Pagi itu Bethany menemukan majalah sosialita langganan Isabel di atas meja makan. Ia tidak menemukan wanita itu ataupun Howard dan melihat dari tatanan meja makan, sepertinya keduanya belum bangun.
Dengan santai Bethany mengambil beberapa potong roti dan melahapnya segigit demi segigit sambil mengecek majalah tersebut.
Ia membolak-balik halaman mencari artikel tentang dirinya dan Cameron. Tapi, bukan artikel dirinya dan pria itu yang di temukan melainkan tulisan tentang Cameron yang tertangkap basah keluar dari sebuah hotel bersama dengan seorang wanita.
Disebutkan di sana bahwa pria itu keluar pukul 6 pagi dengan sosialita bernama Kimberly Grant dari salah satu hotel ternama di Paris. Cameron terlihat mengenakan jas abu-abu sedangkan wanita itu masih mengenakan evening gown.
Bethany mengerutkan keningnya, wanita gila mana yang akan mengenakan evening gown pada jam 6 pagi? Ia mengepalkan tangannya menyadari bahwa mereka berdua menghabiskan malam di hotel tersebut.
Pada paragraf berikutnya, Hendrik Dent juga menuliskan bahwa Starla, si model yang berasal dari Amerika itu sedang berada di Paris melakukan pemotretan.
Secara terang-terangan reporter itu menambahkan bahwa Cameron pergi ke Paris untuk bertemu mistressesnya. Bukan hanya satu tapi dua!
Bethany menggigit kukunya. Inikah alasan kenapa pria itu sulit untuk dihubungi? Karena ia sibuk berkencan bersama dengan para wanita simpanannya?
Apakah pria itu benar-benar pergi ke Paris untuk urusan bisnis, ataukah ia memanfaatkan peluang dengan maksimal? Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui?
Brengsek! Maki Bethany. Ia berusaha untuk membuang pikiran-pikiran negatif dan perasaan curiganya itu jauh-jauh. Ini pasti karena ulah Hendrik yang telah menanamkan benih pikiran buruk di hatinya.
Di otaknya, ia tahu kemungkinan bahwa artikel ini adalah bohong sangat besar. Namun begitu, tidak mungkin mereka bisa memunculkan foto Cameron dan juga Kimberly, bukan? Dan apakah memang hanya kebetulan Starla juga berada di sana?
Bethany menutup majalah tersebut. Tidak peduli apa kata pikirannya, hatinya terasa sakit dan terluka setelah ia selesai membacanya. Seharusnya ia tahu bahwa pria seperti Cameron tidak mungkin bisa setia.
Tidak, ia sudah tahu, tapi memilih menutup mata, membiarkan ilusi bahwa pria itu akan setia hanya berdasarkan harapan bahwa Bethany bisa membuat Cameron mencintainya.
Mengangkat tangannya, Bethany memperhatikan cincin yang melingkari jari manisnya. Seharusnya cincin ini melambangkan makna dalam dan bukannya hanya sebuah hiasan tangan. Melihat benda ini sekarang, Bethany tidak bisa mencegah dirinya untuk berpikir bahwa, dimata Cameron, mungkin cincin ini tidak berarti apa-apa.
***
Cameron memandang ke luar jendela ruangan dan memperhatikan danau yang membentang luas dengan bukit dan gunung di belakangnya. Tidak ada yang menarik dari pemandangan di luar sana selain alam bebas namun pria itu tetap memandang lurus ke sana.
"Kapan kau akan kembali ke London?" Tanya Theodore.
Membalikkan badan, Cameron melihat bahwa pria itu sudah bangun dari tidurnya. Ia berjalan mendekati Theodore dan berdiri di samping ranjang pria itu.
"Seharusnya aku yang bertanya, Pak Tua." ucap Cameron. "Kau sudah bertambah baik, bukan?"
Theodore terkekeh dan bangkit duduk. Pria itu terlihat segar meskipun dengan perban yang melingkari kepalanya. Wajahnya sudah tidak sepucat beberapa pekan yang lalu, kini Theodore mulai memancarkan aura sehat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternally Loved [WBS #3 | SUDAH TERBIT]
Romance[COMPLETED] Part 1 - 7 : Public Part 8 - End : Private ETERNALLY LOVED Book #3 in The Whittaker Brother Trilogy The Whittaker Brother Trilogy: 1. Tenderly Touched 2. Gently Embraced 3. Eternally Loved ============================== THE LEGEND Kelua...