LUCKY

382 33 36
                                    

"Woi kampret kantin yuk," Jhose menggebrak mejaku dengan keras. Membuatku memekik tertahankan akibat terkejut.

"Elah, pelan-pelan aja ngomongnya bisa kali," kataku sambil cemberut.

"Iya kali, cewek budek kayak lo bisa denger kalau gue bisik-bisik."

"Ye, gue kan bilangnya pelan-pelan bukan bisik-bisik. Bisa bedain kan?" Kataku jengah.

"Emang ada bedanya?" Tanyanya sambil memeletkan lidahnya.

"Coba deh lo cek KBBI," kataku kesal.

"Kenapa gue harus cek KBBI?" Tanyanya sok polos.

"Karena lo gak tau bedanya apa," jawabku ketus.

"Emang lo tau bedanya apa?"

"Arrgghhh... udah deh Jhose," kataku menyerah. Capek hati kalau meladeni cowok satu ini berdebat. Bisa-bisa sampai jam pulang sekolah debat ini tidak selesai-selesai.

Laki-laki ini tertawa terbahak-bahak saat aku menyeretnya menuju kantin. Membuat emosiku semakin memuncak.

"Stop ketawa atau nanti lo gue pukul Jhose," ancamku.

"Gimana caranya gue berhenti ketawa kalau muka lo lebih lucu dari badut?" katanya disela tawanya.

"Jhose please, gue mulai kesal."

"Uhh..  gue takuuut," ledeknya. CUKUP! Laki-laki ini benar-benar harus dihajar.

Aku memukul lengannya brutal membuat ia meringis kesakitan, kulanjutkan dengan tendangan yang keras pada lututnya membuat Jhose jatuh berlutut.

Jhose berguling dilantai sambil mengerang kesakitan.

"Alay lo Jhose," kataku meledek sambil tertawa puas. Namun Jhose tidak menghiraukan kata-kataku. Ia masih asik dengan erangan kesakitannya yang terkesan palsu.

"Oke Jhose, ini mulai gak lucu," kataku dengan nada -sedikit, sangat sedikit- khawatir. Jhose masih mengerang, semakin lama erangannya semakin memilukan.

Ampun deh cowo satu ini suka banget bikin malu, batinku.

"Jhose, please jangan kayak gini," bujukku sambil ikut berlutut. Mencoba mengelus lututnya lembut, aku berani bersumpah tidak menendang lututnya keras.

Lagi pula aku tidak akan berani, salah-salah aku bisa dibunuh ayakku karena telah melukai atlet kesayangannya. Ngomong-ngomong ayahku pelatih klub sepakbola disekolahku ini. Klub sepakbola sekolahku sangat terkenal, karena kami telah memenangkan banyak kejuaraan, dan Jhose merupakan ace dari klub saat ini.

"Jhose, lo gak benar-benar sakit kan?" Tanyaku padanya. Kini jantungku mulai berdetak tidak beraturan, aku ketakutan. Takut jika nanti aku akan dibunuh ayahku karena telah menyebabkan Jhose terluka, apalagi kejuaraan antar SMA sebentar lagi akan dimulai.

"Rain, dengarkan aku," bisik Jhose.

"Apa Jhose? Aku minta maaf ya," kataku cepat agar dia tidak mengadu pada ayahku.

Kemudian Jhose tersenyum lebar dan menjulurkan lidahnya, meledekku. Membuatku berdiri secepat kilat, sambil berkacak pinggang.

"Kamu nipu aku Jhose?" Aku menggeram.

"Please Rain dengarkan penjelasanku dulu," katanya dengan wajah memelas.

"Oke, 1 menit."

"Bisakah kamu mendekat?" Jhose berlutut dengan satu kaki, merogoh saku celananya kemudian menangkupkan kedua tangannya. Menutup rapar-rapat agar aku tidak bisa mengintip isinya.

Life is like a song [One Short]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang