Wildest Dream

2.2K 107 102
                                    

Amanda sedang bercakap-cakap seru dengan keempat sahabatnya. Jum'at malam memang menjadi quality time mereka. Berkumpul ditengah kepadatan aktivitas sehari-hari mereka yang tidak ada habisnya. Entah apa yang mereka bicarakan, mulai dari kejadian seru yang mereka alami sampai mengenai kekasih mereka masing-masing. Selalu ada topik baru setiap mereka berkumpul.

Seperti kali ini, Amanda menjadi bintang utama dalam percakapan ini. Mengenai tunangannya yang seorang arsitek dan pernikahan mereka yang akan dilangsungkan sebulan lagi. Amanda sangat bahagia, akhirnya sebentar lagi ia akan menikahi laki-laki yang sangat ia cintai. Belahan jiwanya, separuh hidupnya.

Kemudian topik percakapan mereka berganti, kali ini mengenai sepasang kekasih yang tengah bermesraan disudut restaurant. Keempat temannya cekikikan. Dengan penasaran dia menengok kebelakang, melihat seorang gadis cantik berpakaian minim sedang asik bercumbu dengan seorang laki-laki berpakaian rapi. Kenapa mereka melakukan kegiatan seperti itu didepan umum? Sewa hotel aja kenapa sih? Batinnya

Lalu dia berbalik dan melanjutkan percakapan dengan sahabat-sahabatnya. Saat dia akan meminum winenya, jari-jarinya membeku. Mencengkram gelas itu dengan erat. Meminumnya dengan sekali tegukan. Panas, tenggorokannya terasa panas. Panas yang menyengat sehingga kedua bola matanya berair.

Setelah jam menunjukan pukul sebelas malam, mereka keluar dari restaurant tersebut. Kemudian ia berpamitan dengan teman-temannya. Amanda memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki. Hujan sangat deras tapi dia tidak perduli. Tanpa sebuah payung, ia biarkan saja tubuhnya basah terkena air hujan. Berharap hujan mampu menghapuskan rasa sakitnya, melenyapkan memorinya.

Jalanan mulai sepi, tidak satupun kendaraan yang melintas. Tidak satupun orang yang terlihat berjalan. Ia menangis, membiarkan air matanya bersatu dengan hujan. Membiarkan tubuhnya menggigil kedinginan. Berjalan tidak tentu arah. Ia menyeberang jalan, tanpa memperhatikan sebuah kendaraan yang akan melintas.

Terdengar bunyi decitan ban mobil yang sangat keras, akibat tiba-tiba dipaksa berhenti oleh pemiliknya. Terkejut, Amanda terduduk dengan tangan gemetar entah diakibatkan oleh kedinginan atau rasa takut. Hampir saja ia kehilangan nyawanya. Kembali ia terisak, menyayangkan kehidupannya. Kehidupan yang dulunya indah, kini terasa palsu.

Pemilik mobil itu keluar, dengan wajah memerah menahan kesal. Bersiap untuk menyemburkan kekesalannya pada gadis ini. Gadis yang tiba-tiba menyeberang jalanan tanpa memperhatikan sekitar. Namun kemarahanya lenyap begitu saja, ketika melihat mata merah gadis itu. Iya, dia memang lemah, hidup dengan ibunya membuat ia menghormati setiap wanita. Membenci air mata yang mereka keluarkan, dan mengutuk sipenyebab air mata itu keluar.

"Maafkan saya karena hampir menabrak anda nona, apakah anda baik-baik saja?" Tanya laki-laki itu yang hanya dibalas Amanda dengan isakan yang semakin kencang. Laki-laki itu didera rasa bersalah. Apakah wanita ini baik-baik saja? Apakah kakinya terluka? Berbagai macam pertanyaan terlintas dalam benaknya.

"Anda tidak apa-apa nona?" Kembali pertanyaan itu terulang dari bibirnya. Amanda tidak menjawab. Ia hanya bisa sesegukan menahan tangisannya. Dengan menghela napas laki-laki itu memperkenalkan namanya. Kemudan dia menggendong Amanda dan mendudukannya dikursi penumpang. Ia tidak memperdulikan jok mobilnya akan basah, akibat baju amanda. Membiarkan gadis itu larut dalam tangisannya. Tanpa mengatakan sepatah katapun, ia menjalankan mobilnya dengan laju sedang. Memperhatikan jalanan dengan serius. Tidak ingin mengulangi kejadian yang sama dalam waktu kurang dari satu hari.

Setelah 5 menit dalam perjalanan, Amanda mulai bisa mengatur perasaannya. Tangisannya sudah berganti dengan isakan pelan. Mencoba membuka pembicaraan dengan penolongnya.

"Halo Darren, aku Amanda. Maaf karena tidak memperhatikan jalanan saat menyeberang jalan tadi. Terimakasih sudah menolongku, kamu bisa menurunkanku disini. Nanti aku akan menghubungi taksi." Katanya dengan sesegukan. Darren menoleh, melihat gadis itu berbicara sambil menundukan kepalanya dengan bahu bergetar. Melihat gadis itu membuat Darren berpikir, diakah alasan gadis itu menangis atau adakah alasan lainnya?

Life is like a song [One Short]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang