nice to see you... again

415 5 0
                                    

Februari, 2016
***

"Selamat siang, silahkan masuk!"

Teriakan bernada riang itu melejit memasuki ruang dengarku seperti petasan cabe yang dimainkan anak-anak iseng di bulan ramadhan, membuatku langsung terhuyung ke belakang, berjengit.

Aku mungkin akan terjungkal kalau saja sebuah dorongan lembut tidak menahanku dari belakang. Aku benci mengatakannya, tapi sepatu hak tinggi yang kugunaan kali ini benar-benar bukan aku. Aku mengenakannya hanya karena hari ini adalah jadwal sidangku, dan penting bagiku untuk terlihat -well, lumayan klimis. Kurasa rok span selutut, blazer pas badan dan kemeja rumbai-rumbai di dalamnya, plus sepatu hak tinggi menjengkelkan ini sudah bisa dibilang cukup klimis.
Kuharap.

"Terimakasih,"

Aku menoleh, melemparkan senyum terimakasih pada Aika yang tangan seputih saljunya masih menyentuh ringan bahuku, kemudian mempelototi gadis penyambut tamu bersuara keras itu, sebelum memasuki toko kue yang terletak tidak jauh dari kampusku itu. Toko bernama Pattiserie Voila ini tidak begitu besar, kudengar berdiri sejak tiga tahun lalu. Tapi tempat ini nyaman, dengan dekorasi yang mengusung tema retro dan beragam pilihan kue, pastry, es krim, dan minuman yang lezat.

Aku menyukainya, toko ini.

Minus si penyambut tamu bersuara cempreng, tentu saja.

"Yo!" aku mengangkat tangan, menepuk punggung pemuda seumuranku yang sedang duduk membelakangi pintu masuk tepat di tepi jendela, mengenakan polo t-shirt biru terang dan celana jeans selutut, sementara rambutnya yang sudah agak panjang menyentuh tengkuk berkilau cokelat keemasan. "Lama, eh?"

Pemuda itu menoleh, memperlihatkan wajah mengantuk dengan manik biru cerahnya, seolah mengatakan, aku maklum.

Diam-diam aku meringis.

"Sori Shane, kau tau bagaimana keadaannya di dalam sana," kata Aika menggantikanku. Ia duduk tepat di sebelah Shane, sementara aku duduk di depan mereka berdua, di dekat kaca.

Aku mengamati profil Shane dalam waktu singkat. Ia sama sekali tidak berubah --atau begitulah menurutku. Di mataku, Shane masih tetap anak laki-laki jahil yang selalu mengikutiku, mengikuti kami sejak tahun-baru pertama mengenakan seragam putih-merah. Dan ia masih terus berada bersamaku bertahun-tahun setelahnya, hingga saat ini.

"It's ok," sahut Shane kepada Aika. "Jadi, bagaimana seminarmu?" kali ini ia menatapku dengan mata birunya yang cemerlang. "Lancar?"

Balas menatap ke dalam mata birunya yang seperti langit siang musim panas, membuatku berpikir bahwa mungkin hal yang berubah darinya adalah, well, baiklah harus kuakui --terutama ketika sudut mataku menangkap tatapan lapar seolah ingin menerkam Shane hidup-hidup dari mata seorang waitress di sudut sana, yang sepertinya sedang menunggu kesempatan untuk dipanggil Shane-- adalah bahwa ia tumbuh menjadi pemuda jangkung, tampan, dan digilai semua orang -wanita dan waria. Sungguh, aku tidak bercanda, karena kami pernah dikejar waria yang setengah mati naksir dan ingin memiliki Shane, meski hanya semalam saja. Mengingatnya membuatku bergidik sekaligus geli, dan kenangan itu tak pernah gagal membuat Shane bergidik ngeri.

Yah, seperti namanya, ia benar-benar bersinar.

Aku benar-benar harus bersyukur karena seluruh pesona Shane tidak pernah menyentuhku. Kenangan kami sudah terlalu banyak hingga kami mengetahui hal-hal paling memalukan di antara kami. Kau tidak akan mau tahu apa itu tepatnya.

Always YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang