Chapter Two

413 7 0
                                        

RANDRA

 VIVA LIVE WHILE WE ARE YOUNG? HECK ! Apanya yang viva live while we are young kalau rencana hunting cewek ini ujung-ujungnya malah berakhir dengan satu tamparan di pipi kanan gue. and yes, definitely, ini malam – hampir – terburuk gue sepanjang sejarah Randra Scott Aley dilahirkan di dunia ini. A gentleman like me, ditampar di muka publik seakan-akan gue adalah kebalikannya, pervert.

MALAM – hampir – TERBURUK.

Why? You ask me, why??

Ok, semua bermula saat aku memutuskan untuk pergi ‘hunting’ cewek ke tempat aku biasa perform. La Venezia Bar&Cafe di daerah kemang. Gaya dikit lah, nyari cewek sambil main piano. Biasanya sih ga ada yang ga tertarik – dan memang selalu ada yang tertarik – saat mereka melihatku memainkan nada-nada indah sambil menyanyikan lagu dengan lirik yang romantis di atas grand piano. Dan, malam ini, aku memilih memainkan lagu Jeff Bernat – with love. Sebenernya hari ini ga ada job, tapi karena emang lagi kepengen perform, jadilah aku meminta ke si pemilik cafe yang juga temanku, roby, untuk mengizinkanku perform satu lagu malam ini.

Aku baru saja menyelesaikan bait terakhir nada ‘with love’ ketika tiba-tiba aku mendengar suara wanita menyapaku.

“Wow, romantic man?”, ucap suara yang renyah itu disertai tepukan tangan pelan. Dan begitulah, dengan cepat aku menoleh ke arah suara itu berasal – berharap ada wanita cantik yang tertarik berkenalan denganku – dan aku melihatnya, wanita cantik memang, tapi bukan stranger yang kupikirkan, melainkan salah satu mantanku saat aku smp dulu, Cia.

Ia berdiri hanya berjarak dua meter dariku, terlihat memukau dengan one shoulder black mini dress-nya, dengan rambut tergelung ke atas, dan ia tersenyum menatapku – masih dengan lesung pipitnya. Sosok yang sudah sangat lama tidak pernah kujumpai lagi, dan satu-satunya sosok wanita yang pernah membuatku menangis karena diputuskan olehnya. Kalau boleh jujur, mungkin dari dua puluh lima mantan pacar yang pernah kupunya, hanya wanita ini yang paling terpatri dalam ingatanku, dan sepertinya, yang paling aku sayang juga. Tabitha Alicia Norman.

“Yaampun Randra ! lama banget ga ketemu, sekarang udah jadi charming gini !”, ucap Cia lagi. Ia berbicara dengan riangnya, dan wajahnya terlihat berseri-seri. Speechless? Nope, aku lah yang speechless. Oh damn, it’s not time to blank, ‘ndra. Say something.

“well, I’ve been charming all the time kok sya’.”, Jawabku sambil memamerkan senyum – berusaha menghilangkan rasa gugupku yang tiba-tiba menjalar. ‘Sya’, wow entah udah berapa lama aku tidak memanggilnya dengan panggilan kecilnya itu. Tabitha Alicia.. sya’ for Cia.. rasanya seperti mimpi melihatnya lagi ada di hadapanku.

Ia hanya tertawa kecil, tidak menyadari rasa gugup yang sedikit menjalar di tubuhku. “See that smile? still bad boy.”

Ucapannya spontan membuatku tertawa. Benar-benar masih Cia yang dulu, meskipun sosoknya sudah jauh berubah. Rasa gugupku pun menghilang, tergantikan rasa nyaman.

“kapan sih aku jadi bad boy, sya’?”, memanggilnya dengan sapaan akrab, rasanya kami kembali ke masa remaja dulu. Tapi bedanya, wanita yang dulu sedikit tomboy ini sekarang sudah berubah menjadi sangat menawan. Kulit yang bersinar, badan yang molek, rambut yang tertata rapi, dan suara yang menjadi lebih renyah dan sexy. Hmm, i’ve said, sexy? Okay okay, Cia totally look amazing, and.. sexy. Ternyata bukan hanya aku yang bertambah dewasa.

Ia melotot menatapku tak percaya, “Kapan? FYI, dari zaman kita sebelum pacaran juga kamu udah bad boy kali ‘ndra. Mau pura-pura amnesia lagi? Hahaha–”, Ia tertawa lagi sementara aku asik mendengarkan suaranya yang renyah.

“–Tapi aku ga nyangka banget lho kita bisa tiba-tiba ketemu disini lagi ‘ndra. Well, awalnya ga ngenalin sih..”, katanya lagi. Ia menatapku dengan pandangan sedikit nakal. Aku menatapnya curiga,

The Story of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang