.
"Dimana Beth?" Tanya Cameron akhirnya.
Theodore memperhatikan wajah Cameron dan prihatin melihat keadaan pria yang bediri di hadapannya itu. Cameron terlihat lelah dan berantakan, tidak seperti dirinya yang biasa, yang selalu tampil memukau dan rapi.
"Dia berada di Spain, Cam." Jawab Theodore.
Cameron terdiam. Seharusnya ia sudah tidak perlu merasa terkejut lagi mendengar bahwa gadis itu sedang bersama dengan Javier Silva. Pria itu sepertinya lebih bisa menjaga perasaan Bethany daripada dirinya.
Selama beberapa hari pertama setelah kepergian Bethany, Cameron sangat mengkhawatirkan keberadaannya karena ia tidak tahu kemana perginya gadis itu hingga Theodore memberitahunya bahwa Bethany berada di Switzerland bersamanya.
Ia sudah mencoba untuk menggubungi gadis itu sesering mungkin namun Bethany tidak pernah sekalipun menerima panggilannya. Dan Cameron frustasi karena dirinya tidak bisa menjangkau Bethany.
"Kau baik-baik saja, Cam?" Tanya Theodore khawatir meskipun keduanya sama-sama tahu bahwa jawabannya adalah tidak.
Cameron berdeham dan mencari suaranya. "Apakah dia mengatakan kapan dirinya akan pulang?" Tanyanya tanpa memperdulikan pertanyaan Theodore.
Theodore menggelengkan kepalanya. Pria itu tidak tahu kapan Bethany akan kembali.
"Aku mengerti." Ucap Cameron lemah. "Kuharap kau segera pulih sepenuhnya."
Ia kemudian membalikkan tubuhnya dan berniat untuk meninggalkan kamar Theodore.
"Cam," panggil pria tua itu menghentikan langkah Cameron.
Cameron membalikkan tubuhnya dan memandang Theodore dari daun pintu. Ia tidak mau memandang wajah Theodore karena tatapan kasihan yang terpancar di sana, jadi Cameron menundukkan kepalanya mengamati ujung karpet pria itu.
"Ia mencintaimu, Cam, jadi jangan putus harapan terhadapnya. Beri ia sedikit waktu untuk menata perasaanya kembali." Ucap Theodore.
"Kenapa kau bisa yakin? Bagaimana jika aku sudah membunuh semua sisa perasaannya kepadaku?" Suaranya terdengar parau dan tertahan.
Theodore berdecak kecil. "Apakah kau tahu kapan tepatnya ia mulai memiliki perasaan khusus kepadamu?"
Cameron menaikkan bahunya. "Entahlah. Tapi aku menyadari perasaanya ketika ia mulai memasuki highschool."
"Well, pertama kali aku melihat wajahnya bersemu merah karenamu adalah ketika ia berumur 14 tahun."
Alis cameron terangkat mendengar perkataan Theodore. Namun seulas senyum terukir di bibirnya.
Theodore lalu kembali melanjutkan, "kupikir itu hanya cinta monyet dan akan hilang seiring berjalannya waktu. Tapi kemudian, matanya selalu mencari dan mengikuti sosokmu di setiap kesempatan, membuatku mengerti bahwa apa yang dirasakannya lebih dari sekedar ketertarikan biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternally Loved [WBS #3 | SUDAH TERBIT]
Romance[COMPLETED] Part 1 - 7 : Public Part 8 - End : Private ETERNALLY LOVED Book #3 in The Whittaker Brother Trilogy The Whittaker Brother Trilogy: 1. Tenderly Touched 2. Gently Embraced 3. Eternally Loved ============================== THE LEGEND Kelua...