K

10.9K 829 104
                                    

Wirya menyadari satu hal dalam hidupnya. Dia tidak bisa mempercayai orang lain setelah ini. Semuanya seolah mengkhianati. Wirya tahu kalau tidak ada hal baik yang menghampirinya, bahkan ketika dia mencoba bersikap baik sekalipun. Manusia adalah tempat kesalahan dan juga kenistaan. Wirya bungkam, menatap beberapa orang yang sedang berkeliling dengan wajah sibuk. Atau mungkin sok sibuk.

Kakinya sudah tidak apa-apa. Kemarin abangnya menjemput, sedikit kesal ketika mendengar cerita Wirya. Namun dia bisa apa? Dia tidak boleh bertingkah, tidak boleh melawan kalau masih ingin hidup damai. Mereka tidak punya uang untuk melawan. Wirya bungkam sekali lagi, menatap rumahnya yang sudah sepi. Dia tidak berjualan pulsa lagi.

Matanya menatap kertas yang berserakan di bawah kakinya. Kertas-kertas itu mungkin masuk ke dalam rumahnya karena diterbangkan angin. Tangannya meraih kertas itu, lalu berdehem sekilas.

Dia membaca kertas itu dan menggumam datar. Ada tulisan aneh di kertas yang kusut itu. Namun isinya membuatnya terbahak kencang.

"Pertanyaan Anak pada Bapaknya"

Bapak, bapak...

Kenapa manusia itu mengunyah kerak?

Oh, itu karena mereka ingin, nak!

Bapak, bapak...

Kenapa manusia itu menghancurkan cermin?

Karena dia enggan melihat wajahnya sendiri, nak!

Bapak, bapak...

Kenapa mereka makan bangkai?

Karena mereka terlanjur lapar hingga serakah, nak!

Bapak, bapak...

Apa yang benar, apa yang salah?

Kebenaran hakiki milik Tuhan, kesalahan milik makhlukNya, nak!

Bapak, bapak...

Kenapa mereka berkata tahu hingga akhirnya sok tahu?

Karena jadi tahu terlihat pintar, nak!

Bapak, bapak...

Lalu mengapa mereka mengadili dan mengurusi hal yang bukan urusannya?

Karena mereka punya dua telinga, mereka mendengar dari sudut kanan dan kiri, nak!

Bapak, bapak...

Lalu mengapa mereka berkomplot untuk menggunjing sesamanya?

Karena mereka menganggap hal yang berbeda dari mereka salah, nak!

Bapak, bapak...

Adakah manusia yang agar terlihat pintar maka dia lebih banyak bicara?

Banyak, nak!

Bapak, bapak...

Lalu bagaimana dengan orang itu?

Mereka...

Bapak, bapak...

Mereka sibuk berteori, seolah apa yang mereka katakan berkualitas.

Mereka sibuk berkomplotan agar tahu lingkungan mereka berkompeten.

Mereka sibuk menggunjing, lantaran mereka iri.

Bapak, bapak...

Mereka siapa?

MANUSIA, nak!

Jancuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang