Simfoni Hitam

510 46 91
                                    

"Besar nanti, alya mau jadi apa?" tanya seorang wanita bergaun biru yang duduk diseberang gadis itu. Menatap lembut wajah cantik Alya.

"Alya mau jadi apa ya?" jawabnya bingung dengan ekspresi menggemaskan, membuat ibunya tertawa lembut sambil mengelus kepalanya.

"Dasar bodoh, tidak punya impian. Beginikah calon penerus sasaki grup?" Cibir anak laki-laki yang duduk disebelah wanita bergaun biru itu. Memancing tawa dari wanita bergaun hijau diseberangnya, namun membuat dua orang wanita berbeda usia lainnya terkaget.

Wanita berbaju biru itu segera meminta maaf atas kesalahan anaknya. Membungkuk hormat namun elegan, memperlihatkan kelas keluarga mereka. Namun terlihat ibu Alya tidak mempermasalahkan kata-kata dari anak laki-laki yang baru berusia 12 tahun itu, berbanding terbalik dengan ekspresi gadis berusia 9 tahun disebelahnya.

Wajah gadis itu memerah, menandakan sebentar lagi air matanya akan mengalir.

Benar saja tidak sampai 1 menit, gadis itu sudah menangis tersedu-sedu. Memang kata-kata Rai sangat kejam bagi gadis itu. Selama ini belum pernah ada satu orangpun yang berani berkata sekejam itu padanya.

"Alya tidak bodoh," teriak gadis itu sesegukan.

"Ah ternyata selain bodoh, kamu juga cengeng?" balas Rai.

"Rai, sudah hentikan!" Tegur ibunya.

"Aku tidak mau bertunangan dengan babi ini bu," bentak Rai, "lihat perutnya yang buncit dan muka bulatnya, bu. Sudah jelek, bodoh, cengeng. Apa kesalahan Rai, sehingga Rai harus dihukum untuk bertunangan dengan gadis ini?" lanjutnya, membuat tangisan Alya semakin menjadi-jadi.

Wanita itu tidak mampu berbicara. Merasa malu mendengar kata-kata anak laki-lakinya. Malu kepada sahabat baiknya, karena ialah yang menyarankan pertunangan ini. Menatap sahabatnya dengan mata penuh permintaan maaf.

Tidak, wanita bergaun hijau itu tidak marah. Tapi kecewa, kecewa karena tidak mampu menghindarkan putri kecilnya dari kerasnya dunia. Kini putrinya harus mendengar kata-kata menyakitkan untuk pertama kali dalam hidupnya. Putrinya yang baru berusia 9 tahun itu harus menderita, akibat ulahnya yang egois.

"Kalau begitu, pertunangan ini tidak usah dilanjutkan saja Issabella," katanya sambil tersenyum

"Maafkan aku Jasmine," jawab Issabella dengan nada bergetar. Ia merasa sangan bersalah.

"Bagus lah aku tidak harus menikahi babi cengeng," jawab Rai memanas-manasi. Membuat gadis itu berhenti menangis, kemudian menatap Rai dengan benci. Tidak, bukan dengan pandangan benci namun dengan pandangan penuh tekad.

"Tidak, kami tetap akan bertunangan. Alya akan buktikan kepada Rai, bahwa alya tidak seperti yang Rai bilang. Alya bisa menjadi istri yang sempurna" Gadis itu berlari memasuki kamarnya setelah berkata demikian. Membuat ketiga orang yang masih disana terbengong.

Malam sunyi kuimpikanmu
Kulukiskan cita bersama
Namun s'lalu aku bertanya
Adakah aku di mimpimu

*****

"Tuan, ayo bangun. Nona Alya sudah menunggu dibawah." Tao, seorang butler pribadi Rai berusaha membangunkan pemuda itu.

Rai tidak ingin dibangunkan, apalagi hanya untuk menemui tunangannya. Tunangan yang sebentar lagi akan ia nikahi.

Tidak sampai satu bulan, mereka akan melangsungkan pernikahan. Rai tidak bahagia, tidak sedikitpun merasa bahagia karena bisa mendapatkan gadis yang paling diminati di negaranya. Gadis yang selalu menjadi pujaan jutaan lelaki lainnya, tapi tidak oleh Rai. Tidak akan pernah. Sebaliknya Rai membenci gadis itu, kebenciannya semakin hari semakin menumpuk. Membenci alasan kenapa mereka harus menikah.

Life is like a song [One Short]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang